Menapak Jalan Menuju Masa Depan

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Anand Yahya
 
foto

Anak-anak Sekolah Dasar Negeri 10 Banda Aceh beranjak pulang dari sekolah menuju rumahnya yang hanya beberapa meter saja dari rumahnya.

 

 

 

Gedung Sekolah Dasar Negeri 10 diam di bawah langit kelabu. Siang itu, 13 Agustus 2009, Perumahan Cinta Kasih Panteriek tak terlalu panas seperti biasanya. Hujan sempat turun beberapa jam lalu. Pukul 13.00, anak-anak baru saja pulang sekolah. Mereka berjalan kaki menyusuri jalan berpaving block dan berbelok ke gang cinta kasih rumah mereka.

 

 

 

 

 

Lima Belas Menit dari Rumah
Gebrina Nova berjalan beriringan dengan teman-temannya. Mereka bercanda sambil tertawa-tawa dengan dialek khas Acehnya. Semua siswi ini berkerudung, berkemeja putih lengan panjang, dan rok merah panjang. Sebagai daerah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, Aceh sangat kuat menganut hukum Islam yang mewajibkan kaum perempuan menutup anggota tubuh mereka. Tangan kanan Nova memegang payung warna merah yang serasi dengan seragam sekolahnya, tampaknya tadi pagi pun turun hujan. Di suatu persimpangan, rombongan ini berpisah, Nova melanjutkan jalannya ke rumahnya di Cinta Kasih Timur 6 Nomor 29.

Gadis cilik yang duduk di kelas 5 SD ini adalah bungsu dari keluarga M. Zaini dan Aslinda. Seperti sebagian penghuni perumahan ini, ayahnya juga seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Zaini sudah lama bekerja di kantor walikota, di bagian Keistimewaan (administrasi atau pencatatan keuangan –red). Ia mendaftar ke SDN 10 sejak kelas 2. ”Abis tsunami kita ngungsi di barak dekat stadion. Di sana ada bangun SD gitu-gitu aja. Di sana sudah SD lalu kita dapat rumah di sini,” Aslinda menerangkan. Kondisi sekolah di dekat barak itu sangat sederhana, berdinding tripleks. Sewaktu keluarganya pindah, Nova memang baru setengah menjalani kelas 1, sehingga setiap hari ayahnya mengantar jemput Nova di sela waktu kerjanya di kantor.

foto  foto

Ket : - Kendaraan becak motor yang menjadi ciri khas di Banda Aceh sedang melintas di depan pintu utama
           Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Desa Panteriek, Banda Aceh.  (kiri)
         - Nova (kiri) bergembira bersama teman-teman sekolahnya. Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Panteriek ini            memberikan rumah bagi korban tsunami dan fasilitas sekolah yang satu lokasi dengan perumahan. (kanan)
           

Aslinda sehari-hari lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Kakak tertua Nova belum lama menyelesaikan akademi dan sudah menjadi seorang polisi, sementara kakak keduanya baru masuk menjadi mahasiswa di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Untuk alasan-alasan pendidikan ini, Aslinda menyatakan ia sudah beberapa kali menguras tabungannya. Maka, meski berkeinginan menambah sedikit ruangan di rumah mereka di Panteriek itu, Aslinda harus bersabar.

Keluarga beranggotakan 5 orang itu hidup tenteram di rumah kecil mereka dengan memaksimalkan fungsi ruang yang ada. Ruangan ditata apik dan rapi. Nova sendiri sepulang sekolah, biasa beristirahat sebentar di rumah lalu pergi mengikuti les (bimbingan belajar). ”Dia rajin, kayak pulang sekolah ni makan, mandi, ganti baju, dia les lagi. Tempat Cina (keturunan Tionghoa –red) tu, di Barat 7. Jam 2 mulai les, pulang jam 4, trus main sebentar. Abis Maghrib jam 6 pergi ngaji, baru pulang jam 9 malam,” sang ibu menyebut satu per satu kegiatan putri bungsunya. Aslinda mengaku merasa nyaman tinggal di perumahan yang ditinggalinya 4 tahun terakhir ini, tanpa banyak masalah dengan para tetangga barunya. ”Kita senang saja tiap hari, tertawa-tawa, dipikir orang banyak uang, padahal uang tak ada,” katanya sambil tertawa.

foto  foto

Ket : - Aslinda, warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Panteriek, Banda Aceh, sudah 4 tahun tinggal di perumahan
           ini dan merasa senang dengan para tetangganya yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan.  (kiri)
         -Wancin, warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi yang tinggal di jalan Perumahan Cinta Kasih Barat 7 No. 10 .            sedang memberikan les tambahan bagi anak-anak sekolah dasar di rumahnya.   (kanan)
           

Membimbing Semua Anak
Setiap sore mulai pukul 14.00, sekitar 5 atau 6 anak berjalan menuju rumah di Gang Cinta Kasih Barat 7 nomor 10. Di rumah itu tinggal Wan Cin bersama suami dan seorang anaknya. Tak lama setelah ia mulai pindah masuk ke perumahan ini dan sekolah mulai beroperasi, Wan Cin melihat bahwa anak-anak sekolah belum memiliki tempat bimbingan belajar selepas jam sekolah.

Sejak masih lajang, Wan Cin memang sudah menggeluti bidang ini. Saat ini, ada 20 anak di Perumahan Cinta Kasih Panteriek yang mengikuti kelas bimbingannya. Anak-anak itu mulai dari tingkat TK sampai dengan SD kelas 6. Seorang cukup membayar 100 ribu rupiah setiap bulannya.

Warga Panteriek berasal dari latar belakang yang beragam. Murid-murid bimbingan Wan Cin ada yang merupakan anak dari PNS sampai dengan anak tukang becak. Dan di mata Wan Cin, sedikit pun mereka tak berbeda, termasuk dalam perihal belajar. ”Namanya anak, pasti ada yang kemampuannya (daya tangkap) lebih, ada yang kurang. Maka kita harus mengerti dan bisa sabar,” katanya di sela-sela jam bimbingan.

 

 

 

Artikel Terkait

Kesabaran Saat Menghadapi Tantangan

Kesabaran Saat Menghadapi Tantangan

15 Juni 2017

Kelas budi pekerti Er Dong Ban dan Tzu Shao Ban menghadirkan metode belajar yang baru. Anak-anak diajak untuk berpikir dan melakukan apa yang diajarkan dalam kelas.

Berbagi Sukacita dalam Dharma

Berbagi Sukacita dalam Dharma

03 April 2024

Triana mengajak 15 partisipan menyelami intisari yang terkandung dalam video Master Cheng Yen Bercerita berjudul “Roti Khayalan”. Berkisah tentang dua sahabat baik yang melakukan perjalanan wisata bersama. Namun di tengah perjalanan, mereka malah saling berkelahi.

Suara Kasih : Empat Misi Tzu Chi

Suara Kasih : Empat Misi Tzu Chi

08 Juli 2010
Saya tak hanya berterima kasih kepada para Bodhisatwa yang ada di sini, melainkan juga berterima kasih kepada insan Tzu Chi dari 52 negara. Karena iklim di seluruh dunia berbeda-beda, maka insan Tzu Chi di 52 negara menghadapi cuaca yang berbeda-beda pula
Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -