Henry Salim, Wakil Ketua Kamp, memberi arahan singkat yang menyatukan langkah sekaligus membangkitkan semangat panitia menjelang Kamp Tzu Ching 2025.
Master Cheng Yen pernah berpesan bahwa Tzu Ching adalah harapan yang akan meneruskan jalan cinta kasih. Pesan itu menjadi pengingat bahwa semangat anak muda mampu menyalakan perubahan dan menghadirkan kebaikan nyata di tengah masyarakat.
Semangat tersebut begitu terasa dalam persiapan Kamp Tzu Ching 2025. Awalnya kamp dijadwalkan berlangsung pada awal September, namun mempertimbangkan situasi saat itu, panitia memilih menunda. Keputusan ini justru memberi ruang lebih untuk menata ulang rancangan acara. Dengan penuh keyakinan, panitia berharap saat kamp digelar pada 4–5 Oktober nanti, suasana yang tercipta akan hangat, aman, dan penuh kesan.
Sebagai langkah awal, sekitar 31 panitia berkumpul pada 21 September 2025 di Guo Yi Ting, Aula Jing Si, Tzu Chi PIK, Jakarta. Sehari penuh mereka menyiapkan berbagai agenda, mulai dari simulasi acara, pembekalan teknis, hingga latihan gerakan isyarat tangan. Mereka juga menyatukan visi agar langkah panitia bergerak ke arah yang sama. Semua itu dilakukan dengan satu tujuan, menciptakan pengalaman yang hangat dan sulit dilupakan bagi para peserta.
Di tengah barisan panitia, Fiorenza memimpin latihan isyarat tangan. Suasana penuh antusias ini mencerminkan tekad mereka untuk melangkah selaras, menyambut Kamp Tzu Ching dengan hati yang satu.
Panitia berdiskusi di ruang Exhibition Hall untuk menyiapkan Amazing Race, sebuah permainan seru yang akan mengajak peserta berkeliling Tzu Chi Center sambil menemukan makna di setiap pos.
Di balik rasa lelah, tumbuhlah rasa syukur. Panitia sadar bahwa setiap detail akan menjadi bagian dari perjalanan berharga bagi ratusan relawan muda dari berbagai penjuru Indonesia. Dari Amazing Race yang penuh keceriaan hingga sesi refleksi yang mendalam, semua dirangkai agar peserta menemukan arti baru dalam kebersamaan. Kamp Tzu Ching bukan sekadar pertemuan biasa. Ia adalah ruang tempat energi muda berpadu dengan cinta kasih, menghadirkan percikan harapan untuk masa depan.
Suara dari Balik Persiapan
Setiap langkah persiapan menyimpan cerita kecil yang lahir dari tangan dan hati para panitia. Dari cerita-cerita itulah tampak bagaimana semangat muda menyatu dengan cita-cita besar, menjadikan Kamp Tzu Ching sebuah perjalanan batin yang penuh makna.
Salah satu kisah datang dari Freida Guslie (20), Ketua Kamp Tzu Ching tahun ini. “Kamp itu titik balik,” ucapnya singkat. Bagi Freida, kalimat itu menjadi alasan kuat untuk menerima tanggung jawab besar yang ada di pundaknya. Setahun sebelumnya ia masih duduk sebagai peserta, merasakan langsung bagaimana pengalaman kamp mengubah pandangannya terhadap hidup. Kini, ia ingin menyalakan pengalaman serupa bagi peserta lain.
Freida Guslie (paling kanan) tampak larut dalam diskusi bersama panitia, memastikan setiap ide kecil bisa tumbuh menjadi bagian penting dari acara.
“Saya ingin setiap orang merasakan bahwa mereka membawa benih kebaikan yang perlu dijaga dan dipancarkan,” tuturnya. Bersama tim panitia, Freida memimpin proses pencarian ide yang relevan dengan anak muda masa kini. Dari diskusi panjang lahirlah sebuah konsep yang menjadi kompas persiapan. Meski detailnya masih dirahasiakan hingga hari pembukaan, ia yakin nilai yang terkandung di dalamnya akan mampu menyalakan semangat, diwariskan, dan diteruskan cahayanya oleh setiap peserta.
Menjadi ketua tentu bukan perkara mudah. Tantangan terbesar bagi Freida adalah menyatukan beragam ide dan karakter agar semua bergerak dalam satu arah. Ia memilih hadir bukan hanya sebagai pemimpin, melainkan juga sebagai teman. “Menurut saya, nilai kebersamaan dan saling percaya paling terasa. Saya belajar bahwa keberhasilan acara bukan hanya soal ide kreatif, tapi juga komunikasi yang jujur, mau mendengar, dan menghargai kontribusi setiap orang,” jelasnya.
Jika Freida berbicara soal arah besar, maka Lynette Angelina (20), Koordinator Akademik, menyoroti detail kecil yang menentukan suasana. Meski sempat diliputi rasa gugup, ia merasa bersyukur mendapat kesempatan untuk menyusun acara yang bermakna. “Rasanya campur aduk antara gugup dan bersyukur, tapi ini kesempatan berharga untuk menyusun acara yang benar-benar berdampak,” ungkapnya.
Dikelilingi panitia, Lynette memimpin diskusi dengan penuh perhatian yang mencerminkan pentingnya koordinasi dalam merancang Kamp Tzu Ching secara matang dan berkesan.
Menurut Lynette, tugasnya tak berhenti pada penyusunan rundown, melainkan juga memastikan detail kecil yang sering luput dari perhatian peserta. “Koordinasi dengan speaker, performer, hingga sound system harus rapi, karena semua berpengaruh pada suasana.” Dari semua pengalaman yang ia jalani, momen paling berkesan justru hadir ketika seluruh panitia bersikap proaktif. “Saat ide-ide muncul dan semua ambil peran dengan serius, persiapan jadi terasa ringan dan menyenangkan.”
Ia juga mengungkapkan adanya tantangan khusus tahun ini, mempersiapkan acara Amazing Race yang mengajak peserta berkeliling Tzu Chi Center sambil mengikuti permainan bermakna. “Ini butuh koordinasi matang, karena lingkupnya luas dan waktunya bisa saja bergeser. Tapi dengan persiapan yang cukup, semua bisa diatasi,” ujarnya sambil tersenyum.
Sebagai Koordinator Sound System, Frederick Liang mengendalikan perangkat audio-visual sambil menjalin komunikasi dengan tim acara demi mendukung suasana persiapan yang optimal.
Sementara itu, di balik layar, ada Frederick Liang (20), Koordinator Sound System, yang memastikan suara dan suasana tetap terjaga. Mahasiswa jurusan Mekatronika ini awalnya sempat ragu menerima tanggung jawab tersebut. “Saya sempat gugup, tapi ada teman-teman yang sudah terbiasa, jadi saya belajar banyak dari mereka,” akunya jujur.
Bagi Frederick, sound system bukan sekadar urusan teknis. “Sound system itu penting karena menentukan suasana. Bisa membuat peserta nyaman, senang, bahkan terharu. Itulah yang membuat saya bersemangat,” katanya. Meski tantangan terbesar adalah menunggu materi yang sering datang mendekati acara, ia merasa lega karena kerja sama dengan tim akademik membuat semuanya tetap berjalan sesuai rencana.
Dari Freida, Lynette, hingga Frederick, ada benang merah yang sama, semangat anak muda yang tulus untuk melayani, belajar, dan bertumbuh bersama. Mereka hadir bukan sekadar memastikan acara berjalan lancar, melainkan juga menciptakan ruang di mana peserta dapat menemukan makna baru dalam perjalanan hidupnya.
Freida menutup dengan penuh harapan, “Saya berharap suasananya hangat, penuh energi positif, dan setiap peserta bisa merasa disambut. Semoga bukan hanya berjalan lancar, tapi juga benar-benar menyentuh hati setiap orang yang hadir.”
Menyambut Kamp Tzu Ching di Oktober
Persiapan yang kian matang membuat seluruh panitia menatap Oktober dengan optimisme. Kamp Tzu Ching 2025 menjadi wadah untuk belajar, bertumbuh, sekaligus menyalakan benih-benih kebaikan yang akan terus bersemi di masa depan.
Dalam rangka menyiapkan Amazing Race, panitia menelusuri hampir setiap sudut Aula Jing Si untuk menata alur permainan dengan matang.
Melalui kerja keras dan ketulusan panitia, tersimpan harapan besar agar setiap peserta pulang dengan hati yang lebih hangat, semangat yang lebih kuat, dan keyakinan bahwa menambah satu orang baik di masyarakat berarti menambah secercah cahaya bagi dunia.
Kini semua sudah hampir siap. Tinggal menghitung hari sampai pintu kamp dibuka. Seperti apa energi yang akan lahir di hari pertama? Tunggu ceritanya pada 4 Oktober nanti.
Editor: Khusnul Khotimah