Banjir Sumatera: Kala Cinta Kasih Menyapa Warga Desa Landuh

Jurnalis : Liani (Tzu Chi Medan) , Fotografer : Liani (Tzu Chi Medan)

Relawan dan tim Medis TIMA tiba Desa Landuh, Aceh Tamiang memberikan makanan dan pengobatan gratis pasca banjir.

Aroma lumpur sisa banjir masih menyengat di udara Dusun Rajawali, Desa Landuh, Kecamatan Rantau. Di sela-sela dinding rumah yang menyisakan garis batas air setinggi tiga meter, tampak warga membersihkan rumah dan sisa-sisa harta benda yang sudah rusak. Di tengah keputusasaan itu, pada Minggu, 21 Desember 2025, kehadiran relawan Tzu Chi dan Tim Medis TIMA membawa secercah harapan dan kehangatan.

Yayasan Buddha Tzu Chi Medan kembali hadir di bumi Aceh Tamiang untuk aksi cepat tanggap pascabanjir. Bukan sekadar membagikan 400 paket bantuan berupa nasi, air mineral, biskuit, dan susu, tim ini datang membawa misi kemanusiaan yang menyatukan hati yang sedang terluka.

“Kami bukan hanya memulihkan kesehatan fisik, tapi juga memberikan perhatian pada mereka yang sedang berduka. Prinsip ini menjadi dasar utama 17 relawan dan 11 tim medis TIMA ke Desa landuh, Aceh Tamiang. Tanpa memandang suku agama maupun latar belakang, sebuah jembatan kasih dibangun di atas luka warga yang sedang kesulitan pascabanjir,” ungkap Elvi, kordinator kegiatan.

Sebelum kegiatan dimulai, Siswanto Tam, mewakili Tzu Chi Medan memberikan kata sambutan kepada warga. "Kami hadir untuk mendampingi, mendengar, dan meringankan penderitaan saudara-saudara kami. Semoga kehadiran kecil kami bisa menghadirkan rasa aman dan semangat untuk bangkit bersama," ucap Siswanto Tam dalam sambutannya.

Pelayanan Medis di Tengah Keterbatasan
Kondisi kesehatan masyarakat pascabanjir terpantau memprihatinkan. Koordinator tim medis, dr. Suvi Novida M.Kes, mengungkapkan bahwa sebanyak 206 pasien datang dengan berbagai keluhan. Minimnya akses air bersih dan tumpukan lumpur yang belum tertangani menjadi pemicu utama mewabahnya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan penyakit kulit.

"Kami tidak hanya memberikan obat. Hari ini, kami bahkan harus melakukan tindakan operasi kecil di tempat bagi warga yang lukanya sudah infeksi karena terkena benda tajam saat banjir," ujar dr. Suvi Novita M.Kes. Menurutnya, kegiatan ini adalah bentuk empati untuk menurunkan angka kesakitan serta menjalin ikatan kekeluargaan antar sesama manusia.

Panggilan Jiwa Suster Yustini

Yustini, tim medis Tzu Chi memberikan pengobatan kepada Muhammad Safii. Tim Medis TIMA membersihkan dan menjahit luka di kakinya di tempat baksos yang serba darurat.

Di tengah kesibukan pelayanan, sosok Suster Yustini tampak sigap menangani luka-luka infeksi. Perawat bedah yang bergabung dengan Tzu Chi sejak November 2023 ini memiliki spesialisasi dalam penanganan luka bakar dan luka akibat benda tajam. Baginya, bakti sosial adalah obat bagi kejenuhan dan pengingat akan hakikat hidup.

"Bekerja kini bukan lagi sekadar mencari materi. Di sini, saya diingatkan untuk tidak sombong, karena harta bisa hilang dalam sekejap," ungkap Yustini penuh refleksi. Ia kerap merasa prihatin melihat biaya pengobatan yang mahal di rumah sakit, sehingga baginya, memberikan pelayanan gratis yang simpel namun tulus adalah panggilan kemanusiaan yang paling murni.

Ketabahan Rahela dan Asa yang Tak Boleh Sirna
Kepedihan mendalam dirasakan Rahela Pricilla bocah usia 12 tahun dan masih sekolah di jenjang kelas 6 SD. Ayahnya kerja serabutan dan harus menghidupi ibu dan kedua adiknya. Rahela sangat berduka karena kondisi rumahnya cukup parah. Pascabanjir, ia masih membantu ayahnya mengeruk lumpur setinggi pinggang saat relawan menghampirinya.

“Kami harus membersihkannya, kalau tidak dibersihkan kami enggak punya tempat tinggal,” katanya.

Rahela menerima pengobatan karena sakit demam, batuk dan pilek.

Rahela membantu ayahnya membersihkan rumah mereka yang terendam lumpur.

Dengan suara bergetar, ia menceritakan bagaimana rumahnya nyaris hancur dan mereka kekurangan pakaian, makanan,minuman dan air bersih.

“Saat banjir kami sekeluarga, ayah, ibu dan adik yang masih 3 bulan mengungsi ke rumah nenek dan hari ini mulai membersihkan rumah, Jadi kami mulai ada tempat tinggal,” jelasnya berkaca kaca.

"Kami sudah sakit sejak banjir hari ketiga, batuk demam dan pilek, tapi kami tahan saja karena belum ada bantuan. Hari ini kami dibantu senang sekali Alhamdullilah sudah dapat bantuan" tutur Rahela polos.

Rahela bersama ayahnya menerima bantuan dari relawan.

Tak jauh dari sana, Ibu Rohani, seorang pedagang lontong, tertunduk lesu. Banjir telah menyapu bersih modal usahanya dan membuatnya kelaparan selama empat hari. Banjir menggenangi rumahnya hingga setinggi atap rumah. Harta bendanya habis dan menggantungkan bantuan dari orang yang lewat di depan rumah.

“Gatal di seluruh badan karena mandi pakai air kotor terus. Saya bingung mau mulai dari mana lagi, modal habis, rumah rusak. Tapi saya berusaha sabar saja. Terima kasih banyak sudah mau datang dan memberikan pengobatan gratis dan bantuan. Ini sangat membantu kami yang sedang susah," ucapnya lirih.

Rohani sangat sedih dan terharu mendapat perhatian dari relawan.

Solidaritas Tanpa Batas
Kisah menyentuh juga datang dari Bapak Muhammad Safii warga Desa Benua Raja yang harus menerima 10 jahitan di kakinya akibat terjatuh saat banjir setinggi plafon rumah menerjang desanya. Dengan mata berkaca kaca Ia mengenang betapa mencekamnya terjebak banjir tanpa makan dan minum selama sehari semalam sebelum dievakuasi pada pukul empat pagi dengan perahu. Di desanya cuma ada satu perahu sehingga banyak warga yang terjebak dan tidak segera terjemput. Ia mengungsi di tempat warga dan baru kembali ke rumah yang belum bersih setelah mengungsi selama dua pekan.

“Luka di kaki sangat dalam sehingga perlu dibersihkan dan memerlukan sepuluh jahitan. Saya sangat terbantu dengan adanya tim medis dari Yayasan Buddha Tzu Chi yang memberikan pengobatan tanpa memandang suku dan agama. Harapan saya semoga bantuan medis ini dapat terus berjalan karena pemulihan pascabencana membutuhkan waktu yang lama,” ungkap Muhammad Safii.

Dari rasa empati yang mendalam terhadap perjuangan warga seperti Rahela, Rohani dan Muhammad Safii, tim medis TIMA dan relawan Tzu Chi Medan menerjang keterbatasan di balik bencana ini agar warga tidak berjuang sendirian.

Warga Desa Landuh bergitu bersyukur dengan kehadiran para relawan, yang tak hanya memberikan paket bantuan makanan dan minuman, namun juga pengobatan.

Apresiasi tinggi datang dari Bapak Nanang, perwakilan posko bantuan Desa Landuh. Ia menceritakan bagaimana pengalaman dan kondisi warga setelah bencana banjir menimpa mereka dua pekan yang lalu. Ketinggian air setinggi tiga meter, warga harus bertahan hidup menggunakan rakit dari batang pisang secara mandiri sebelum bantuan tiba.

Warga mengalami penurunan stamina dan terserang berbagai penyakit seperti demam, muntah, mencret serta banyak yang mengalami luka akibat benda tajam seperti kaca dan besi yang hanyut saat banjir. Hingga saat ini layanan listrik dan air bersih belum tersedia. Warga mengungsi di tempat yang lebih aman, seperti Masjid Istiqomah dan asrama yang menampung lebih dari 1.000 orang. Warga juga mendirikan posko dan dapur umum secara mandiri.

"Kami sangat terharu dan berterima kasih kepada Tzu Chi. Di tengah kondisi darurat ini, mereka mau datang melakukan pengobatan dan pembersihan luka dan operasi di tempat yang sangat terbatas. Kami sangat terbantu mengingat akses medis bagi warga selama ini sangat minim. Semoga Tuhan membalas kebajikan kita semua," ujarnya haru.

Relawan foto bersama dengan anak anak Desa Landuh yang terdampak banjir. Kondisi rumah dan jalan di desa masih banyak lumpur.

Dari upaya pemberian bantuan di Desa Landuh hari itu menjadi bukti nyata bahwa di tengah bencana yang menghancurkan, harapan tidak boleh ikut hilang. Melalui tangan-tangan relawan dan ketulusan para medis, luka-luka di Aceh Tamiang perlahan mulai dibasuh, menyisakan doa agar kehidupan warga segera pulih seperti sediakala.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Bantuan Bencana Banjir di Sumatera: Bantuan Tahap Pertama untuk Lima Jorong di Kabupaten Agam

Bantuan Bencana Banjir di Sumatera: Bantuan Tahap Pertama untuk Lima Jorong di Kabupaten Agam

09 Desember 2025

Dengan menempuh waktu perjalanan 23 jam, relawan Tzu Chi Padang mengirimkan paket bantuan untuk Dusun yang minim mendapatkan bantuan akibat terputusnya sarana komunikasi.

Bantuan Bencana Banjir di Sumatera: Kepedulian untuk Labuhan Deli, Dari Warga untuk Warga

Bantuan Bencana Banjir di Sumatera: Kepedulian untuk Labuhan Deli, Dari Warga untuk Warga

09 Desember 2025

Kisah Wina, pemilik usaha cuci kendaraan di Helvetia, dengan tulus membuka lahannya untuk relawan Tzu Chi membagikan 600 paket bantuan banjir kepada warga Labuhan Deli.

Bantuan Bencana Banjir di Sumatera: Ringankan Duka Warga Sunggal

Bantuan Bencana Banjir di Sumatera: Ringankan Duka Warga Sunggal

05 Desember 2025

Suasana hangat menyelimuti warga Kelurahan Sunggal saat relawan Tzu Chi menyalurkan 440 paket bantuan tanggap darurat pascabanjir. Selain makanan, selimut, dan peralatan kebersihan, relawan juga memberikan dukungan moril.

Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -