Festival Teratai Memperingati Hari Ibu

Jurnalis : Yennie (He Qi Barat 1), Fotografer : Merry Lie, Jenny Tandika, Yenny Chansa, Fran Sundandy (He Qi Barat 1)

Para relawan mempersembahkan isyarat tangan berjudul Tangan Ibu. Dengan gerakan lembut dan penuh rasa, mereka menggambarkan perjalanan panjang seorang ibu, tangan yang menggendong, membimbing, menguatkan, dan merawat tanpa pamrih.

Festival Teratai menjadi kegiatan yang paling dinantikan oleh anak-anak asuh di komunitas He Qi Barat 1. Tahun ini, suasananya terasa lebih hangat dan penuh makna. Banyak dari orang tua yang hadir merupakan orang tua tunggal yang memikul tanggung jawab besar sebagai tulang punggung keluarga. Dengan waktu yang banyak tersita oleh pekerjaan dan beban hidup, momen bersama anak-anak menjadi sangat berharga bagi mereka.

Berangkat dari realitas tersebut, Festival Teratai dirancang dengan niat tulus yakni menghangatkan kembali hubungan orang tua dan anak, sekaligus memperingati Hari Ibu dengan cara yang lembut, mendalam, dan selaras dengan nilai-nilai welas asih Tzu Chi.

Sejak pagi, Aula C Lantai 2 Gedung TK Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng mulai dipenuhi senyum dan kehangatan. Sebanyak 41 anak bersama orang tua, serta 68 relawan yang mendukung acara, berkumpul dan duduk dengan tenang menantikan dimulainya rangkaian kegiatan.

Acara dipandu oleh Meidiana dan Maria, dimulai tepat pukul 09.00 WIB. Dengan tutur kata yang lembut dan penuh ketulusan, keduanya menjaga suasana tetap harmonis hingga kegiatan berakhir pada pukul 11.30 WIB.

Sambutan pembuka disampaikan oleh Robert, Wakil Ketua He Qi Barat 1. Beliau berharap melalui Festival Teratai ini, anak-anak dapat memahami dan merasakan besarnya pengorbanan orang tua—pengorbanan yang mungkin jarang terucap, namun begitu nyata dalam usaha dan kerja keras mereka setiap hari.

Para relawan mempersembahkan isyarat tangan berjudul “Tangan Ibu”. Dengan gerakan lembut dan penuh rasa, mereka menggambarkan perjalanan panjang seorang ibu, tangan yang menggendong, membimbing, menguatkan, dan merawat tanpa pamrih.

Dalam tradisi Tzu Chi, isyarat tangan bukan sekadar seni, melainkan bahasa keheningan yang menyampaikan pesan kebajikan. Keheningan aula seolah menjadi saksi bagaimana setiap gerakan menyentuh hati orang tua dan anak-anak yang menyaksikannya.

Mengalirkan Cinta yang Terpendam
Bagian paling menyentuh dimulai saat Yuni membacakan narasi lembut penuh kehangatan. Anak-anak berlutut di hadapan ibu mereka, menyuapkan camilan, membasuh kaki, memberikan bunga, dan mengucapkan kata-kata cinta yang mungkin selama ini jarang mereka sampaikan.

Banyak yang tak kuasa menahan haru. Air mata mengalir bukan karena kesedihan, tetapi karena cinta yang akhirnya menemukan jalan untuk terucap.

Efen, siswa kelas 1 SD, mengungkapkan rasa sayangnya kepada sang ibu. “Walaupun Efen sering membuat Mama sedih, tetapi Efen sayang sama Mama.”

Salah satu momen menyentuh datang dari Efen, siswa kelas 1 SD berusia 6 tahun yang menjadi anak asuh sejak enam bulan lalu. Dengan suara bergetar, ia berkata, “Walaupun Efen sering membuat Mama sedih, Efen tetap sayang sama Mama.” Kalimat sederhana itu menjadi jembatan yang menghubungkan hati seorang anak dengan ibunya.

Tak kalah mengharukan, Hendrawan, 16 tahun, siswa kelas 11 Sekolah Kasih Anugerah yang telah menjadi anak asuh sejak Juli 2024, datang bersama neneknya. Dengan mata berkaca-kaca, ia menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada sang nenek, yang dengan sabar dan penuh kasih telah membesarkan serta mendidiknya. Ungkapan hati Hendrawan membuat suasana hening, dan setiap relawan yang menyaksikannya pun ikut tersentuh.

Hendrawan, dengan mata berkaca-kaca, ia menyampaikan betapa besar rasa terima kasihnya kepada sang nenek yang telah membesarkan dan mendidiknya dengan penuh kesabaran serta kasih sayang.

Momen lain hadir dari Djioe Fivi, ibu tunggal berusia 44 tahun yang tinggal di Apartemen City Park, datang bersama putra pertamanya, Ray Evan, 17 tahun, yang kini duduk di kelas 3 SMK dan menjadi anak asuh He Qi Barat 1 sejak kelas 2 SMP. Dengan keteguhan dan semangat, beliau membesarkan dua putranya dan berusaha memberikan pendidikan terbaik bagi mereka. Dengan mata berkaca-kaca, Ray berkata,

“Walau kadang saya suka membantah Mama, saya sangat sayang Mama. Saya tahu perjuangan Mama dalam membesarkan saya dan adik saya yang masih TK.” Sambil menatap ibunya, ia menambahkan, “Saya berjanji akan sukses dan membahagiakan Mama.” Momen itu menjadi wujud nyata cinta tanpa syarat dan tekad seorang anak untuk membahagiakan ibunya.

Dengan mata berkaca-kaca, Ray menyampaikan permintaan maaf dan janjinya untuk membahagiakan sang ibu.

Kebajikan yang Tak Boleh Ditunda
Koordinator kegiatan, Lily Brahma, menyampaikan pesan penuh makna.“Dalam ajaran Master Cheng Yen, ada dua hal di dunia yang tidak boleh ditunda: berbakti kepada orang tua dan berbuat baik.” Ia berharap Festival Teratai tahun ini dapat menghangatkan hubungan anak dan orang tua, menumbuhkan rasa saling menghargai, serta memperkuat cinta kasih dalam keluarga.

Acara ditutup dengan persembahan isyarat tangan “Xie Xie Nie”, disusul penampilan paduan suara “Cinta untuk Mama” yang dibawakan oleh anak-anak Teratai untuk orang tua mereka. Para orang tua menyaksikan dengan mata berbinar, merasakan kembali kebahagiaan sederhana yang sering kali terlewat di tengah padatnya aktivitas sehari-hari.

Paduan suara “Cinta untuk Mama” yang dibawakan oleh anak Teratai untuk para orang tua.

Festival Teratai 2025 bukan sekadar acara tahunan. Ia menjadi jembatan hati yang mempertemukan cinta orang tua dan anak. Ia menjadi pengingat bahwa bakti dan kebaikan adalah fondasi yang menguatkan keluarga sebagaimana pesan Master Cheng Yen: “Setiap tindakan kebaikan, sekecil apa pun, adalah benih cinta kasih yang akan tumbuh dan berkembang.”

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Keharuan dan Ungkapan Cinta di Hari Ibu

Keharuan dan Ungkapan Cinta di Hari Ibu

05 Desember 2024

Gathering Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi) kali ini mengajak anak-anak mengungkapkan rasa terima kasih kepada ibu dan pentingnya berbakti kepada orang tua. Ini menjadi simbol cinta kasih yang mendalam.

Berlutut di Kaki Orang Tua Bagaikan Anak Kambing Menyusu Pada Induknya

Berlutut di Kaki Orang Tua Bagaikan Anak Kambing Menyusu Pada Induknya

19 Maret 2015

Setelah pelan-pelan membasuh kaki dan melap kering kaki orangtua, anak-anak kemudian berdiri dan memeluk orangtua mereka seraya mengucapkan “Saya sayang papa dan mama.” Senyum bahagia dan tangis haru mengalir dari para papa dan mama.

Hari Ibu di Sekolah Cinta Kasih

Hari Ibu di Sekolah Cinta Kasih

17 Desember 2012 Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu memberikan pelajaran yang seimbang antara akademis maupun moral. Sesungguhnya pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan yang tak kalah pentingnya dengan pendidikan akademis terutama di masyrakat.
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -