Menyaksikan Penderitaan, Menghargai Berkah, dan Menumbuhkan Kebijaksanaan

Jurnalis : Nuraina Ponidjan (Tzu Chi Medan) , Fotografer : Amir Tan (Tzu Chi Medan)

doc tzu chi indonesia

Muda-mudi Tzu Chi Medan berbincang dengan nenek Siti. Mereka berharap kunjungan ini dapat membuat nenek Siti merasakan kehangatan keluarga.

Dua bulan yang lalu, tepatnya di bulan Januari, ketika Mujianto Ketua Tzu Chi Medan melewati Desa Kutambelin, Kabupaten Karo, terlihat olehnya rumah yang berada di pinggir jalan besar. Dinding rumah itu dalam keadaan sudah sangat miring. Dengan rasa penasaran, Mujianto turun dari mobil dan mendatangi rumah tersebut. Ketika tiba di depan rumah itu, keluarlah seorang nenek tua dan terjadilah perbincangan di antara Mujianto dan Sang Nenek yang bernama Siti Br Purba (80).

Sang nenek mempersilahkan Mujianto masuk ke gubuknya yang memang sudah reyot dan tidak layak huni. Timbullah niat di hati Mujianto untuk membantu membangun kembali gubuk nenek Siti. Namun ternyata gubuk tersebut bukan milik sang nenek melainkan milik abang dari menantunya. Sedangkan menantunya di akhir 2017 telah meninggal dunia.

Tanpa putus asa, Mujianto mendatangi  kepala desa, Salomo Tarigan untuk dipertemukan dengan pemilik tanah. Mujianto bersyukur karena si pemilik dengan senang hati menghibahkan rumah tersebut kepada keponakannya atau cucu nenek Siti. Dengan demikian, rumah Nenek Siti bisa dibangun kembali.

doc tzu chi indonesia

Sebelum bedah rumah, Mujianto, Ketua Tzu Chi Medan membawa muda-mudi Tzu Chi mengunjungi nenek Siti.

doc tzu chi indonesia

Kunjungan ini dimaksudkan supaya para relawan muda bisa melihat bahwa di dunia ini masih banyak orang yang menderita.

Sebelum bedah rumah nenek Siti dimulai, pada Minggu 18 Maret 2018, Mujianto membawa muda-mudi Tzu Chi yaitu Tzu Ching untuk mengunjungi nenek Siti. Kunjungan ini dimaksudkan supaya mereka bisa melihat bahwa di dunia ini masih banyak orang yang menderita. Di saat langit masih gelap, rombongan muda-mudi Tzu Ching  sebanyak 20 orang telah berkumpul di Kantor Tzu Chi Medan, dan dengan bus mereka berangkat ke Kota Kaban Jahe ditemani lima orang relawan, termasuk Mujianto sendiri.

“Saya mau anak-anak melihat dan merasakan langsung bagaimana nenek Siti menjalani kehidupannya di gubuk yang reyot dan hampir tumbang ini. Anak-anak bisa bersyukur atas kehidupan mereka yang serba canggih saat ini dan semoga bisa mengetuk hati mereka semua untuk ikut membantu saat rumah ini akan dibongkar untuk dibangun kembali nantinya,” jelas Mujianto.

doc tzu chi indonesia

Sesampainya di rumah nenek Siti, anak-anak terperangah dengan keadaan rumah.

doc tzu chi indonesia

Kondisi dapur di rumah yang dihuni nenek Siti.

Sesampainya di Desa Kutambelin, satu persatu mereka menyalami nenek Siti. Ketika dipersilahkan masuk ke rumahnya, anak-anak sungguh terperangah melihat dinding rumah yang sudah miring. Keadaan rumah memang sungguh memprihatinkan. Rumah dengan dinding terpal yang berlubang dan atap seng yang sudah bocor ditutupi goni bekas dengan kondisi tempat tidur yang seadanya dan lantai langsung tanah, padahal suhu udara sangat dingin. Kondisi ini membuat anak-anak meneteskan air mata. Apalagi ketika mereka berbincang dengan nenek Siti, dengan usia 80 tahun, nenek Siti masih ke ladang dengan upah per hari Rp 10.000.

“Saya merasa prihatin dengan kehidupan nenek Siti yang tinggal di daerah pegunungan puluhan tahun dengan udara yang dingin namun rumahnya hanya berdinding terpal, atapnya juga berlubang. Jika mau ke kamar mandi juga harus jalan begitu jauh. Saya tidak bisa membayangkan jika saya berada di posisi nenek ini. Untuk itu saya harus bersyukur dan tidak membanding-bandingkan lagi dengan orang lain yang sering membuat saya mengeluh,” Helen mencetuskan perasaannya.

doc tzu chi indonesia

Rumah nenek Siti dengan dinding terpal yang berlubang dan atap seng yang sudah bocor ditutupi goni bekas. Tempat tidur yang seadanya dan lantai langsung tanah, padahal suhu udara sangat dingin.

doc tzu chi indonesia

Rencana bedah rumah yang ditempati nenek Siti bermula ketika dua bulan yang lalu, Mujianto melewati Desa Kutambelin, Kabupaten Karo. Ia pun melihat rumah di pinggir jalan besar yang mana dindingnya sudah sangat miring. Mujianto turun dari mobil dan mendatangi rumah tersebut.

“Rumah Nenek Siti sangat tidak layak huni, dindingnya beresiko rubuh, dan atap yang bocor harus ditutupi karung goni yang dijahit untuk mengurangi air yang masuk saat hujan. Tempat tidurnya juga tidak terjaga kebersihannya, semuanya sangat tidak nyaman, maka jika berjodoh saya akan ikut terlibat saat bedah rumah nantinya. Semoga dengan kunjungan kami ini, nenek akan merasakan kehangatan dan kekeluargaan,” kata Theresia.

“Shi Gong sering mengatakan, Jika orang yang menderita tidak bisa keluar meminta bantuan, maka kitalah yang harus mendatanginya untuk memberi bantuan dalam meringankan penderitaannya,” Jefri Ang menambahkan.

Dengan berkunjung ke rumah Nenek Siti, walaupun harus menempuh waktu sekitar dua setengah jam, namun membawa sejuta perasaan bagi anak-anak. Dengan melihat penderitaan dan memahaminya, barulah dapat menyadari dan menghargai berkah. Dengan menghargai berkah yang dimiliki, barulah dapat bersikap pengertian, berlapang dada, dan berpuas diri. Orang yang mengenal rasa puas harus bersikap penuh pengertian, barulah bisa berlapang dada. Orang yang bisa berlapang dada, barulah memiliki rasa syukur. Inilah “Empat Ramuan Tzu Chi”. Kita harus meminumnya dalam keseharian, dengan begitu barulah kita dapat menumbuhkan jiwa kebijaksanaan.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Tak Merasa Sendirian Karena Mendapat Perhatian Relawan Tzu Chi

Tak Merasa Sendirian Karena Mendapat Perhatian Relawan Tzu Chi

16 Agustus 2022

Bantuan dari Tzu Chi juga perhatian para relawan membuat Wahyudianto (28) tak merasa sendirian. Yudi, begitu ia disapa sudah 17 tahun ini didera rasa sakit yang luar biasa karena penyakit TBC Tulang. Akibat penyakit ini, ia lumpuh. Dan untuk tetap bisa beraktifitas, Yudi pun mesti merangkak.

Menilik Perkembangan si Bocah Banaran

Menilik Perkembangan si Bocah Banaran

12 Februari 2018

Sebelum kembali ke kampung halaman, Banaran Kab. Semarang, Indah Wulan Purnamasari (3) menjalani terapi terakhir di Rumah Siput Indonesia (RSI) Foundation yang berlokasi di Lebak Bulus, Cilandak Jakarta Selatan (9/2/2018). Sebelum menuju lokasi terapi, Indah terlebih dulu menjalani pemeriksaan Aided FFT (Free Field Test) di MEDEL, Ragunan Jakarta Selatan.

Indahnya Tolerasi Beragama di Kabupaten Biak Numfor

Indahnya Tolerasi Beragama di Kabupaten Biak Numfor

14 April 2023

Para relawan Tzu Chi Biak mengunjungi panti asuhan dan pondok pesantren yang berada di Kabupaten Biak Numfor. Kunjungan kasih ini bekerja sama dengan Permabuddhi, Wanita Buddhis Indonesia, Hadi Supermarket dan Maju Makmur Group. 

Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -