Melawan Keterbatasan untuk Bersumbangsih

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati

Setiap hari Kamis, Hendra (kanan) memanfaatkan waktunya untuk berkunjung ke Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi untuk memberikan perhatian dan penghiburan kepada pasien dengan menjadi relawan pemerhati rumah sakit.

    Senyum merekah di bibir pria yang memakai rompi berlambang Tzu Chi saat menghampiri seorang pasien di salah satu kamar rawat inap Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi sembari menyapa mereka dengan hangat. Pria 37 tahun ini datang bersama relawan berseragam biru putih lainnya untuk memberikan motivasi, penghiburan kepada para pasien yang sedang dirawat. Kegiatan yang sama dilakukan setiap hari Kamis setiap minggunya. Pria ini adalah Hendra, salah satu penerima bantuan Tzu Chi (Gan En Hu) yang telah memanfaatkan waktunya untuk bersumbangsih membantu orang lain.

    Selain menjadi relawan pemerhati rumah sakit, Hendra juga aktif pada misi pelestarian lingkungan melakukan pemilahan sampah daur ulang di depo pelestarian lingkungan Tzu Chi dekat rumahnya yang diadakan setiap akhir pekan. Tak hanya itu, saban Kamis usai melakukan aktifitas menjadi relawan pemerhati rumah sakit, ia juga mampir ke depo pelestarian lingkungan yang berlokasi di komplek Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng untuk memilah sampah daur ulang.

    Selain mengunjungi pasien-pasien di ruang rawat inap, Hendra bersama relawan Tzu Chi lainnya juga membantu melipat kasa yang diperlukan medis.

    Hendra memang salah satu relawan yang aktif bersumbangsih. Namun di balik keaktifannya ternyata ada keterbatasan yang dimilikinya. Sejak tahun 2011, Hendra sering mengalami pingsan. Ia pun mulai berobat ke dokter, ternyata mengalami gangguan irama jantung. Kondisi jantungnya menjadi lemah, kesehatannya semakin menurun. Hingga pada tahun 2012, Hendra harus memasang alat pacu jantung. Sejak saat itu, ia hanya berbaring istirahat di rumahnya. Bukan hanya fisik yang mengalami kondisi terpuruk, batinnya pun terpukul tidak bisa menerima keadaan. Ia yang awalnya sehat bugar dan bekerja dengan lancar untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tiba-tiba harus dihadapkan pada kondisi sakit yang parah. Ia pun shock. “Ketika dokter bilang harus pasang (alat pacu jantung-red) cukup sedih sekali, saya nangis, saya keinget masih ada papa. Saya pasti akan merepotkan papa, harusnya saya yang menjadi sandaran papa tapi saya harus menjadikan papa sebagai sandaran,” ucap Hendra menceritakan kisahnya.

    Kondisi yang dirasakan Hendra telah membuat dirinya makin terpuruk dan tidak percaya diri. Hal ini terbukti bahwa dirinya semakin menutup diri dan merasa malu untuk bertemu orang lain. Ia pun tidak pernah keluar rumah. Hingga akhirnya Ia berjodoh dengan Tzu Chi pada kegiatan bakti sosial. Hendra memperoleh bantuan pengobatan dan pendampingan dari relawan Tzu Chi. “Jadi pas acara bakti sosial ada salah satu Shixiong melakukan survei door to door supaya bantuan tepat sasaran. Lalu Shixiong menyarankan agar mencoba mengajukan permohonan bantuan pengobatan kepada Tzu Chi di Pantai Indah Kapuk. Akhirnya saya coba dan ini menjadi awal mula jalinan jodoh saya dengan Yayasan Buddha Tzu Chi,” ucapnya.

    Selain relawan Tzu Chi, teman-teman kerjanya juga memberikan perhatian dengan sering mengunjunginya untuk memberikan support semangat. “Mereka ada yang datang ke rumah, ada yang kasih buku. Mereka support banget supaya saya bisa bangun dan bangkit serta move on enggak terus meratapi (kesedihan),” ungkapnya.

    Kegiatan apapun selalu dikerjakan dengan penuh sukacita. Hendra juga ringan tangan membantu tim medis setiap memerlukan bantuannya usai menghibur pasien.

    Bangkit dan Bersumbangsih

    Banyaknya dorongan semangat dari orang-orang yang peduli dengannya, Hendra pun mulai bangkit dan berdiri dari keterpurukannya. Ia mulai membuka diri dan bersosialisasi, bahkan ia juga mulai membangkitkan niat baiknya dengan bersumbangsih kepada sesama. “Saya diajak Shijie Sely kegiatan kunjungan kasih. Saya lihat masih ada yang lebih menderita, tidak beruntung dibandingkan saya. Jadi saya coba interopeksi diri, menghibur dan membangkitkan diri supaya bisa lebih semangat ke depannya,” katanya, “Saya ingat benar itu adalah titik balik saya.” Hendra pun terus mengikuti kegiatan kunjungan kasih yang dilakukan oleh Tzu Chi.

    Bukan hanya kegiatan kunjungan kasih yang dilakukan Hendra, ia juga makin giat bersumbangsih dengan menjadi relawan pemerhati rumah sakit dan kegiatan pelestarian lingkungan. Meskipun awalnya ia sempat merasa ragu lantaran kemampuan dan keterbatasan yang dimilikinya, namun semua bisa terlampaui. Menjadi relawan pemerhati rumah sakit banyak pekerjaan yang dilakukannya mulai dari menghibur pasien, melipat kain kasa, membantu apoteker, dan lain sebagainya. Bagi Hendra semua pekerjaan yang dilakukan memiliki makna yang dapat dipelajari. “Jadi saya mau membalas yayasan dan para relawan dengan mengikuti kegiatan Tzu Chi. Saya baru tahu ternyata melipat kain kasa itu kita telah menjalin jodoh baik,” akunya.

    Juga aktif dalam pelestarian lingkungan yaitu memilah sampah daur ulang di depo pelestarian lingkungan Tzu Chi.

    Memiliki kesempatan melakukan kebajikan dengan kondisi kesehatan yang bergantung pada alat pacu jantung, Hendra mengaku merasa tidak banyak yang bisa dikerjakan. Namun begitu ia merasakan kebahagiaan tersendiri. “Merasa senang. Bukan karena melihat pasien yang menderita tetapi karena bisa lebih menghargai berkah jika dibandingkan dengan pasien yang saya kunjungi. Saya lebih bisa menerima sakit yang saya derita,” ucap Hendra, “Tapi puji Tuhan masih bisa bangkit hingga saat ini masih bisa bersumbangsih. Padahal awalnya saya pikir hanya bisa berserah tangan menerima bantuan, ternyata banyak kegiatan lain yang bisa saya lakukan senang sekali.”

    Meskipun begitu, Hendra terkadang masih merasa malu dengan kondisi tubuhnya yang lunglai dan lamban jika berjalan akibat pengaruh dari kesehatan jantungnya. “Kadang waktu saya berobat berpapasan dengan orang suka lihat saya dan menertawakan (cara jalan) saya, sempat minder kalau ketemu orang,” kisahnya. “Tapi sekarang jika ada orang yang seperti itu, saya balik lihat dia dan tersenyum. Jadi kadang mereka yang mau tertawakan malah nggak jadi. Saya berusaha tidak minder dikeramaian walau banyak orang yang ketawa,” tambahnya.

    Banyak pelajaran hidup yang dirasakan Hendra setelah berkegiatan di Tzu Chi yaitu pantang menyerah dan bangkit dari keterpurukan.

    Selama bersumbangsih di Tzu Chi, banyak hal yang dirasakan Hendra termasuk pelajaran yang bisa dimaknai dalam menjalani kehidupannya. Tidak menyerah dan bangkit walaupun dihadapkan pada kondisi yang sulit. “Ada dua pilihan apakah kita mau terpuruk meratapi atau kita coba bangkit berdiri untuk buka satu lembaran baru lagi. Jadi melihat ke depan karena kita hidup untuk masa depan,” ujar Hendra mantap. Menurutnya banyak orang hingga saat ini mengalami keterpurukan akibat penyakit. Namun ia berharap orang lain yang menderita penyakit sepertinya ataupun penyakit lainnya bisa bangkit dan bersumbangsih untuk melayani sesama. “Harus berpikir untuk bangkit, tidak boleh terus menerus terpuruk meratapi. Bergerak bangkit itu bagaimanapun sulitnya masih lebih baik dibandingkan duduk diam meratapi terus berlarut-larut dalam kesedihan,” ungkapnya. “Walaupun sulit tapi harus dicoba, jangan menyerah,” ujarnya berpesan. Ia juga menyatakan rasa syukurnya atas kesempatan baik bisa menggarap ladang berkah berkegiatan di Tzu Chi.

     

    Sely Meting, relawan Tzu Chi yang mendampingi Hendra mengaku senang dan terharu akan perubahan diri yang dialami Hendra selama ini.

      Menjadi Makin Giat

      Sely Meting, relawan pendamping Hendra sejak awal hingga sekarang merasa turut bersukacita dengan perkembangan Hendra yang terus membaik. Melihat Hendra yang terus menggenggam kesempatan untuk bersumbangsih tentu memberikan rasa haru bagi relawan pendampingnya. “Saya senang sekali (Hendra) bisa ikut kegiatan, awalnya susah untuk diajak,” kata Sely tersenyum.

      Selama mengenal dan mengikuti kegiatan Tzu Chi, banyak perubahan diri yang dilihat Sely dari diri seorang Hendra. Ia sungguh bersyukur dengan perubahan penerima bantuan (gan en hu) yang didampinginya tersebut. Pemuda pemurung dan lemah yang dikenalnya ketika awal melakukan survei, sudah berubah menjadi pribadi kuat, percaya diri, dan murah senyum kepada semua orang. “Dulu dia ngomongnya lesu, kalau tidak ditanya tidak menjawab. (Sekarang) di kegiatan bisa berinteraksi, bisa tertawa. Sekarang satu langkah saja sudah bisa dilakukan sendiri,” ujar relawan yang aktif di misi amal ini.


      Artikel Terkait

      Kisah Veky Yohanes, Hidup Sebatang Kara Dengan Sakit Jantung dan Diabetes

      Kisah Veky Yohanes, Hidup Sebatang Kara Dengan Sakit Jantung dan Diabetes

      25 Juni 2021

      Veky bercerita sudah dibantu oleh Tzu Chi sejak 4 tahun lalu. Awalnya Veky mendapat bantuan pengobatannya namun, karena Veky terdampak pandemi ia kemudian mendapat bantuan biaya hidup dari Tzu Chi.

      Bedah Jantung Reza Rezaie, Sang Pencari Suaka

      Bedah Jantung Reza Rezaie, Sang Pencari Suaka

      24 Mei 2018
      Reza Rezaie adalah salah seorang pencari suaka asal Afganistan yang memperjuangkan hidupnya di Indonesia menjalani operasi bedah jantung di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta Barat.
      Melawan Keterbatasan untuk Bersumbangsih

      Melawan Keterbatasan untuk Bersumbangsih

      14 Juni 2016
      Sakit jantung tak menghalangi Hendra untuk menjadi relawan di Tzu Chi. Di Tzu Chi, Hendra adalah relawan pemerhati rumah sakit, juga aktif pada misi pelestarian lingkungan. Apa yang membuat Hendra tetap bersemangat menjadi relawan?
      Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
      - Kata Perenungan Master Cheng Yen -