Banjir Jakarta: Rindu Tuhan

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Witono, Feranika Husodo (He Qi Utara)
 

foto
Sejak tanggal 19 Januari 2013, sejumlah warga Kapuk Muara yang kondisinya tidak memungkinkan untuk tinggal di tenda pengungsian, dipindahkan ke Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk.

Seorang kakek sedang terbaring lemah merengkuh lutut di suatu sudut posko pengungsian Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Ia mengenakan celana pendek Hawai berwarna merah, berkaus hitam dan berjaket merah nan lusuh.

 

Ketika didekati, tanpa diiringi kata-kata kakek itu langsung beranjak bangun dan menyalami kami. “Nama saya Eng Wat,” katanya dengan nada yang sedikit bergetar sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang tak lagi utuh. Di usianya yang ke-95 tahun, Kakek Eng Wat tinggal bersama istrinya yang bernama Mulyati.

Ketika banjir melanda Jakarta dua hari yang lalu, rumah Kakek Eng Wat ikut terendam hingga mencapai ketinggian satu meter. Dalam kondisi genting itu, kedua pasangan yang sudah lanjut usia ini langsung mengungsi ke posko pengungsian di Kapuk Muara. Dan ketika Tzu Chi datang membagikan bantuan makanan hangat, seorang relawan menemukan kakek-nenek ini sebagai korban yang tak berdaya. Maka Minggu sore itu, 19 Januari 2014, relawan segera mengirim satu bus untuk mengevakuasi warga yang sakit, termasuk yang lemah seperti kakek dan nenek ini. 

foto   foto

Keterangan :

  • Begitu tiba di Aula Jing Si, Kakek Eng Wat langsung diperiksa kesehatannya oleh dokter jaga (kiri).
  • Kakek Eng Wat yang bersama istrinya Mulyati dievakuasi oleh relawan ke Aula Jing Si. Meski berusia lanjut untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari kakek dan nenek ini tetap bekerja sebagai penjual sayur mayur (kanan).

Sesampainya di Posko Pengungsian Tzu Chi Center, Kakek Eng Wat segera diperiksa kesehatannya oleh dokter jaga, diberi obat dan diberi makanan hangat. Perlakuan ini ternyata membuat Kakek Eng Wat terharu dan merasa Tuhan telah menjawab doanya. Menurutnya semua derita dan berkah yang ia terima adalah kuasa dari Yang Maha Kuasa. Maka saat relawan datang menjemputnya dan memberikan perhatian ia anggap sebagai kepanjangan tangan dari Tuhan.

Sedari muda Kakek Eng Wat memang aktif beribadah ke gereja. Makanya di tengah kesulitan ia tetap tegar. Menurutnya semua sudah dikehendaki oleh Tuhan. Bahkan di tengah kondisi pengungsian pun, Kakek Eng Wat mengatakan kalau ia tetap merindukan Tuhan. “Susah kebanjiran atau di tempat pengungsian tidak membuat saya menyesal. Yang membuat saya menyesal adalah saya kehilangan hari Minggu kemarin (hari Minggu 19 Januari, Kakek Eng Wat tidak sempat ke gereja),” katanya dengan tegar.

 

 
 

Artikel Terkait

Training Calon Komite Tzu Chi: Menyelami 37 Faktor Pencapaian Pencerahan (bagian 2)

Training Calon Komite Tzu Chi: Menyelami 37 Faktor Pencapaian Pencerahan (bagian 2)

12 Maret 2014 Tema yang diambil pada pelatihan calon komite dan komite tahun ini mengacu pada pendalaman 37 faktor pencapaian pencerahan.
Lebih Banyak Waktu Untuk Keluarga

Lebih Banyak Waktu Untuk Keluarga

20 September 2017

Di acara Family Gathering yang diadakan oleh komunitas relawan He Qi Barat, Sylvia bertekad berusaha untuk berkumpul dengan keluarga lebih banyak lagi. Hal ini disampaikannya setelah berkesempatan membasuh kaki Mamanya, Li Fang, dalam acara tersebut.

Cinta Kasih Menghapus Duka

Cinta Kasih Menghapus Duka

11 Juli 2011
Kondisi fisik bangunan sekolah juga sangat memprihatinkan. Gempa terjadi saat ujian semester sedang berlangsung. SMA Negeri 1 Pahae Jae bangunan utamanya hampir rubuh total serta SD Negeri 173234 Sarulla yang seluruh ruangan kelasnya rubuh dengan lantai dan dinding yang retak.
Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -