Kesabaran dalam Menghadapi Ujian kehidupan

Jurnalis : Indri Hendarmin (He Qi Utara), Fotografer : Relawan Zhen Shan Mei He Qi Utara


Relawan sedang bercengkrama dengan pak haryanto di rumahnya. Kisah hidup pak Haryanto memberikan pelajaran bagi relawan.

Tanggal 06 di minggu pertama di bulan April tahun 2014, He Qi Utara seperti biasanya secara rutin mengadakan kegiatan kunjungan kasih di Jing Si Book & Café Pluit. Sekitar jam setengah sembilan pagi saya bersama teman-teman relawan yang lain yang mengikuti kegiatan kegiatan kunjungan kasih ini sudah berkumpul . Sebelum melakukan kunjungan kasih kami mendengarkan pesan dari Master Cheng Yen, dan selain itu Stephen Ang Shixiong hari itu juga sedikit memberikan briefing budaya humanis Tzu Chi dalam melaksanakan kegiatan kunjungan kasih hari ini agar kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dan lancar “Saat kita berkunjung ke rumah Gan En Hu (Pasien yang dibantu Tzu Chi) bagaimanapun keadaan kondisi rumahnya kita sebaiknya melepas sepatu kita, kita harus menghargai Gan En Hu” pesannya kepada kami semua yang hadir. Briefing ini sangat bermanfaat bagi kami semua terutama bagi yang baru pertama kali mengikuti kegiatan ini. Setelah kami mendapatkan data-data Gan En Fu yang akan kami kunjungi, kami menghubungi Gan En Hu untuk memastikan apakah Gan En Hu saat ini sedang berada di rumahnya atau tidak, ternyata benar saja tindakan kami ini, ada Gan En Fu yang tidak ada di rumahnya.

Tiba saatnya kami harus bergegas berangkat menuju rumah Gan En Hu, cuaca hari itu cukup cerah sepertinya tidak akan turun hujan, sangat mendukung kegiatan hari ini. Gan En Hu yang kami kunjungi hari ini tinggal di Jalan E1 Melati no. 12  Teluk Gong. Perjalanan menuju ke Teluk Gong lancar, hari Minggu biasanya lalu lintas tidak begitu padat karena weekend,sebenarnya rumah yang akan kami kunjungi  ini letaknya tidak terlalu jauh dari Apartemen Teluk Intan, berada di belakangnya dan tidak perlu berbelok-belok tetapi tetap saja kami sempat nyasar mencari alamatnya dan berputar-putar walaupun akhirnya kami berhasil juga menemukan alamat yang kami tuju tersebut. Begitu sampai di depan rumahnya kami melihat pemanggang kue yang cukup besar, arah kiri terdapat tangga yang tinggi untuk menuju ruang tamu, tak heran karena daerah sini merupakan daerah rawan banjir  “Masuk,” pak Haryanto mempersilahkan kami. Rumah ini walapun tak begitu besar tetapi kondisinya lumayan baik, bersih dan rapi, kami semua segera naik keatas keruang tamu. Pas tiba di ruang tamu terlhat oleh kami hanya ada dua kursi maka kami semua memutuskan duduk di lantai saja, selain menghormati juga membuat suasana terasa lebih nyaman dan akrab, di rumah ini kami hanya bertemu dengan pak Haryanto saja sepertinya keluarganya sedang tidak ada di rumah.  

Pak Haryanto Gumanti adalah seorang nelayan yang dulunya kondisi ekonominya lumayan hingga di tahun 2010 ia dinyatakan dokter menderita gagal ginjal, demi kesehatan ia pun melakukan pengobatan hingga keluar negeri, dari Negeri Malaysia hingga Negeri China, tapi semua itu tidak jua membuahkan hasil yang baik, harta benda pun habis terjual termasuk rumah yang dimilikinnya, terakhir ia sempat menjalanin proses cuci darah tiga kali dalam seminggu di Rumah Sakit Pluit sebelum menjalanin pengcangkokkan ginjal. Sampai saat ini ia sekeluarga tinggal di rumah saudaranya, ia sendiri di karuniai seorang putri dan dua orang putra, untuk membantu perekonomian keluarganya, sehari-harinya istrinya berjualan kue dibantu oleh putrinya yang sudah tiga tahun ini tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena kesulitan biaya, putrinya yang terakhir menempuh pendidikan hingga SMP kelas dua “Anak saya sangat ingin sekolah tapi mau makan aja sulit, yah gimana,” ujarnya kepada kami tapi untunglah kedua putranya masih dapat melanjutkan sekolahnya, salah satu tujuan kami kemari selain untuk melihat keadaan dari pak Haryanto juga menanya akan apakah putrinya  sudah mengajukan bantuan biaya pendidikan, pak Haryanto mengatakan bahwa putrinya belum mendapatkan formulir untuk mengajukan bantuan biaya pendidikan,  Feranika Husodo Shijie yang bersama dengan saya mengunjungi pak Haryanto menginformasihkan putrinya diperlukan datang ke Jing Si Tang PIK untuk mengajukan bantuan biaya pendidikan.

Kondisi pak Haryanto Gumanti saat ini  berangsur-angsur sudah lebih baik, wajahnya sudah tidak pucat pengcangkokkan ginjalnya berhasil. “Waktu masih cuci darah badan rasanya lemas sekali, hanya bisa berbaring ditempat tidur saja” ujarnya kepada kami semua dan untuk menjaga kesehatannya ia mengenakan masker penutup hidung, sampai saat ini kami sedang berkunjung masker tersebut tak lepas dari wajahnya. Kami sempat berbincang-bincang mengenai pekerjaan yang dahulu  biasa ia lakukan, ia adalah seorang nahkoda kapal yang berlayar cukup jauh, ia sering berlayar dilaut bisa mencapai hingga delapan bulan tapi dengan kondisi kesehatan pak Haryanto saat ini “Sekarang sudah tidak mungkin,” keluhnya kepada kami menambah miris hati kami semua yang berkunjung. Apabila saya boleh berpendapat salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya  kesehatan pak Haryanto adalah terlalu kerasnya ia mencari nafkah, walaupun tak dipungkiri dengan kondisi kehidupan sekarang ini menuntut kita semua untuk membanting tulang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Pak Haryanto sempat mengutarakan niatnya kepada kami untuk kembali berlayar tetapi dengan rute perjalanan yang lebih sedikit, “sebulan palinglah saya sudah balik karena kondisi saya” kata pak Haryanto, beberapa dari kamipun langsung menyarankan agar ia beristirahat dulu hingga kondisinya benar-benar pulih sebab kondisi fisik pak Haryanto sedang dalam proses pemulihan bukan tak mungkin apabila niatnya tersebut benar-benar dilaksanakan akan membuat kesehatan semakin memburuk “biaya obat-obatan yang harus saya minum cukup mahal,sebulannya mencapai 10 juta,” Pak Haryanto mencoba menjelaskan kepada kami. Perlahan ia bangun menuju ke kamarnya, keluar dari kamar ia membawa bungkusan yang ternyata berisi obat-obatan yang ia harus minum, sambil menunjukkan pada kami semua  pak Haryanto juga menjelaskan kepada kami semua cara pemakaian dari obat-obatan tersebut. Obatnya itu diimport dari luar negeri,iapun membeli obat tersebut kepada toko obat yang menjual harga lebih murah daripada tempat lainnya, semua obat-obatan tersebut harus rutin di konsumsinya seumur hidupnya.

Saat ini yang menjadi permasalahan terbesar pak Haryanto adalah tingginya biaya pengobatan dirinya yang membuat ia berpikir untuk kembali bekerja  “Saya tak mungkin mengandalkan bantuan dari orang lain terus,” pak Haryanto berkata kepada kami semua, memperlihatkan kepada kami semua bahwa ia mempunyai sifat yang mandiri dan sebenarnya ia juga sungguh sangat  bertanggung jawab kepada keluarganya,ia sudah tak sabar segera ingin terbebas dari masalah yang menghimpitnya saat ini, ketika kesulitan datang bertubi-tubi kepada kita memang bukan hal yang mudah untuk kita dapat langsung menerimanya bahkan tetap saja dapat membuat kita down, walaupun mungkin kesulitan tersebut menimpa kepada orang yang memiliki fondasi agama yang kuat sekalipun. Kesabaran dan keihklasan menjadi kunci dalam menghadapi semua kesulitan apabila kita dapat melalui itu semua niscaya kita akan kuat dalam menghadapi  setiap permasalahan hidup.

Ellen Shijie yang saat ini juga bersama-sama dengan kami mengunjungi pak Haryanto berusaha memberikan semangat, ia menceritakan kondisinya dahulu sempat divonis dokter harus menggunakan kursi roda seumur hidupnya dan minum obat-obatan, tetapi kini  ternyata ia tidak perlu meminum obat-obatan dan menggunakan kursi roda meskipun ia tetap harus menggunakan bantuan tongkat untuk dapat berjalan tentu saja semua itu penuh dengan perjuangan dan tekad yang kuat.  Hasil perjuangan tersebut berbuah manis, Ia dapat mandiri melakukan aktifitas-aktifitas setiap harinya seperti bekerja bahkan menjadi bagian dari keluarga besar Tzu Chi sebagai relawan. Semoga apa yang dialami Ellen Shijie dapat memberikan inspirasi ataupun memacu semangat buat kita semuanya.

Tanpa mengurangi rasa hormat saya dengan apa yang telah dialami oleh Gan En Hu, membuat saya teringat kepada apa yang telah diajarkan oleh Sang Buddha “Harta yang Paling Berharga adalah Kesehatan”. Selama ini semua orang begitu sibuk mencari harta sehingga tidak menyadari harta yang melebihi dari Intan,berlian sekalipun yakni kesehatan. Mengikuti kegiatan kunjungan kasih ini selalu menyadarkan saya untuk selalu menghargai, terus menjaga kesehatan yang telah saya miliki. Semakin sering saya sering mengikuti kegiatan Tzu Chi semakin banyak pembelajaran nilai-nilai kehidupan yang saya dapatkan untuk bekal saya dalam mengarungi kehidupan ini kedepannya.

Pak Haryanto sangat bersyukur dengan bantuan yang telah diberikan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi, bantuan tersebut benar-benar sangat menbantu meringankan sedikit beban kehidupannya. “Tzu Chi banyak cinta kasihnya”  katanya ketika kami menanyakan pendapatnya mengenai Tzu Chi. Tak terasa waktu telah menunjukan hampir jam sebelas, sinar mataharipun seolah-olah memberitahukan kami bahwa hari telah semakin siang, rasanya baru saja sebentar kami duduk disini berbincang-bincang tapi kami sudah harus segera berpamitan. Kami semuapun  berpamitan, tak lupa menggunakan cream Tzu-Chi (tersenyum) kami juga mendoakan semoga pak Haryanto segera sembuh. Setelah kami berpamitan kami harus segera menuju Jing Si Book and Café Pluit, Jia You pak Haryanto Gan En


Artikel Terkait

Mendampingi Jason Mencari Kesembuhan

Mendampingi Jason Mencari Kesembuhan

10 Desember 2019

“Jason kan sudah kuat sekarang, iya kan? terima apa adanya. Kita sudah mencoba membantu untuk berobat, nah Jason juga harus ada semangat. Kalau hanya menunggu dokter, sampai setengah tahun pun tidak bakal ditelepon,” tutur Ng Jan Njoek atau yang biasa disapa Ayen, relawan He Qi Utara 2 saat menyambangi Jason di rumahnya, di kawasan Tubagus Angke, Jakarta Barat. 

Kesabaran dalam Menghadapi Ujian kehidupan

Kesabaran dalam Menghadapi Ujian kehidupan

26 Mei 2014 Tanggal 06 di minggu pertama di bulan April tahun 2014, He Qi Utara seperti biasanya secara rutin mengadakan kegiatan kunjungan kasih di Jing Si Book & Café Pluit. Sekitar jam setengah sembilan pagi saya bersama teman-teman relawan yang lain yang mengikuti kegiatan kegiatan kunjungan kasih ini sudah berkumpul .
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -