Cita-cita Aris

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto

fotoArisdianto, siswa kelas VI SD Dinamika Bantargebang Bekasi ini begitu bersemangat untuk membaca buku yang baru diterimanya dari relawan Tzu Chi.

Jarum jam tepat menunjuk angka 10.30  tatkala para siswa-siswi kelas 4 – 6 SD Dinamika Bantargebang mengakhiri pelajarannya siang itu. Hari itu, Sabtu, 19 November 2011 mereka memang pulang lebih cepat dari biasanya. Jika hari biasa para siswa-siswi ini pulang pada jam 12 siang, hari Sabtu mereka pulang lebih awal. Di hari Sabtu mereka juga berolahraga dan lebih banyak belajar hal-hal yang bersifat ekstrakurikuler, seperti belajar origami (seni melipat kertas), menyanyi, maupun mendengarkan guru mereka bercerita.

Arisdianto keluar kelas paling akhir dari rekan-rekannya. Sembari memanggul bungkusan berisi pakaian-pakaian layak pakai yang diterimanya, siswa kelas 6 SD Dinamika ini melangkah pulang ke rumahnya yang berada tak jauh dari sekolahnya— di dalam lingkungan TPAS Bantargebang. Menyusuri tumpukan-tumpukan sampah, Aris kemudian berbelok di sebuah gang padat penduduk yang hampir semua rumahnya terbuat dari anyaman bambu dan beratapkan terpal plastik. Bau tak sedap membekap lingkungan tersebut. Namun hal itu tak mengurangi keceriaan para penghuninya, terutama anak-anak.  

Setelah melewati dua tiga rumah gubuk, sampailah Aris di rumah neneknya, Tinah (60). Rumah itu pun sama persis dengan rumah-rumah lainnya di tempat tesebut. Tumpukan sampah-sampah plastik di samping rumah menjadi pemandangan yang lumrah di daerah ini. Sejak ibunya meninggal dunia tahun lalu, Aris memang memilih untuk tinggal bersama neneknya, meski rumah ayahnya sendiri berada persis di sebelah rumah sang nenek. “Kalau di sini mungkin lebih rame, banyak yang perhatiin dia,” ujar Tinah beralasan. Menurut Tasman (34), ayah Aris, istrinya meninggal akibat penyakit typhus. Meski sempat dirawat di rumah sakit umum di Bekasi selama 3 hari, namun nyawa ibu Aris itu tidak bisa tertolong lagi. Sejak saat itulah Aris memilih tinggal bersama nenek dan sepupu-sepupu lainnya di rumah sang nenek. Meski begitu, Tasman tetap bertanggung jawab untuk membiayai kebutuhan sehari-hari putranya tersebut.

foto  foto

Keterangan :

  • Arisdianto merupakan salah satu siswa yang berprestasi di SD Dinamika Bantargebang Bekasi. Ia begitu bersemangat untuk bersekolah dan meraih cita-citanya (kiri).
  • Buku, alat tulis, dan baju layak pakai yang diberikan relawan Tzu Chi menjadi motivasi tersendiri bagi anak-anak murid SD Dinamika Bantargebang, Bekasi untuk terus belajar (kanan).

Semangat Sekolah
Aris terbilang murid yang cukup cerdas di kelasnya. Sejak kelas 1 dulu ia selalu masuk peringkat 1-3 di kelasnya. Mungkin bisa dibilang ada faktor keturunan, mengingat kakak sepupunya yang bernama Elyanah — alumnus SD Dinamika Bantargebang – menjadi satu-satunya anak dari SD Dinamika yang diterima di SMP Negeri di wilayah Bekasi. “Jadi kalau belajar, dia bisa nanya-nanya sama Elyanah,” terang Tinah. Selain cukup cerdas, Aris juga selalu bersemangat untuk bersekolah. “Kalau dia dikasih sanggu (ongkos-red) berapa aja juga berangkat (sekolah), nggak kayak anak-anak lainnya,” puji Tinah. “Meski ditinggal ibunya, tetapi dia tetap semangat sekolah,” kata Tasman sang ayah menambahkan.

Aris sendiri bercita-cita ingin menjadi seorang pemain sepakbola. Cita-cita yang hampir dimiliki oleh mayoritas anak-anak di lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Bantargebang Bekasi ini. “Enak aja (jadi pemain bola), “ jawab Aris tatkala ditanya mengapa bercita-cita ingin menjadi pemain bola. Tinah sendiri sangat mendukung Aris untuk bersekolah, namun sambil tersenyum ia berharap Aris tak menjadi pemain bola, tetapi menjadi seorang guru ataupun profesi lainnya. “Pengennya mah jangan jadi pemain bola, pengennya mah biar pintar aja supaya bisa sukses, jadi anak yang soleh dan kalau sudah besar membantu orang tua,” harap Tinah sembari menggendong cucu dari anaknya yang lain.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan juga memperhatikan asupan gizi anak-anak SD Dinamika Bantargebang dengan memberikan makan siang kepada anak-anak SD Dinamika Bantargebang Bekasi (kiri).
  • Relawan Tzu Chi tengah berbincang-bincang dengan Tinah, Nenek Aris di rumahnya. Relawan mendorong keluarga Aris untuk mendukung Aris bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi (kanan).

Dukungan agar Aris bisa bersekolah lebih tinggi juga diungkapkan ayahnya. Tasman yang berprofesi sebagai pemulung, sudah jauh-jauh hari melarang Aris untuk “menambang” (istilah warga Bantargebang untuk pekerjaan memulung). Meski di Desa Ciketing Udik yang dekat dengan area TPA Bantargebang banyak ditemukan anak-anak yang turut memulung untuk membantu perekonomian keluarganya, namun bagi Tasman hal tersebut sangat diharamkannya. “Nggaklah, jangan kasihan. Biar saya aja yang ngerasain kerjaan seperti ini, kalau bisa anak saya harus lebih baik dari saya,” tegas Tasman. Pria asal Indramayu Jawa Barat ini berprinsip agar Aris bisa menikmati masa kanak-kanak seperti anak-anak lainnya: bermain dan belajar. “Jujur saja kalau saya cuma lulusan SD, tapi itu dulu karena nggak ada biaya dan waktu itu sekolah mahal. Kalau sekarang kan sekolah banyak yang gratis,” kata Tasman.

Tasman sendiri sudah mencoba berbagai profesi sebelum akhirnya menekuni profesi pemulung. Mulai dari berdagang asongan, buah dingin, sampai berjualan gorengan pernah dilakoninya. “Tapi itu, sepertinya memang dah nasib saya untuk kerja seperti ini,” ungkapnya. Dari penghasilan memulung ini, setiap minggu Tasman bisa memperoleh hasil 300 – 400 ribu rupiah per minggu. “Yang penting kalau kerja gini jangan malas aja, kalau malas ya susah,” ujar Tasman. Setiap hari sejak pukul 6 pagi sampai 5 sore Tasman berjuang untuk mencari nafkah dengan mengais-ngais tumpukan sampah bersama ribuan pemulung lainnya di TPAS Bantargebang.

Beratnya pekerjaan yang dilakoni inilah yang menggugah kesadaran Tasman untuk berupaya memperjuangkan masa depan anaknya untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Dan satu-satunya jalan untuk memutus rantai belenggu itu adalah melalui pendidikan. “Saya akan berupaya sekuat tenaga supaya anak saya bisa terus sekolah. Mudah-mudahan anak saya bisa dapat pekerjaan yang lebih baik, cukup bapaknya aja yang kerja seperti ini,” tekadnya.  

 


Artikel Terkait

Menjalani Kehidupan dengan Penuh Syukur

Menjalani Kehidupan dengan Penuh Syukur

15 Januari 2018 Setiap awal bulan di minggu pertama, para penerima bantuan bulanan Tzu Chi, kembali berkumpul bersama di Kantor He Qi Pusat yang terletak di Gedung ITC Mangga 2 Lantai 6, Jakarta Utara, 7 Januari 2018.
Letusan Merapi : Kembali Memberikan Santunan

Letusan Merapi : Kembali Memberikan Santunan

30 Oktober 2010 Hari Jumat, 29 Oktober 2010, aktivitas Gunung Merapi terus mengalami peningkatan. Sejak pagi hari, Gunung Merapi terus mengeluarkan awan panas dan letusan debu vulkanik. Barak-barak pengungsian yang tersebar di beberapa kelurahan pun semakin ramai dipadati oleh warga.
Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Bencana Erupsi Semeru

Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Bencana Erupsi Semeru

29 Desember 2021
Gunung Semeru di Jawa Timur mengalami erupsi pada Sabtu 4 Desember 2021. Tzu Chi Indonesia mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk para korban dan warga di pegungsian.
Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -