Ingin Menjadi Relawan

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

fotoPada tahun 2005, Yang Lien Hwa memperkenalkan misi pelestarian lingkungan Tzu Chi kepada Santje Kawatu. Sejak itu pula Santje tertarik untuk menjadi relawan Tzu Chi.

 

 

 

Satu per satu barang-barang di bak sampah itu dipilah oleh Sanjte Kawatu. Beberapa gelas, kantung, dan botol plastik sudah disisihkan oleh Santje di suatu hari tanggal 2 September 2009. Rencananya plastik-plastik ini akan ia bawa pulang dan disumbangkan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Namun baru ia hendak memasukkan ke dalam kantong plastik besarnya tiba-tiba seorang pemulung telah berdiri di balik badannya. Maksud si pemulung adalah menunggu giliran membongkar bak sampah mengharapkan masih ada sisa-sisa rezeki yang tidak terangkut oleh Santje.

 

 

 

 

 

Tetapi Santje yang iba justru menyerahkan sampah yang telah ia pilah itu kepada si pemulung. “Udah silahkan aja diambil,” kata Santje. “Terima kasih ya, Pak,” kata si pemulung. “Sudah, tidak apa, itu memang rezeki kamu,” balas Santje.

Terpanggil untuk Tzu Chi
Santje Kawatu yang kini telah berusia 80 tahun memang aktif mengumpulkan sampah daur ulang dari berbagai lokasi, terutamanya dari pasar dan kantor-kantor di Kemayoran, Jakarta Pusat. Ketertarikannya terhadap daur ulang bermula ketika Yang Lien Hwa, relawan Tzu Chi, memperkenalkan Tzu Chi kepadanya pada tahun 2005. Setiap datang berkunjung Lien Hwa selalu menceritakan kegiatan-kegiatan Tzu Chi yang banyak memfokuskan pada kegiatan sosial kemanusiaan. Selain itu Lien Hwa juga menganjurkan Santje untuk mengumpulkan sampah-sampah daur ulang demi pelestarian lingkungan dan membantu masyarakat tidak mampu.

Secara ekonomi Santje memang tidak berkekurangan. Dari kerja kerasnya semasa muda ia berhasil memiliki 3 rumah di daerah Kemayoran. Namun didasari oleh kegemarannya membantu orang lain dan merasa terpanggil untuk kemanusiaan, membuat Santje pun mulai aktif mengumpulkan sampah daur ulang di tepi-tepi jalan yang ia temukan. “Saya makan cukup, semua cukup. Tapi ini saya lakukan, satu untuk kesehatan, kedua untuk bantu orang lain. Saya paling suka bantu orang tanpa dapat imbalan apa-apa,” terangnya.

foto  foto

Ket: - Sejak pukul 5 pagi, Santje sudah berkeliling ke pasar, toko, dan perkantoran untuk mencari sampah daur                  ulang. (kiri).
        - Di usia yang senja Santje tetap semangat untuk bersumbangsih bagi kemanusiaan. Baginya membantu                 orang lain adalah kepuasan batin.  (kanan)

Bahkan salah satu rumahnya yang berada di Jalan Garuda, Kemayoran ia gunakan sebagai posko untuk menampung sampah-sampah yang telah ia kumpulkan. “Daripada disewa lebih baik digunain untuk menampung sampah daur ulang Tzu Chi,” terangnya. Setelah terkumpul banyak, biasanya setiap minggu atau sebulan sekali relawan daur ulang Tzu Chi Cengkareng mengambilnya dengan menggunakan mobil truk sedang.

Bukan Halangan
Perbuatan baik yang dilakukan oleh Santje bukannya tanpa halangan. Meski yang dilakukannya terlihat mulia, namun tidak semua orang memandangnya demikian. Tidak jarang Santje menerima cemoohan dari tetangganya yang menilai dirinya jorok. Bahkan ketua rukun tetangga (RT) di tempat tinggalnya juga tidak bersimpati kepadanya. Ketua RT memandang apa yang dilakukan oleh Santje hanyalah untuk keuntungan pribadinya mengingat selama ini Santje telah pensiun. “Mereka kira saya ini sudah tua, tidak punya kerjaan jadi cari-cari kumpul sampah,” ungkap Santje.

Kenyataannya Santje tidak pernah menghiraukan masalah itu. Baginya apa yang ia jalani adalah panggilan sosial dan tidak merugikan orang lain. “Biarin saja, saya kan tidak merugikan orang lain. Justru saya meringankan sampah mereka. Saya tidak apa dihina orang, asalkan saya tidak menghina orang,” kata Santje menalar.

Tidak hanya cemoohan orang, sakit kulit yang ia derita akibat seringnya berkecimpung dengan sampah pun tidak menjadi penghalang baginya untuk terus bersumbangsih. Selama tahun 2009 ini tidak kurang dari dua kali Santje mengunjungi dokter kulit untuk mengobati dirinya yang terkena sakit gatal. “Saya tidak merasa jijik untuk mengambil barang-barang di bak sampah. Seringnya saya mengaduk-aduk bak sampah tanpa sarung tangan membuat tangan saya akhirnya menjadi gatal-gatal,” jelasnya.

Totalitas dalam Bekerja
Sejak muda Santje telah tumbuh menjadi pribadi yang serius dalam mengerjakan segala sesuatu. Tidak hanya di pekerjaan, prestasinya di sekolah pun terbilang baik. Masa sekolahnya dimulai sejak zaman pendudukan Belanda. Sekolah pertama yang ia masuki adalah Holland Indische School (HIS). Di HIS, Santje hanya belajar sampai kelas 5, lalu berhenti karena guru-gurunya yang berkebangsaan Belanda pulang ke negerinya lantaran pecahnya perang dunia kedua. Berhenti dari HIS, Santje melanjutkan kembali pendidikannya ke sekolah Tionghoa hingga tamat di sekolah menengah.

foto  foto

Ket: -Setelah terkumpul sampah-sampah plastik itu, biasanya Santje mencucinya terlebih dahulu sebelum                 diserahkan ke Tzu Chi. (kiri).
       - Salah satu rumah Santje yang ia jadikan tempat penampungan daur ulang yang ia kumpulkan. Kini rumah                yang kosong itu selalu sesak dengan barang daur ulang.  (kanan)

Totalitas Santje selalu diwujudkan dalam setiap pekerjaan yang ia lakukan. Bukan hanya dalam berbisnis, dalam membantu orang pun Santje selalu membantunya hingga tuntas. Bagi Santje berbuat sesuatu yang berarti bagi orang lain adalah sebuah kebahagiaan batin.

Sebelum mengenal Tzu Chi, Santje biasa menyalurkan kebiasan baiknya ini dengan bersedia mengerjakan apa pun dari orang yang meminta pertolongan kepadanya. Mulai dari pengawalan ekspedisi tanpa honor, merenovasi rumah, hingga membongkar septiktank. Semuanya Santje lakukan tanpa meminta imbalan. “Pernah saya bongkar septiktank sendirian, sampai seminggu baunya tidak mau hilang walau sudah cuci tangan. Habis yang punya rumahnya takut, jijik, jadi biar saya saja yang kerjakan,” akunya.

Santje mengakui sejak kehadiran Lien Hwa yang memperkenalkan misi Tzu Chi, ia merasa telah menemukan wadah yang pas bagi dirinya. Baginya pengumpulan sampah adalah ladang untuk berbuat bajik, dengan sampah secara tidak langsung ia telah membantu orang lain yang kesusahan. Karena sampah yang ia kumpulkan akan diolah kembali oleh Tzu Chi untuk kegiatan sosial. Jadi jelas kalau Santje menganggap sampah adalah sesuatu yang berharga dan bernilai kemanusiaan.

Kini yang ia dambakan hanyalah keinginannya untuk resmi menjadi relawan Tzu Chi. “Saya cuma mau menjadi relawan Tzu Chi, makanya selama ini saya kumpul sampah karena saya berlatih untuk jadi relawan,” katanya.

 
 

Artikel Terkait

Cerminan Batin yang Bahagia

Cerminan Batin yang Bahagia

18 Mei 2012 Kehadiran para relawan Tzu Chi di tempat ini seperti mewakili keluarganya. Rasa kehangatan dan kebahagiaan kembali terpancar dari raut wajah sebagian besar oma yang dikunjungi. Kunjungan kasih ini sungguh memberikan rasa simpati yang mendalam di hati mereka.
Kunjungan Membawa Semangat Misi

Kunjungan Membawa Semangat Misi

30 April 2012 Topik kebersihan dilanjutkan di kelas masing-masing dengan memberikan penyuluhan dan penerapan untuk menjaga kebersihan diri sendiri, yaitu cara mencuci tangan sebelum makan. Walaupun sanitasi di daerah tempat tinggal anak-anak kurang baik.
Empati dan Rasa Kemanusiaan yang Tinggi

Empati dan Rasa Kemanusiaan yang Tinggi

20 Desember 2021
Tak ada ragu, risih, maupun kikuk yang tampak saat para relawan Tzu Chi dari Komunitas He Qi Utara 2 memandikan Pak Siswanto (50), penerima bantuan Tzu Chi.
Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -