Melawan Rasa Malu dengan Semangat

Jurnalis : Arimami Suryo A, Fotografer : Arimami Suryo A

Kebahagiaan Dessy Chandra saat dikunjungi relawan Tzu Chi. Dalam kesempatan ini, relawan juga memberikan buku-buku untuk dibaca dan menambah wawasan Dessy.

Gangguan autoimun adalah kondisi saat sistem kekebalan tubuh manusia menyerang sel tubuh yang sehat, alih-alih melindunginya. Penyebabnya bisa muncul karena banyak faktor, mulai dari keturunan hingga gaya hidup yang tidak sehat. Gangguan ini pun bisa terjadi sangat panjang bahkan bisa sampai seumur hidup. Begitu pula yang dialami Dessy Chandra (18), penerima bantuan Tzu Chi yang menderita penyakit Pemfigus Vulgaris (penyakit autoimun langka yang menyebabkan lepuh menyakitkan pada kulit dan selaput lendir).

Awal mula penyakit ini menyerang Dessy pada tahun 2018. “Waktu itu berenang, menggunakan kaca mata renang, terus di sekitar hidung luka. Sudah diobati dengan obat luka lecet, salep, dan lainnya tetapi enggak sembuh-sembuh,” kenang Dessy. Beberapa hari setelah kejadian itu, mulai ada benjolan kecil berisi air (melenting) di kulit pada beberapa bagian tubuh Dessy.

“Rok basah, pakaian basah dan lengket, kalau pecah perih,” jelas Dessy. Awalnya orang tua Dessy berasumsi bahwa itu adalah cacar air, karena sejak bayi Dessy belum pernah terkena cacar. Untuk pemulihan, Dessy kemudian diisolasi dan sempat menggunakan pengobatan alternatif tetapi tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Setelah semakin meluas, Dessy baru dibawa ke klinik kesehatan dan diduga terkena infeksi kulit. Selanjutnya Dessy dibawa ke rumah sakit besar untuk diagnosa lebih lanjut.

“Perasaan saya saat itu sedih, nangis,” kenang Dessy.

Lina menunjukkan beberapa bekas lepuhan di kulit Dessy akibat penyakit Pemfigus Vulgaris kepada relawan Tzu Chi.

Setelah berada di salah satu rumah sakit di Batam, ia pun dirawat. Karena tidak bersekolah cukup lama, kepala sekolah dan teman-teman Dessy kemudian berinisiatif untuk menjenguk dan mendoakan kesembuhan Dessy. Tetapi karena kondisi kulit di wajah dan beberapa bagian badan mulai memburuk, ada perasaan malu dan enggan menemui teman-temannya saat itu.
“Aku enggak mau buka mata, enggak mau lihat mereka, pura-pura tidur,” ungkap Dessy. Sampai-sampai kaca kamar mandi di ruangan tempat Dessy dirawat pun ditutupi dengan kain. “Pokoknya enggak berani lihat diri sendiri, kalau lihat takut, nangis. Apalagi kalau mandi, perih banget, teriak-teriak nangis,” katanya.

Setelah dibiopsi di rumah sakit tersebut, untuk lebih memastikan kondisi Dessy, ia kemudian dirujuk ke Jakarta (RSCM). “Dibiopsi lagi ternyata hasilnya sama (Pemfigus Vulgaris),” kata Dessy. Sebelum sakit, Dessy juga sudah dibantu Tzu Chi Batam untuk pembayaran uang sekolah. Setelah sakit dan harus berhenti sekolah, Tzu Chi mendampingi dan membantu proses pengobatan Dessy mulai dari biaya kost, biaya hidup, dan biaya obat serta pengecekan laboratorium yang tidak ditanggung BPJS.

Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat, Jie Tju Foeng membetulkan posisi penyangga tulang yang dipakai Dessy setiap hari. Hal ini dilakukan karena efek samping obat yang dikonsumsi Dessy ternyata berimbas kepada pengeroposan tulang belakang.

Semenjak di Jakarta, Dessy juga sempat dirawat di RSCM dan juga kost di wilayah Salemba, Jakarta Pusat bersama ibunya Lina (42) yang mengurus Dessy. Sedangkan ayahnya tetap tinggal di Batam dan bekerja sebagai pengemudi ojek online (Ojol). “Rasanya hancur hati, sekeras-kerasnya nangis. Kenapa bisa kena penyakit kayak gini,” ungkap Lina tentang kesedihan saat tahu anaknya terkena penyakit autoimun yang menyerang kulit. “Sempat putus asa juga, tapi ya cari di mana saja (pengobatan) yang penting bisa sembuh,” tambah Lina.

Setelah beberapa tahun serangkaian pengobatan, kondisi Dessy perlahan mulai membaik dengan pengawasan dokter. Pengobatan juga masih berjalan hingga sekarang karena penyakit autoimun yang diderita Dessy terkadang kambuh dan belum ditemukan secara pasti penyembuhannya. “Kalau sekarang bersyukur banget, senang banget, kalau ingat sakitnya sedih banget. Bapaknya juga bilang berjuang untuk kesembuhan dia, relawan juga doain Dessy cepat sembuh,” kata Lina.

Berdamai dengan Keadaan
Tentunya bukan hal yang mudah bagi Dessy harus menerima kondisinya. Di usianya yang masih remaja, kulitnya harus rusak akibat penyakit autoimun. Dari yang tadinya sedih, marah, menangis, bahkan sampai takut melihat diri sendiri, kini Dessy sudah bisa berlapang dada menerima keadaannya.

Tanpa rasa malu dan minder, Dessy menunjukkan foto-foto saat pertama kali terkena penyakit Pemfigus Vulgaris. Tampak bagian wajahnya melepuh sebelum menyebar ke beberapa bagian tubuh lainnya.

“Aku itu sudah capek, tiap mandi nangis teriak, tiap hari minum obat. Jadi capek aku rasanya kan tiap hari gitu-gitu aja. Kalau bisa, tidur terus besoknya langsung buufffff…., sembuh. Ternyata sama saja, ya sudah jalani aja,…..hahaha,” kata Dessy. “Shijie dari Tzu Chi Batam dan Tzu Chi Jakarta juga semangatin, jangan pikirin penyakitnya, happy-happy saja. Jadi ya jalani saja, seolah-olah enggak sakit,” tembahnya.

Tidak berhenti sampai di sini, saat tidak kambuh dan ingin keluar, Dessy pun harus melindungi kulitnya dari paparan sinar matahari langsung dan omongan orang yang melihat kondisinya. “Awalnya agak minder sih, kalau keluar tutup topi, pakai jaket, celana panjang, pokoknya semua ketutup,” jelas Dessy. Bahkan terkadang ada orang yang nyeletuk saat melihat kondisi kulitnya.

“Cuma ngomong gitu ‘kasihan masih muda udah kaya gini’ gitu. Tapi Dessy enggak berani bilang jangan kasihani aku. Dalam hati cuma bilang sabar, pasti bisa sembuh walaupun kata dokter enggak bisa sembuh total. Yang penting jangan kambuh lagi itu sudah bersyukur,….hahaha,” ungkap Dessy.

Untuk mengasah kemampuan bahasa asing, dalam kesempatan kunjungan kasih ini Jie Tju Foeng juga mengajak berbicara dengan bahasa Mandarin yang dipelajari Dessy secara online.

Walaupun kondisinya sudah berbeda dengan dulu dan sempat putus sekolah, semangatnya tetap menuntun Dessy untuk kembali mengenyam pendidikan saat kondisinya sudah memungkinkan nanti. “Mau kejar paket dan ijazah, biar bisa kerja haha,” harap Dessy. “Terima kasih buat Tzu Chi, karena tahu Dessy sakit, Tzu Chi juga bantu pengobatannya sampai bisa seperti sekarang ini,” tambahnya.

Saat dikunjungi relawan Tzu Chi pada Jumat, 9 Juni 2023, Dessy tampak ceria. Kedatangan relawan kali ini selain menjenguk dan melihat kondisi Dessy juga membawakan bingkisan berupa paket sembako dan buku-buku untuk dibaca Dessy. Setelah dipersilahkan masuk, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat, Jie Tju Foeng segera menyapa dan menghampiri Dessy seraya memberikan buku.

Selain melihat kondisi Dessy, relawan juga membawakan bingkisan sembako dari Tzu Chi untuk Dessy dan ibunya Lina.

Kemudian Jie Tju Foeng, Lina, dan Dessy pun saling berbicara tentang perkembangan kondisi Dessy. Yang lebih membahagiakan lagi, Dessy juga sudah belajar bahasa Mandarin secara online. Di tengah kunjungan ini pun Jie Tju Foeng dan Dessy menyempatkan untuk saling berbicara dengan bahasa Mandarin sekaligus mengasah kemampuan Dessy.

“Saya diperlihatkan foto-fotonya Dessy waktu pertama sakit dan juga dari bagian bakti amal itu kondisinya parah sekali. Kok bisa ya melawan sakit yang sedemikian rupa ya? Begitu ketemu, saya melihat bukan semangatnya saja, tapi kekuatan dari seorang Dessy punya keyakinan mau sembuh. Melawan rasa malunya dengan semangat,” ungkap Jie Tju Foeng.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Menebar Cinta Kasih Melalui Kunjungan Kasih ke Rumah Lansia

Menebar Cinta Kasih Melalui Kunjungan Kasih ke Rumah Lansia

13 November 2018
Dengan semangat yang tak kenal lelah untuk terus menebarkan cinta kasih, pada tanggal 25–27 Oktober 2018, relawan Tzu Chi Sinar Mas dari Xie Li Kalimantan Selatan 2 melaksanakan kunjungan kasih kepada para lansia di Desa Sangsang, Tamiang Bakung, Tebing Tinggi, Geronggang, dan Sepapah.
Cinta Kasih untuk Ceisya

Cinta Kasih untuk Ceisya

19 April 2018
Relawan Tzu Chi Pekanbaru mengunjungi Ceisya yang berusia 3,5 tahun, salah satu Gan En Hu atau penerima bantuan Tzu Chi Pekanbaru pada Minggu, 15 April 2018. Saat relawan datang, Ceisya sedang berbaring bersama kakaknya, Revan (8) dan ibunya, Asrida (33). Ceisya dan kakaknya menyambut relawan dengan gembira.
Menebar Kasih untuk Generasi Penerus Bangsa

Menebar Kasih untuk Generasi Penerus Bangsa

25 September 2018
Udara yang cukup panas siang itu tak mengurungkan kaki-kaki mungil anak-anak Paud Little Hoopoe untuk mendatangi lokasi kunjungan kasih di sebuah tempat yang terletak di belakang Tangerang City Mall. Tempat itu bernama Yayasan Semanggi, Rumah Singgah dan Belajar.
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -