Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi Ke-142 di Lampung: Hati Nurani Yang Tulus Untuk Membantu

Jurnalis : Clarissa Ruth, Fotografer : Clarissa Ruth

Suster Ade sedang memeriksa pasien hernia. Dengan lembut Suster Ade menanyakan apa yang mereka rasakan, apakah ada keluhan sakit. Suster Ade benar-benar memastikan para pasien dalam keadaan baik dan sembuh saat nantinya pasien diperbolehkan pulang.

Di setiap Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi, pasien yang telah menjalani operasi bedah seperti hernia, benjolan (minor GA dan lokal), dan bibir sumbing selanjutnya dibawa ke tempat pemulihan. Di situ pasien tidak hanya ditemani oleh keluarga pendamping mereka saja tetapi juga selalu ada relawan dan juga tim medis Tzu Chi yakni perawat.

Seperti Ade Julaiha (61) yang begitu telaten melihat keadaan para pasien di ruang pemulihan. Suster Ade begitu panggilannya sudah bergabung menjadi anggota TIMA dari 2004 lalu. Ia sudah terbiasa bertugas di post operasi setiap kali baksos kesehtan Tzu Chi diadakan, Ade juga selalu mengikuti kegiatan baksos hingga keliling daerah di Indonesia.

“Kalau di post opp itu kami biasanya sampai malam karena harus memastikan keadaan pasien baik-baik saja. Terkadang kalau kami sudah pulang ke penginapan saja pasti kepikiran sama pasien. Kalau pasien belum pulang dengan keadaan yang baik kayak-nya kami masih punya tanggung jawab,” ucap Suster Ade.

Kepeduliannya pada pasien membuat Suster Ade semakin nyaman bergabung dengan tim medis Tzu Chi atau TIMA Indonesia. Berawal dari ikut kegiatan baksos di tahun 2001 saat ia masih bekerja di RS. Central Medika Depok, Suster Ade merasakan ada yang beda dari baksos Tzu Chi dan itu yang membuatnya terus ikut kegiatan baksos hingga resmi jadi anggota TIMA pada tahun 2004 hingga berjodoh kembali dengan Tzu Chi pada tahun 2014 saat ia bergabung bekerja di RSCK Tzu Chi yang ada di Cengkareng, Jakarta Barat sebagai Pengawas Mutu Keselamatan Pasien (PMKP).

Selain memeriksa keadaan dan memeriksa berkas pasien, di sela-sela waktu di ruang pemulihan, Suster Ade kerap sekali memberikan penjelasan tentang Tzu Chi kepada para perawat rumah sakit.

“Sebenarnya selain profesi sebagai paerawat yang melayani masyarakat, ternyata memang di Tzu Chi ini lebih cocok dengan hati nurani saya dalam hal saling mengasihi dan membantu sesama. Ada hal yang membuat saya berfikir di Tzu Chi itu beda, karena di sini pasien post operasi itu dari awal sampai akhir selalu dipantau dan selalu diperhatikan. Itu yang membuat nilai plus dan juga relawan pun ikut bekerjasama sehingga menjadi satu kesatuan yang solid,” ungkap Suster Ade.
Selama 19 tahun menjadi anggota TIMA banyak pengalaman dan juga perubahan yang dirasakan Suster Ade. Seperti menghadapi orang lain jadi lebih baik, lebih sabar, lebih menghargai, lebih menghormati dan lebih bijak dalam segala hal. Suster Ade juga bercerita tentang pengalaman yang tidak akan pernah dilupakannya selama mengikuti baksos kesehatan Tzu Chi.

“Ada hal yang menyentuh hati saya saat baksos di Palu, kebetulan saya kan muslim ya, lalu ada salah satu orang tua pasien yang ternyata seorang ustadzah beliau memperhatikan saya. Lalu saat saya berkeliling memeriksa pasien mereka bertanya ‘sebenarnya suster agama apa?’ saya jawab saya muslim. Di saat itulah beliau merangkul saya dan mendoakan saya kemudian dia menangis haru, saya juga menangis gembira saya sampai merinding orang tulus mendoakan, mengingatkan saya juga untuk selalu berdoa,” cerita suster Ade. Ia masih ingat betul kejadian itu.

Dari momen tersebut, Suter Ade juga mengatakan, hal itu menyadarkan para pasien dan para pendamping saat itu, serta membuka banyak pikiran mereka bahwa Tzu Chi itu memang lintas agama. Semua tim medis dan relawan juga tidak pernah membeda-bedakan, dan apa yang dilakukan benar-benar berdasarkan cinta kasih dan ketulusan.

Irma (41) putri pertama Suster Ade sedang menuntun pasien katarak yang sudah selesai pemeriksaan pascaoperasi.

Jejak ketulusan hati Suster Ade, juga dilihat oleh kedua putrinya Irma dan Yanti yang saat ini sudah resmi bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Awal tahun 2023 ini mereka ikut Suster Ade saat baksos di daerah Tangerang. Sehabis kegiatan tersebut kedua anaknya bertekad mau menjadi relawan Tzu Chi. Suster Ade sendiri tidak pernah memaksa atau menyuruh anaknya untuk ikut kegiatan kemanuasian di Tzu Chi. Tetapi mendengar perkataan itu terucap dari anak-anaknya membuatnya bahagia dan mendukung anaknya bahkan Suster Ade mencari tahu cara untuk anaknya bisa mengikuti training relawan.

“Saya kaget tetapi senang juga mereka bilang keputusannya sudah bulat mau jadi relawan. Karena kami tinggal di Tangerang, saya menghubungi Shixiong jhonny (Ketua He Qi Tangerang) dan akhirnya mereka ikut training online dan hingga sekarang sudah menjadi relawan Tzu Chi. Baksos di Lampung ini juga mereka ikut untuk pertama kalinya baksos di luar kota. Sangat excited banget mereka, kakaknya tugas sama saya di ruang pemulihan, adiknya menyiapkan alat di ruang operasi bedah. Selagi itu positif untuk diri mereka dan membawa berkah kepada orang lain saya akan selalu dukung keputusan mereka,” kata Suster Ade.

Suster Ade terus merasakan kebahagian dari kesembuhan-kesembuhan para pasien. Dari kisah-kisah itu lah yang membuat suster Ade tetap bertahan dan selalu ingin ikut baksos “Anak-anak juga sudah bilang ‘ibu kalau udah pensiun tetap boleh kok ikut baksos di Tzu Chi’. Saya memang berniat seperti itu karena ada kesenangan sendiri di hati saya saat melihat mereka pulang dengan kesembuhan dan kebahagiaan. Semoga juga Tzu Chi dan tim medisnya bisa semakin banyak barisannya di seluruh daerah, jadi banyak juga yang akan terbantu,” harap suster Ade.

Mimpi Yang Membuat ikatan Kuat Untuk Menjadi Perpanjangan Tangan dalam Menyebarkan Cinta Kasih
Menjadi orang yang bisa berguna bagi banyak orang sudah lama diinginkan oleh Lianywati, relawan Tzu Chi Lampung yang aktif dalam kegiatan amal sejak tahun 2022 lalu. Jalinan jodoh dengan cara yang tidak terduga itu yang selalu ada dalam benaknya. Saat virus corona menyerang dunia pada awal tahun 2000 Liany merasakan kesedihan yang bertubi-tubi karena ditinggal dua anggota keluarganya, dan hal itu sempat membuatnya larut dalam kesedihan. Tetapi ternyata ada kesedihan ada juga hikmah di dalamnya, yang menghantarkan Liany bisa hidup dengan lebih bersyukur dan kembali bangkit.

Liany sangat senang dapat membantu orang banyak. Misi Amal terus ditekuninya,dan selalu membuat para penerima bantuan nyaman untuk bercerita dan dekat dengannya.

“Saya bermimpi seperti ada di suatu tempat dan di situ saya merasa sedang bingung berada di mana dan akan ke mana, lalu ada seseorang dia datang kayak mengarahkan saya jalan pulang,” cerita Liany

Liany sempat menganggap itu hanya bunga tidur saja tidak ada arti apapun. Sampai akhirnya saat Liany sedang berada di gereja ia melihat orang yang memakai baju abu dan celana putih sedang persiapan untuk bakti sosial. “Saya tanya sama Romo mereka siapa, ternyata mereka dari Yayasan Buddha Tzu Chi, mau adakan baksos, terus saya langsung spontan bilang ke Romo, saya mau ikut boleh gabung enggak ya kira-kira, terus saya langsung tanya sama orang itu, katanya boleh ikut saja.”

Sejak itu Liany mulai mencari tahu lebih dalam lagi tentang Tzu Chi karena belum tahu sama sekali, dan mulai ikut kegiatan Tzu Chi. Liany merasa panggilan hatinya semakin mantap apalagi setelah melihat di kanal youtube tentang Tzu Chi dan mengetahui tentang pendiri Tzu Chi, Master Cheng Yen.

“Waktu ikut pertama kali pas peresmian kantor penghubung Tzu Chi Lampung di bulan Juli 2022, pulang dari situ saya ingin lebih tahu lagi tentang Tzu Chi lalu saya langsung buka youtube, nah terus ternyata di situ ada fotonya Master Cheng Yen. Jadi sedikit kaget juga saya teringat mimpi saya 8 bulan yang lalu. Saya melihat sosok yang sama dari wajahnya, bajunya persis kayak yang ada di mimpi saya saat itu, ternyata itu Master Cheng Yen,” cerita Liany.

Shakila adalah penerima bantuan yang didampingi Liany dari awal ia bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Liany menganggap semua penerima bantuan adalah keluarganya sendiri.

Saat mengetahui itu, Liany sempat bertanya sebenarnya apa maksud dari mimpi tersebut. Sejak itu juga Liany mulai aktif ikut kegiatan Tzu Chi sampai resmi menjadi relawan Tzu Chi Lampung dan sebisa mungkin selalu ikut kegiatan Tzu Chi. Liany juga sangat menikmati perannya sebagai relawan pendamping penerima bantuan (Gan En Hu).

“Terus terang ada rasa panggilan karena memang dari dulu ada keinginan seperti itu. Setelah gabung di Tzu Chi semakin tahu kegiatannya seperti apa, dan ternyata banyak. Terus saya menemukan kesenangan saya di bagian amal, sering survei kasus di situ mengajari saya bahwa waktu itu saya merasa terpuruk karena kehilangan orang yang dikasihi, setelah masuk Tzu Chi saya melihat ternyata banyak yang susah, bahkan banyak yang lebih terpuruk, lebih kesepian dari saya. Dari situ menyadarkan saya harusnya bisa lebih bersyukur,” cerita Liany.

Hingga saat ini Liany masih percaya kalau itu bukan hanya sebuah kebetulan, sebaliknya Liany merasa itu terjadi seperti sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa agar ia tidak berlama-lama hidup dalam duka. Liany disadarkan bahwa ia dibutuhkan untuk melihat realita lebih dalam lagi kalau ternyata banyak orang di luar sana butuh perhatian, kasih sayang, dan juga bantuan.

Liany membantu menuntun seorang nenek, pasien katarak berjalan menuju tempat post opp.

Liany mengaku masih harus banyak belajar terutama tentang kesabaran, saling menghargai, dan ketulusan yang sungguh-sungguh dalam menolong sesama. Ia juga ingin lebih berkomitmen dan konsisten menjadi insan Tzu Chi meskipun tidak mudah dan ia mengaku sempat beberapa kali ingin mundur tetapi hati nuraninya selalu mengarahkannya untuk tetap menyebarkan cinta kasih, terlebih ia merasa ikatannya dengan Master Cheng Yen sangat kuat. “Saya merasa Master sedih kalau saya mundur karena mungkin mimpi itu yang membuat ikatan batin sama Master jadi lebih kuat karena itu tetap bertahan dan selama saya masih sehat saya akan terus berada di jalan Tzu Chi,” jelas Liany.

Seperti saat Bakti sosial Kesehatan Lampung yang di gelar pada 1 Desember lalu untuk pertama kalinya Liany mengikuti kegiatan yang seperti itu, ia juga diminta untuk koordinasi penanggung jawab pendaftaran dan juga koordinasi dalam beberapa bagian lainnya agar kegiatan tersebut berjalan lancar. Liany juga selalu memberikan perhatian kepada para pasien, tidak jarang ia menuntun jalan para pasien setelah operasi katarak.

“Semoga dengan adanya baksos ini mereka bisa melihat kembali, mereka yang susah bisa tertolong, juga mendapatkan kebahagiaan dan kesehatan. Semoga mereka juga dapat merasakan kehadiran Tzu Chi dan cinta kasih yang diberikan relawan kepada mereka, kami juga berharap nanti mereka juga mau lebih mengenal Tzu Chi lagi,” harap Liany “Yang terpenting mereka selalu bahagia dan bebas dari penderitaan,” lanjut Liany.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-142 di Lampung: Tak Patah Semangat Demi Masa Depan Shakila

Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-142 di Lampung: Tak Patah Semangat Demi Masa Depan Shakila

08 Desember 2023

Amelia (38) merasa sedih, putrinya, Shakila terlahir dengan bentuk bibir dan mulut yang tidak sempurna. Demi masa depan Shakila, Amelia terus mencari cara untuk mengobati putrinya.

Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi Ke-142 di Lampung: Tiga Puluh Tahun Hidup dengan Penyakit Hernia

Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi Ke-142 di Lampung: Tiga Puluh Tahun Hidup dengan Penyakit Hernia

06 Desember 2023

Baksos kesehatan Tzu Chi ke-142 di Lampung membawa kebahagiaan untuk Ismanto (42) yang mengalami hernia sejak sekolah dasar. Rasa sakit terus menghantui Ismanto saat bekerja. Setelah dioperasi, Ismanto kini terbebas dari sakit yang menyertainya selama 30 tahun lebih.

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-142 di Lampung: Pterygium Hilang, Senyum Sumiyati pun Mengembang

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-142 di Lampung: Pterygium Hilang, Senyum Sumiyati pun Mengembang

05 Desember 2023

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-142 kembali diadakan di Kota Lampung. Sebanyak 269 pasien katarak, pterygium, hernia, benjolan, serta bibir sumbing berhasil ditangani dalam baksos yang diadakan di RS Budi Medika Lampung.

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -