Shu Tjeng bercerita tentang kisah Tzu Chi sebagai bekal dasar bagi peserta pelatihan agar lebih memahami riwayat Tzu Chi sehingga tumbuh keyakinan dan kesungguhan hati relawan dalam menjalani kegiatan Tzu Chi.
“Selamat datang di Pelatihan Relawan Abu Putih I tahun 2026. Hari ini merupakan awal perjalanan menjadi bagian dalam keluarga besar Tzu Chi, menebar cinta kasih dan kebaikan,” sambut pemandu acara Sani Husiana membuka Pelatihan Relawan Abu Putih I 2026 yang berlangsung pada Minggu, 23 November 2025 di Kantor Tzu Chi Medan.
Sebanyak 112 relawan mengikuti pelatihan bertema “Menyadari Berkah, Menghargai Berkah, Menciptakan Berkah Kembali” yang didukung 50 relawan panitia. Tema ini mengingatkan para relawan bahwa setiap langkah dan kesempatan untuk berbuat baik adalah berkah yang patut disadari dan dihargai. Dengan kesadaran ini, kita menciptakan berkah kembali bagi sesama dan dunia.
“Master Cheng Yen selalu mengingatkan bahwa berbuat kebajikan perlu menyertakan kebijaksanaan. Melalui pelatihan ini, para relawan tidak hanya belajar apa itu Tzu Chi, tapi juga memaknai filosofi Tzu Chi. Dengan pelatihan ini, diharapkan para relawan memperoleh pemahaman bahwa sebagai insan Tzu Chi tidak hanya bersumbangsih, juga dapat menumbuhkan hati welas asih dan kebijaksanaan,” kata kordinator kegiatan, Imelda.
Shu Tjeng, relawan senior Tzu Chi mengawali pelatihan dengan materi kisah Tzu Chi, mulai dari ketika Master Cheng Yen meninggalkan rumah untuk mencari makna kehidupan secara lebih mendalam kemudian memutuskan menjadi seorang biksuni yang mengabdikan hidupnya untuk melayani semua orang, pertemuannya dengan Mahabiksu Master Yin Sun yang memberi arah melalui enam kata“Demi ajaran Buddha, demi semua makhluk.”
Peristiwa bercak darah dan kunjungan biarawati Katolik menggerakkan hati Master Cheng Yen sehingga bertekad mengulurkan tangan melalui bantuan kemanusiaan, masa celengan bambu, upaya dan perjuangan tanpa kenal lelah mendirikan misi amal, kesehatan dan pengobatan, pendidikan, budaya humanis hingga perkembangan Tzu Chi sampai tersebar ke 68 negara dan telah memberikan bantuan ke 136 negara. Materi ini sebagai bekal dasar bagi peserta pelatihan agar lebih memahami riwayat Tzu Chi sehingga tumbuh keyakinan dan kesungguhan hati relawan dalam menjalankan kegiatan Tzu Chi.
Tidak ketinggalan pula dijelaskan prinsip Tzu Chi yakni bersumbangsih tanpa pamrih dan cinta kasih universal, filosofi Tzu Chi berupa gan en (bersyukur), zun zhong (menghormati), ai (cinta kasih) serta visi dan misi Tzu Chi. Shu Tjeng mengajak peserta untuk meneladani apa yang telah dialami dan dilakukan Master Cheng Yen untuk membantu orang-orang menderita.
“Master Cheng Yen telah melewati semuanya, tenaga, pikiran, juga air mata, itu tidak mudah. Master telah membuka pintu kebajikan bagi kita dan bertekad tidak akan menutupnya. Semoga ini dapat menjadi dorongan semangat bagi shixiong shijie dalam mengemban misi Tzu Chi,” pesan Shu Tjeng kepada peserta.
Pembekalan materi tata krama oleh Rita, disertai peragaan langsung oleh relawan agar peserta dapat memahami dengan lebih jelas dan detail.
Materi yang tak kalah penting adalah tata krama Tzu Chi yang dibawakan oleh Rita. Sesuai kata perenungan Master Cheng Yen, “Keindahan suatu kelompok bergantung kepada pelatihan diri setiap individu”, keindahan bersumber dari tata krama berupa susunan norma atau aturan yang harus diikuti relawan Tzu Chi sebagai pelatihan diri agar tercipta keselarasan, ketertiban dan keindahan budaya humanis yang membedakan Tzu Chi dengan organisasi yang lain. Tata krama ini meliputi posisi tangan Anjali, samadhi, wen xun, posisi berjalan, berdiri, duduk, tidur, berbusana dan etika makan.
Supaya dapat dipahami dengan jelas, materi ini disampaikan dengan peragaan oleh relawan dan interaksi dengan peserta. Pengetahuan tata krama ini langsung dipraktikkan peserta saat makan siang. “Tata krama sangat penting sebagai cerminan kesetaraan, keharmonisan dan keindahan. Dengan adanya tata krama, Master berharap tidak ada perbedaan di antara relawan. Semua relawan setara dan seragam,” terang Rita.
Handra Sikoko membawakan materi Budaya Kemanusiaan Tzu Chi yakni gan en (bersyukur), zhun zhong (menghormati) dan ai (cinta kasih) yang merupakan prinsip dasar yang harus dimiliki insan Tzu Chi.
Setelah mengetahui kisah Tzu Chi dan tata krama, tentu diperlukan suatu prinsip yang menjadi pedoman bagi relawan dalam berkegiatan di Tzu Chi. Handra Sikoko membawakan materi Budaya Kemanusiaan Tzu Chi yakni gan en (bersyukur), zhun zhong (menghormati) dan ai (cinta kasih) yang merupakan prinsip dasar yang harus dimiliki insan Tzu Chi. Tiga prinsip ini merupakan budaya interaksi antar manusia sebagai teladan yang diwariskan turun temurun dan mendasari semua misi yang ada di Tzu Chi. Tidak hanya di Tzu Chi, prinsip dasar ini juga diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya akan mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian.
Materi ini dibawakan dengan gaya bahasa ringan melalui kata-kata perenungan Master Cheng Yen, seperti “Hendaknya kita bisa bersyukur setiap saat, di mana saja, terhadap setiap orang dan terhadap berbagai hal.” (bersyukur), “Hanya orang yang bisa menghargai dirinya sendiri, baru memiliki keberanian untuk bersikap rendah hati.” (menghormati), “Cinta kasih tidak hanya di dalam hati, juga harus ditunjukkan dalam tindakan nyata.” (cinta kasih).
Hal yang juga penting adalah karakteristik budaya kemanusiaan Tzu Chi yakni senyuman, melakukan sendiri / turun lapangan, rendah hati, penuh pengertian dan perilaku yang lembut. Melalui materi ini, peserta pelatihan diharapkan bersikap welas asih terhadap mereka yang menderita sebagai pelimpahan jasa bagi orang-orang di sekitar kita. “Bersyukur ibarat air, menghormati ibarat sungai, cinta kasih ibarat samudera yang luas. Bersyukur dan menghormati menyebarkan cinta kasih ke seluruh dunia,” kata Handra menutup materi.
Imelda berbagi pengetahuan asal mula misi amal Tzu Chi.
Memasuki sesi amal, Imelda selaku koordinator bidang amal He Qi Jati berbagi pengetahuan asal mula misi amal Tzu Chi. Pada tahun 1966, Master Cheng Yen sudah melakukan kegiatan kemanusiaan untuk kaum fakir miskin yang diawali dari enam biksuni (Master Cheng Yen dan lima muridnya) beserta 30 ibu rumah tangga memperoleh dana dengan merajut sepatu bayi dan celengan bambu. Imelda menghimbau misi amal haruslah diterapkan di setiap komunitas dan relawan diharapkan ikut menjalankan misi amal. Relawan didorong untuk berpartisipasi dalam misi amal karena misi amal tidak hanya membantu orang, tapi juga merupakan cara untuk menumbuhkan kebajikan dan transformasi secara bathin bagi relawan sendiri.
Tujuan misi amal Tzu Chi selain meringankan penderitaan masyarakat, juga menginspirasi relawan untuk mengembangkan welas asih dan kepedulian serta membimbing penerima bantuan agar dapat mandiri dan berpartisipasi membantu orang lain sehingga tercipta siklus kebaikan yang berkelanjutan. “Berbuat amal bagi relawan bukan hanya sekedar membantu orang lain, juga latihan jiwa dan menumbuhkan benih kebajikan dalam diri sendiri,” ucap Imelda.
Peserta pelatihan disuguhi peragaan isyarat tangan lagu Xin Yuan (Ikrar Hati) yang indah oleh relawan tim isyarat tangan.
Melengkapi pelatihan yaitu peragaan isyarat tangan lagu Xin Yuan (Ikrar Hati) yang indah dan ice breaking yang dipandu Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi) serta sharing inspiratif oleh relawan Cynthia Yaputri dan Jenni Lo. Keduanya mengenal Tzu Chi dari tayangan drama di DAAI TV. Para peserta diajak untuk mendengarkan sharing pengalaman kedua relawan dari awal jalinan jodoh mereka dengan Tzu Chi hingga menjadi relawan dan mengemban tanggung jawab di berbagai misi Tzu Chi. Sharing relawan ini tentunya menambah wawasan dan memberikan motivasi yang kuat bagi peserta untuk lebih mantap dan yakin dalam menjalankan misi Tzu Chi. Cynthia berpesan kepada para peserta untuk tetap bersemangat dan bersungguh hati berkegiatan di Tzu Chi serta tetap menggenggam kesempatan dan jalinan jodoh yang ada.
“Tzu Chi merupakan ladang pelatihan diri dan ladang berkah yang sangat luas. Berkah tidak dinilai dari harta benda yang dimiliki, tapi bagaimana menjalani kehidupan yang bermanfaat. Dengan menghargai berkah, kehidupan akan lebih damai dan sejahtera,” pesan Jenni Lo kepada peserta. Ia mendorong peserta agar tidak takut jika diberikan tanggung jawab karena setiap orang memiliki potensi diri yang berbeda-beda. Dengan mengambil tanggung jawab, jiwa kebijaksanaan kita baru bisa terlatih dan berkembang.
Para peserta mendapatkan sukacita dan pembelajaran berharga dari pelatihan ini. Salah satunya Tety yang baru pertama kali mengikuti Pelatihan Relawan Abu Putih. Ia telah cukup lama mengenal Tzu Chi dan menjadi donatur sejak mengenal Tzu Chi, tapi belum bergabung dengan Tzu Chi karena kesibukan profesinya. Pada Mei yang lalu barulah ia mulai aktif mengikuti kegiatan Tzu Chi dan akhirnya memantapkan diri menjadi relawan. Ia mendapat kesan batin dari sesi Budaya Humanis Tzu Chi yaitu bersyukur, menghormati dan cinta kasih. “Kita harus senantiasa bersyukur, apapun itu keadaan kita. Dengan bersyukur, kita pasti akan merasa bahagia dan dapat melewati kondisi apapun. Jika tidak bersyukur, tentu akan selalu merasa kesulitan dan kekurangan,” ungkap Tety.
Para peserta pelatihan dan relawan panitia berfoto bersama setelah selesai pelatihan.
Lain lagi dengan Agus Salim, yang juga baru bergabung dengan Tzu Chi dan pertama kali mengikuti pelatihan. Ia dan istrinya mengenal Tzu Chi dari DAAI TV dan telah menjadi penonton setia DAAI TV selama 20 tahun. Setelah sekian lama, baru tahun ini mereka berjodoh dengan Tzu Chi. “Saya merasa sangat bersyukur dapat hadir di pelatihan ini, merupakan suatu berkah bagi saya dan istri saya. Banyak yang saya pelajari dari pelatihan ini. Semua materi yang diberikan memberikan hal-hal positif dan inspirasi untuk berbuat kebajikan dalam kehidupan. Saya yakin peserta lain juga memperoleh manfaat dan pembelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik,” tutur Agus Salim.
Pelatihan Relawan Abu Putih tidak hanya sekedar kegiatan, tapi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pembinaan relawan untuk memperkuat pemahaman relawan terhadap misi dan filosofi Tzu Chi serta menanamkan nilai-nilai cinta kasih terhadap sesama, kebijaksanaan dan budaya humanis. Melalui pelatihan ini, relawan diharapkan dapat mempraktikkan Dharma dalam kehidupan sehari-hari dan menyebarkan cinta kasih yang tulus kepada sesama.
Editor: Khusnul Khotimah