Suasana kegiatan donor darah yang diadakan relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat (Xie Li Sunter) bekerja sama dengan PMI dan Sekolah Ekayana Dharma Budhi Bhakti.
Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat (Xie Li Sunter) kembali mengadakan kegiatan donor darah bekerja sama dengan PMI serta Sekolah Ekayana Dharma Budhi Bhakti pada Sabtu, 20 September 2025. Kegiatan yang melibatkan 14 relawan Tzu Chi bersama 8 petugas medis PMI ini berhasil mengumpulkan 53 kantong darah.
Salah satu pendonor adalah Guito Ondara (58), warga Sunter STS III dengan golongan darah O+. Ia telah mendonorkan darahnya sebanyak 141 kali sejak usia 17 tahun. “Awalnya saya takut karena jarumnya besar, tapi setelah mencoba, badan justru terasa segar. Sejak itu saya rutin mendonor setiap dua bulan,” kenangnya.
Bagi Guito, donor darah bukan sekadar kebiasaan, melainkan wujud nyata menolong sesama. Ia pun mendorong keluarganya untuk turut serta. Sang istri, meski sempat vakum tiga tahun karena HB rendah, kini kembali aktif mendonor, begitu juga anak bungsunya yang sudah beberapa kali mengikuti jejak ayahnya.
Guito Ondara tampak mendaftar untuk mengikuti donor darah yang digelar di Sekolah Ekayana Dharma Budhi Bhakti, sebelum menjalani tahapan berikutnya.
Guito pernah tersentuh saat bertemu keluarga anak penderita talasemia yang sangat membutuhkan darah. Ia bahkan bertukar nomor telepon dengan sang ibu untuk saling membantu ketika persediaan darah langka. “Melihat langsung orang yang terbantu dari darah kita, itu luar biasa,” ujarnya.
Tak hanya melalui donor darah, Guito juga aktif berbagi lewat Celengan Bambu Tzu Chi, terinspirasi dari tayangan kisah nyata di Daai TV. “Sedikit demi sedikit, dengan ketulusan, bisa membantu banyak orang,” tambah Guito.
Aldila Riska Pramudita tampak menjalani proses donor darah, menyalurkan setetes demi setetes kehidupan melalui jarum selang infus.
Kisah lain datang dari Aldila Riska Pramudita (23), warga Sunter Agung. Ia datang bersama ibunya, Atun Tri Paryanti, dan Ibu RT untuk mendonorkan darah. Bagi Aldila, donor darah bukan sekadar kegiatan sosial, melainkan balas budi atas pengalaman pribadi. “Saya pernah melihat mama mengalami pendarahan hebat dan harus transfusi darah. Beruntung ada yang mendonorkan dan cocok, hingga mama bisa selamat,” tuturnya. Pengalaman itu membuatnya semakin mantap mengajak sang ibu ikut donor.
Atun Tri Paryanti pun mengamini bahwa setelah dibantu orang lain, ia juga berniat untuk ikut membantu lewat donor darah. “Setelah menerima cinta kasih dari orang lain, kini saya juga ingin berbagi untuk yang membutuhkan. Semoga bisa rutin donor setiap tiga bulan,” kata Atun Tri Paryanti.
Aldila sendiri aktif di kegiatan pengajian dan sosial, termasuk membantu konsumsi dalam acara sunat massal. Ia pun tertarik untuk mengenal lebih jauh tentang kerelawanan Tzu Chi. “Kita bisa berbuat kebaikan tanpa memandang siapa orangnya. Itu yang penting,” ucapnya penuh semangat.
Handi, melayani dengan ramah para calon pendonor sejak pagi hari. Selain bertugas di bagian pendaftaran, ia juga turut memberikan sumbangsih dengan menjadi salah satu pendonor.
Dengan penuh senyum, Natalie, relawan Tzu Chi, menyerahkan bingkisan sebagai tanda apresiasi kepada Aldila usai mendonorkan darah.
Dalam kegiatan ini, relawan Tzu Chi juga hadir memberi dukungan. Salah satunya Handi, relawan kembang Tzu Chi, yang merasa bahagia dapat meluangkan waktu dan tenaga. “Saya bertekad melakukan hal-hal positif sesuai kemampuan saya. Tapi saya tidak ingin terlalu banyak mengutarakan kebaikan yang saya lakukan, karena khawatir akan mengurangi nilainya dan bisa menumbuhkan kesombongan,” ujarnya dengan rendah hati.
Kegiatan donor darah ini tidak hanya berhasil mengumpulkan kantong darah, tetapi juga menyatukan kisah inspiratif penuh cinta kasih. Dari pendonor setia hingga generasi muda yang tergerak karena pengalaman pribadi, semua menunjukkan satu hal: setetes darah mampu menyelamatkan nyawa, dan setulus hati mampu menumbuhkan harapan.
Editor: Arimami Suryo A.