Kelas Mandarin Tzu Chi Batam baru dibuka selama 1 tahun, namun murid yang terdaftar sudah mencapai 65 orang.
Kesempatan yang mendatangkan perubahan nasib seringkali hanya dapat digenggam orang yang memiliki persiapan. Menyadari keterampilan berbahasa Mandarin akan semakin banyak dibutuhkan, Tzu Chi Batam mulai mengadakan Kelas Mandarin. Jalinan jodoh terbentuknya Kelas Mandarin berawal dari percakapan antara Wangi, relawan Komite Tzu Chi Batam dengan para anak asuh Tzu Chi Batam.
Saat itu, para anak asuh diajak untuk bersumbangsih dalam kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-144 (30 Agustus -1 September 2024). Saat istirahat makan siang, Wangi menanyakan anak-anak tersebut apakah bisa berbahasa Mandarin. Anak-anak tersebut menjawab serentak, ‘Tidak!’. Mendengar itu, hati Wangi merasa kaget dan sedih karena anak-anak asuh Tzu Chi tersebut rata-rata keturunan Tionghoa, namun tidak bisa berbahasa Mandarin. Dari situ niat untuk membuka Kelas Mandarin pun timbul.
Wangi mulai membagikan niat untuk membuka Kelas Mandarin di Tzu Chi Batam ke relawan lainnya. Saat itu, Wangi disarankan untuk menghubungi relawan Eriche Gozary yang sudah mulai mengajar anak asuhnya Mandarin. Di area terbuka, lobi Aula Jing Si Batam, Eriche akan mengajar Bahasa Mandarin ke 3 orang anak asuhnya. Tanpa ruangan, tanpa sound system, hanya 1 meja dan 4 kursi sudah cukup bagi Eriche untuk mengajar Mandarin. Wangi pun menghampiri Eriche untuk menyampaikan gagasannya.
Awalnya Eriche merasa kurang percaya diri untuk mengajar di kelas. Tentu sangat beda mengajar 2-3 anak secara pribadi dengan mengajar belasan anak di kelas. Namun, Wangi menyampaikan bahwa kita mulai dulu apa adanya, lalu kita bisa sambil jalan sambil cari guru. Setelah mendapat restu dari pengurus Tzu Chi Batam, Kelas Mandarin Tzu Chi Batam pun resmi dimulai pada tanggal 12 Oktober 2024 dengan murid 8 orang anak asuh.
Terus Melangkah Hadapi Tantangan
Kelas Mandarin rutin diadakan pada hari Sabtu dari pukul 09.30-11. 00 WIB di ruang 301, Aula Jing Si Batam. Berbagai tantangan dihadapi oleh relawan pada awal-awal kelas dimulai, terutama masalah pembagian kelas. Karena 5 dari 8 anak asuh perlu mulai dari nol, maka kelas Mandarin tersebut akan terasa sia-sia bagi 3 anak didikan awal Eriche. Demi mengatasi hal tersebut, murid-murid dibagi menjadi beberapa kelompok dengan materi yang berbeda walau berada di satu kelas. Saat jumlah murid mulai meningkat, baru kelas dibagi menjadi dua.
Jaessy mengajar kelas Mandari di Tzu Chi sambil membawa anaknya.
Tantang besar berikut yang perlu dihadapi kelas Mandarin ialah Eriche harus pindah ke Bali. Sebelum pergi, ia mengajak menantu adiknya, Jaessy untuk mengemban tanggung jawab sebagai pengajar kelas Mandarin tersebut. Jaessy belum pernah mengajar Mandarin ke anak-anak sebelumnya dan ia tidak bisa meninggalkan anaknya sendiri. Eriche pun meyakinkan Jaessy bahwa dia bisa memulai dengan ikut dampingi murid dahulu. Setelah mengikuti kelas beberapa minggu, Eriche pun mendorong Jaessy untuk menjadi pengajar. Jaessy mengiyakan permintaan akou-nya (tante) tersebut.
“Beda jauh karena murid-murid di sini semua anak-anak. Kita harus lebih sabar dan materinya juga yang benar-benar simple (dasar). Kalau orang dewasa daily conversation (percakapan sehari-hari). Kalau di sini, kita lebih ke kosakata-kosakata, terus dari kosakata baru diperlebar lagi. Cuman anak kecil lebih memakan waktu karena harus ulang-ulang terus. Tiap minggu harus ulang lagi, ulang lagi,” ungkap Jaessy saat ditanyakan perbedaan mengajar murid les dan murid Tzu Chi.
Jaessy mengaku awalnya jenuh karena yang hadir sangat sedikit. Walau yang mendaftar 10 murid, namun tidak jarang yang datang hanya 3 orang. Semangat pengajar sedikit banyak dapat dipengaruhi oleh kehadiran dan keseriusan murid. Padamnya semangat murid dan relawan terus menghantui Kelas Mandarin Tzu Chi Batam. Jumlah murid mulai meningkat secara signifikan saat kelas Mandarin dibuka untuk murid yang bukan anak asuh Tzu Chi.
Eriche terus mengajar anak asuh Tzu Chi secara daring walau beliau sudah pindah ke Bali.
Kemudian kelas Mandarin secara online pun dibuka pada 8 Agustus 2025 dengan jumlah 8 orang murid. Kelas online ini membuka kesempatan bagi Eriche untuk dapat kembali mengajar para anak asuh Tzu Chi. Kini para penerima bantuan Tzu Chi Batam yang rumahnya jauh dari Aula Jing Si Batam pun dapat mengikuti kelas Mandarin.
Para orang tua pun antusias karena anak-anaknya mau belajar bahasa Mandarin. “Kemarin kita mendapat undangan untuk ikut gathering (penerima bantuan Tzu Chi), terus kita dikasih tahu bahwa ada kelas Mandarin. Kelas Mandarin kalau kita datang ke sini, jauh. Jadi kita ikut yang daring,” ujar Martini, Ibu dari salah satu murid Kelas Mandarin Tzu Chi Batam, Aqilah. “Di Batam, Bahasa Mandarin itu sangat penting. Nanti biar mudah bagi dia (Aqilah) untuk cari kerja,” tambahnya.
Aqilah yang telah mengikuti Kelas Mandarin Tzu Chi Batam pun turut menyampaikan pengalamannya. “Lumayan susah, tapi asyik,” kesan Aqilah yang kini duduk di kelas 5 SD. “Terima kasih Lao Shi (guru) sudah mengajar saya sejauh ini,” tambahnya penuh syukur.
Syukuran Perjalanan 1 Tahun
Kegiatan Gathering Tahunan Kelas Mandarin diadakan untuk menghimpun murid dari beberapa kelas.
Di akhir tahun 2025, tepatnya 27 Desember 2025, Tzu Chi Batam mengadakan acara Gathering Tahunan Kelas Mandarin. Memanfaatkan hari libur sekolah, kegiatan ini mengumpulkan murid dari 2 kelas on site (tatap muka) dan 1 kelas online (daring).
“Yayasan Buddha Tzu Chi dimulai dengan sebersit niat Master Cheng Yen untuk membantu sesama. Setiap hari para murid-murid Master Cheng Yen yakni 30 ibu rumah tangga, mengumpulkan 50 sen ke dalam celengan bambu untuk beramal. Begitu juga kelas Mandarin ini juga dimulai dari sebersit niat untuk membekali anak asuh Tzu Chi dengan keterampilan Bahasa Mandarin,” kata Wangi saat memberikan sambutan.
“Seiring waktu, kelas Mandarin ini bukan hanya mau mengajarkan Bahasa Mandarin kepada anak asuh, tapi kita mengumpulkan cinta kasih dari guru-guru dan kita sebarkan lewat kelas Mandarin,” kata Wangi menambahkan.
Relawan Tzu Chi Batam, Wangi membagikan souvenir dan celengan bambu sebagai wujud terima kasih kepada murid sepanjang tahun 2025.
Gathering Tahunan Kelas Mandarin Tzu Chi Batam berlangsung penuh tawa dan dibalut dalam keseruan permainan. Para murid dapat dengan cepat membaur dan mengenal satu sama lain. Sebanyak 32 murid yang hadir juga mendapatkan bingkisan serta celengan bambu. Di akhir kegiatan, para murid berfoto bersama sebagai pengingat teman-teman yang pernah bersama-sama mengikuti kelas Mandarin di tahun 2025.
Editor: Arimami Suryo A