Doa untuk Rumah Insan Tzu Chi Indonesia

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto, Eric Yudho
 
 

fotoSekitar 650 relawan Tzu Chi berbaris rapi menuju gedung Aula Jing Si. Di dalam bangunan yang sudah hampir selesai ini, relawan berdoa agar pembangunan dapat segera selesai dan difungsikan.

Sejak menjelang subuh, awan di langit tak henti-hentinya mencurahkan air membasahi bumi. Udara pun semakin lama semakin dingin dan membuat sebagian besar mereka yang sedang tidur menarik selimut untuk kembali menutupi tubuh. Namun tidak dengan Widarsono Shixiong, sejak pagi buta di hari Minggu, 31 Januari 2010, ia telah bersiap diri menuju Aula Jing Si, rumah insan Tzu Chi Indonesia.

Doa di Pagi Hari
Di dalam tas kameranya, dia telah memasukkan sebuah kamera beserta seperangkat alat-alat lainnya. Saat hujan mulai mereda, dia pun lantas mengendarai sepeda motor menuju Aula Jing Si. Pagi itu, Widarsono bersama dengan Henry Tando, dua relawan Tzu Chi yang fokus menjadi relawan dokumentasi (3 in1) akan bertugas merekam jejak cinta kasih yang ditorehkan hari itu. Sesaat tiba di Aula Jing Si, Widarsono segera memarkirkan sepeda motornya dan bergegas menuju jalan raya di depan pintu gerbang proyek Aula Jing Si.

Di sana, sekitar 650 relawan Tzu Chi telah berbaris dengan rapi dan bersiap diri memulai acara prosesi Beribu Berkah dan Doa Aula Jing Si. Sekitar pukul 6.15, prosesi yang dipimpin oleh Rosvita Wijaya pun dimulai. Seraya melantunkan doa, ke-650 relawan ini berputar rapi dan teratur. Prosesi yang khusyuk dan khikmad ini berlangsung hingga hampir 30 menit. Saat lantunan doa selesai, barisan relawan Tzu Chi pun sudah kembali kepada posisi semula. Saat itu, baik Widarsono maupun Henry tampak dengan serius mengabadikan momen-momen yang indah.

Rosvita lantas mengajak para relawan untuk berbaris dengan rapi menuju ke dalam gedung Aula Jing Si. Iring-iringan relawan yang berjumlah ratusan orang ini pun terlihat berjalan memanjang rapi dan teratur. Tiba di depan Aula Jing Si yang masih dalam proses pembangunan, para relawan ini lantas dibagi menjadi 9 kelompok kecil. Setiap kelompok kecil ini terdiri dari 10 relawan dan didampingi oleh 2 anggota Tzu Ching yang bertugas menjadi pemandu.

foto  foto

Ket : - Jika dahulu relawan Tzu Chi melakukan doa di depan gambar Aula Jing Si, kini relawan Tzu Chi              melakukannya tepat di depan proyek pembangunan Aula Jing Si yang makin tampak nyata bentuknya.              (kiri)
          - Dipandu 2 anggota Tzu Ching, ke-8 relawan ini menuju pilar-pilar yang telah ditentukan sebelumnya.              (kanan)

Doa dan berkah untuk Aula Jing Si
Diiringi aba-aba, para relawan ini pun bergantian menorehkan doa, dan berkah mereka. Dengan tangan menggenggam pena, mereka menggoreskan tekad di dalam sebuah gambar tangan yang dibuat di kertas merah. Selembar kertas yang ditempelkan di pilar-pilar aula.  Seusai menggoreskan doa dan tekad, para relawan pun lantas menuju kantin Aula Jing Si.

Kantin yang biasanya dipenuhi meja-meja makan, berubah menjadi lapang dan dipenuhi deretan bangku-bangku yang terbuat dari plastik. Setibanya di pintu masuk kantin, para relawan ini diberikan sehelai kertas berbentuk daun bodhi dan sebuah stiker kata perenungan dari Master Cheng Yen yang bertuliskan “Lebih baik melayani daripada dilayani”.

Relawan yang telah tiba, lantas duduk di bangku dan menunggu kedatangan relawan lainnya. Sembari menunggu, para relawan pun menyanyikan lagu-lagu Tzu Chi bersama-sama. Saat semua relawan telah terkumpul acara pun segera dimulai.

foto  foto

Ket : - Berbekal pena di tangan, relawan Tzu Chi menggoreskan tekad dan doa di salah satu pilar bangunan              Aula Jing Si. (kiri).
         - Relawan Tzu Chi membungkukkan badan pertanda terima kasih atas sumbangsih yang telah diberikan              oleh para staf dan seniman bangunan pembangunan Aula Jing Si. (kanan)

Rumah Insan Tzu Chi Indonesia
“Hari ini kita dengan hati yang hening dan suci berkumpul di sini untuk memberi berkah dan doa kepada rumah kita, Aula Jing Si,” kata Liu Su-mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Saat itu, ia juga mengucapkan terima kasih kepada para relawan yang telah hadir dan mengatakan semoga rumah kita ini dapat membawa damai dan berkah.  

“Sejak dibangun di bulan Mei 2009 silam, Aula Jing Si setiap hari semakin lama semakin cepat dibangun. Tetapi apakah shixiong shijie sudah siap untuk menumbuhkan jiwa kerohanian kita? Dan apakah pada saat Aula Jing Si selesai dibangun kita juga sudah siap untuk pindah ke dalam rumah kita?” tanyanya. Di saat yang sama, Liu Su-mei juga mengucapkan terima kasih kepada para pekerja yang telah turut bersumbangsih membangun Aula Jing Si, serta mengajak para relawan bersatu hati supaya rumah tersebut menjadi lebih bagus.

Usai kata-kata pembuka dari Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi, Rosvita yang hari itu bertugas membawakan acara mengatakan bahwa saat shixiong shijie berada di dalam Aula Jing si, shixiong shijie sudah menorehkan jejak berkah di Aula Jing Si. “Di dalam Aula Jing Si sudah ada jiwanya shixiong shijie. Dan saya percaya di dalam hati shixiong shijie sudah ada Aula Jing Si,” katanya.  

Rosvita juga menjelaskan bahwa Aula Jing Si memiliki ciri khas yang sangat special             -sangat sederhana- tetapi tidak mengurangi kehidmatannya. Dengan ciri khas inilah membuat setiap orang yang masuk ke dalam ruangan akan merasa sangat tenang dan mengheningkan diri. “Dan semua yang dilihat adalah Dharma dari Tzu Chi. Sebuah gedung yang bermakna tanpa suara,” kata dia. Bagi insan Tzu Chi, selain berfungsi sebagai rumah, Aula Jing Si juga tempat untuk menggalang Bodhisatwa dunia, sarana untuk mendidik dan sarana pelatihan para Bodhisatwa serta sarana pendidikan masyarakat.

Sumbangsih Seniman Bangunan    
Siang itu, Wendy Kuncoro mewakili kontraktor pembangunan Aula Jing Si yang hadir bersama dengan sebagian stafnya mengucapkan terima kasih kepada Tzu Chi yang telah memberikan mereka kesempatan membangun dan memiliki Aula Jing Si yang luar biasa ini.

Tak lupa, dia juga mengucapkan terima kasih kepada shixiong shijie dari tim pembanguna yang telah banyak melakukan pengorbanan, baik waktu maupun keringat untuk membangun Aula Jing Si agar menjadi kokoh. “Seperti menjadi ayah dan ibu yang bisa memberikan kehangatan bagi kita semua. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada shixiong shijie yang setiap pagi telah menyiapkan makan siang vegetarian, setiap hari dengan tidak lelah-lelahnya. Yang lezat dan dengan harga yang sangat terjangkau,” katanya.

Selama pembangunan ini, dia juga mengatakan banyak belajar dari apa yang menjadi budaya Tzu Chi. Hal kecil tetapi sangat berati, contohnya tidak merokok. “80 % dari seniman bangunan merokok, jadi tidak mudah, tetapi sampai saat ini kami cukup berhasil untuk menerapkan budaya itu kepada para seniman bangunan. Jadi uang yang dibawa pulang untuk belanja ibu-ibu lebih lagi,” katanya.

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa para staf juga mencoba untuk memberikan sumbangsih dari apa yang mereka peroleh. “Hati dulu ya baru setelah itu jumlahnya,” katanya saat menyerahkan 2 buah celengan bambu kepada Liu Su-mei.  

foto  foto

Ket : - Wendy Kuncoro mewakili staf dan para seniman bangunan menyerahkan 2 buah celengan bambu              kepada Liu Su-mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. (kiri).
         - Dalam acara itu, relawan Tzu Chi juga berkesempatan untuk berdana bagi pembangunan Aula Jing Si              Indonesia. (kanan)

Dana Kecil Amal Besar
Di sudut kanan kantin, seorang anak perempuan berusia 9 tahun sedang duduk manis di sebuah bangku. Tangan kecilnya sedang menggoreskan nama dan nomor telepon rumahnya di kertas hijau berbentuk teratai itu. “Ma, kita mau dana apa?” tanyanya kepada sang mama. “Semen aja,” jawab sang mama. Wynnie, nama gadis mungil itu pun menuliskan semen di kertas yang dipegangnya. “Memang buat apa semen itu?” tanya saya penasaran.

“Semen untuk bangun Aula Jing Si,” katanya polos. Tak hanya berkata-kata, ia pun menunjukkan letak Aula Jing Si kepada saya. “Kenapa mau bantu Tzu Chi?” tanya saya lagi. “Senang karena Tzu Chi itu suka bantuin orang,” katanya singkat.  

Wynnie sendiri datang ke Aula Jing Si ini bersama dengan kedua orangtuanya yang telah menjadi relawan Tzu Chi dari Hu Ai Jelambar. Oleh papanya, ia dikenalkan Tzu Chi sejak tahun 2009. Saat saya tanya kegiatan apa saja yang pernah diikuti, ia menjawab, “Ikut sama papa ke panti jompo, bantuin kakek-kakek dan nenek-nenek. Kasihan karena ga ada keluarganya lagi.”

Menyatukan Tekad
Menurut Like shijie, selaku koordinator kegiatan, acara Beribu Berkah dan Doa ini adalah satu prosesi agar relawan termotivasi untuk memiliki, memberkahi, dan mendoakan Aula Jing Si, agar usianya sampai ribuan tahun. “Harapannya, semoga lebih banyak Bodhisatwa yang akan bergabung, sama-sama merasa peduli kepada masyarakat, semoga juga niat-niat baik ini makin berkembang dan dunia terbebas dari bencana,” katanya.

Bagi Rosvita, jika sebelumnya bangunan Aula Jing Si hanya terlihat jelas di dalam gambar, kini ia sudah menjelma semakin nyata. “Relawan responnya sangat antusias untuk datang walau saat itu hujan deras. Hari ini pada saat menyanyikan lagu mars Tzu Chi kita langsung berhadapan dengan gedungnya, jika dahulu dengan gambarnya saja. Saat menyanyikan marsnya, kita merasa sudah bersatu dengan gedungnya,” katanya.  

Di sudut-sudut ruangan, Widarsono dan Henry shixiong masih tampak asyik mengabadikan setiap momen yang terjadi. Berkat mereka dan relawan dokumentasi Tzu Chi lainnya, kebenaran, kebajikan, dan keindahan yang menjadi prinsip dasar jejak sejarah cinta kasih pun tercipta.

  
 
 

Artikel Terkait

Gempa Nepal: Menggunakan Cinta Kasih untuk Mengobati Luka Batin

Gempa Nepal: Menggunakan Cinta Kasih untuk Mengobati Luka Batin

12 Mei 2015 Relawan Tzu Chi Internasional kembali melakukan pembagian bantuan sembako untuk korban gempa di Nepal. Pembagian kedua ini dilakukan pada Senin, 11 Mei 2015, pukul 10.00 di Khwopa Secondary Higher School yang untuk sementara waktu digunakan sebagai tempat pengungsian bagi warga korban gempa.
Suara Kasih: Menanam Benih Baik

Suara Kasih: Menanam Benih Baik

16 April 2012
Buah karma langsung adalah hasil dari benih karma yang kita tanam di kehidupan lampau. Jadi, dalam kehidupan ini, buah karma apa pun yang kita terima dan rasakan, harus kita hadapi dengan hati yang damai karena ini adalah hasil perbuatan kita sendiri, dalam ilmu kedokteran masa kini disebut gen, di dalam Buddhisme disebut dengan benih karma.
Cara Sederhana Dalam Mengatasi Gangguan Kesehatan

Cara Sederhana Dalam Mengatasi Gangguan Kesehatan

07 November 2013 Tujuan dari kegiatan ini agar anggota TIMA Bandung khsusunya dokter gigi mendapatkan ilmu yang bermanfaat serta dapat dipraktikkan langsung dikemudian hari.
Gunakanlah waktu dengan baik, karena ia terus berlalu tanpa kita sadari.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -