Mengenal Tzu Chi Sejak Dini

Jurnalis : Indri Hendarmin(He Qi Utara), Fotografer : Erli Tan

Novi Sri Intan memperkenalkan Tzu Chi dan sosok Master Cheng Yen kepada para bodhisatwa cilik.Novi Sri Intan memperkenalkan Tzu Chi dan sosok Master Cheng Yen kepada para bodhisatwa cilik.

Pada 6 Maret 2016, bertempat di Jing Si Tang PIK, Gedung Gan En Lou (Tower 1) Lantai 3, sebanyak 50 orang anak yang didampingi keluarga datang mengikuti kegiatan kelas Budi Pekerti Qin Zi Ban. Qin Zi Ban merupakan kelas Budi Pekerti untuk anak usia 5-7 tahun, dengan pendidikan dari kelas Taman Kanak Kanak hingga kelas 2 Sekolah Dasar. Qin Zi Ban merupakan satu kata dari bahasa Mandarin yang apabila diterjemahkan berarti hubungan antara orang tua dan anak. Di kelas Budi Pekerti ini setiap anak yang mengikuti pelajaran memang wajib didampingi oleh orang tua, bila orang tua berhalangan boleh diwakili oleh keluarga terdekatnya.

Novi Sri Intan, pembawa materi pelajaran pertama memperkenalkan Sosok Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi. Dalam penjelasannya Novi menuturkan bahwa Master Cheng Yen bersama bhiksuni di Griya Jing Si bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kesehariannya. “Master Cheng Yen mempunyai prinsip, Sehari tidak bekerja, sehari tidak makan,” jelas Novi kepada para siswa Qin Zi Ban.

Selain itu ada beberapa hal yang diajarkan oleh Novi pada sesi ini, yakni menyisihkan tabungan untuk membantu sesama. “Apakah ada yang tahu untuk apakah kita menyumbang,” tanya Novi, spontan salah satu siswa Qin Zi Ban, Edward Chandaka menjawab, “Membeli obat”. Edward Chandaka yang kini berusia 6 tahun ini datang bersama kedua orang tua dan adik perempuannya. Meskipun usianya masih belia ia sudah mempunyai jiwa sosial yang tinggi. “Aku mau bantu orang yang sakit,” ungkapnya.

Sebanyak  50 bodhisatwa cilik hadir dengan didampingi oleh masing-masing orang tua.

Para bodhisatwa cilik diajak untuk merasakan bagaimana penderitaan orang yang sakit kaki gajah, dengan cara mengikatkan bantal besar di kaki.

Materi Pelajaran yang ke dua adalah Tzu Chi Medis, dibawakan oleh Mei Hui. Anak-anak yang masih usia dini tentunya masih menginginkan banyak bermain-main, menyadari hal tersebut, Mei Hui mengenalkan rumah sakit Tzu Chi dan mengajak siswa Qin Zi Ban bermain dengan permainan yang mendidik. Sebelum games dimulai, Mei Hui menunjukkan slide yang menampilkan seseorang yang menderita penyakit kaki gajah, slide kedua menampilkan bayi orang yang terlahir dengan kondisi kembar siam, terakhir orang yang kakinya bengkok. Games pertama siswa diminta untuk mengikat kaki mereka dengan bantal yang sudah mereka bawa, lalu berjalan. Games kedua, beberapa siswa diminta maju ke depan untuk berpasangan dan badan mereka diikat dengan seutas tali, kemudian berjalan. Games terakhir, mereka diminta berjalan seolah tidak memiliki kaki.

Suasana kegembiraan begitu meriah di ruangan tersebut, mereka semua begitu semangat. “Shigu (panggilan kepada relawan yang lebih tua) mau nanya nih, gimana jalannya, susah kan?” tanya Mei Hui. “Iya, susah Shigu,” jawab para Bodhisatwa cilik. “Sekarang kalian mengerti kan bagaimana susahnya orang yang sakit,” ungkap Mei Hui. Dengan permainan ini, siswa diajak turut merasakan berbagai penderitaan yang dialami disekitar mereka, melalui penderita-penderitaan ini diharapkan timbul empati dan membangkitkan welas asih untuk membantu terhadap sesama.

Edward Chandaka (6), aktif merespon semua pertanyaan dari Tio Mei Hui Shigu selama kelas berlangsung.

Bodhisatwa cilik semuanya gembira mendapatkan celengan untuk dibawa pulang dan diisi, yang kemudian akan disumbangkan bagi orang yang membutuhkan.

Sebagai penutup acara diadakan pemberian celengan bambu kepada Bodhisatwa cilik, “Ada yang mau bantu orang yang kesusahan nggak? Shigu bagikan celengan bambu yah,” ajak Mei Hui kepada siswa Qin Zi Ban sambil mengenalkan Budaya Humanis Tzu Chi. Senyum kegembiraan menghiasi wajah para Bodhisatwa cilik sambil mengangkat celengan yang telah diterima. Total celengan yang diambil ada 39 buah, ini sebagai langkah awal untuk membangkitkan welas asih para Bodhisatwa cilik.

Novi Sri Intan sejak tahun 2009 sudah aktif di kegiatan Qin Zi Ban ini memberitahukan tujuan dari kegiatan ini agar anak-anak mempunyai sikap bersyukur, mau berbagi, mempunyai sikap toleransi, menghormati orang yang lebih tua, dan menyayangi yang lebih muda. Saat ini kondisi di kota besar sebagian anak memiliki kehidupan yang lebih baik, hal ini membuat sikap anak menjadi kurang peka terhadap kondisi disekitar mereka. Berbagai kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada anak-anak diakui Novi. “Anak sekarang sangat kritis, mereka perlu pelan-pelan didekati, semuanya kembali kepada kesungguhan hati,” ungkapnya.

Seiring dengan bertambahnya pengalaman, Novi mengetahui bagaimana caranya menghadapi anak-anak, terkadang hukuman perlu diberikan kepada mereka. “Tidak boleh bermain sudah merupakan hukuman yang berat buat mereka,” tambahnya. Bila ditanyakan sejauh mana keberhasilan dari kelas Budi Pekerti ini, Novi mengatakan, “Belum maksimal, keberhasilan dari kelas Budi Pekerti ini membutuhkan peranan dari orang tua dan keluarga,” tutupnya. Bodhisatwa Qin Zi Ban adalah generasi penerus untuk masa depan bagi kita semua, menanamkan nilai-nilai luhur berlandaskan cinta kasih sudah menjadi kebutuhan mendasar pada saat ini.


Artikel Terkait

Kelas Tzu Shao: Bersikap Tanggung Jawab dalam Kehidupan

Kelas Tzu Shao: Bersikap Tanggung Jawab dalam Kehidupan

26 Juli 2023

Kelas Budi Pekerti di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun merupakan salah satu kegiatan yang sangat diminati karena materi yang disampaikan selalu berbeda-beda serta diisi dengan games yang dapat menghangatkan suasana. 

Kreasi Generasi Penyelamat Bumi

Kreasi Generasi Penyelamat Bumi

13 Juli 2021
Via aplikasi Zoom, siswa–siswi kelas Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Medan mendapat pelatihan mendaur ulang kaus bekas menjadi tas kantong yang unik, lucu, dan bermanfaat. “Menurut saya cukup kreatif karena membuat sesuatu yang tidak terpakai menjadi berguna kembali,” ujar Frederick Chandra, salah satu siswa.
Tekad Anak Kelas Budi Pekerti untuk Berdana

Tekad Anak Kelas Budi Pekerti untuk Berdana

17 Oktober 2016
Berdana bukan hak monopoli orang kaya. Siapapun bisa berdana, karena berdana juga bisa dilakukan dengan tenaga. Demikianlah materi dari Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Pekanbaru yang digelar pada Minggu 2 Oktober 2016.
Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -