Peduli Merapi : Nasi Bungkus di Posko Terpencil
Jurnalis : Riani Purnamasari (He Qi Utara), Fotografer : Riani Purnamasari (He Qi Utara)
|
| ||
Posko Desa Salam Tak begitu terjamah bantuan, posko ini menampung 350 orang pengungsi pada siang hari. Namun pada malam hari, pengungsi di posko ini mencapai 2.000 orang. Relawan Tzu Chi yang dibantu relawan Yogyakarta (Instiper Yogyakarta) kemudian membawa dan membagikan 350 kotak makan siang untuk para pengungsi yang ada. Banyak orang tua dan anak-anak yang mengeluhkan gatal-gatal akibat kurangnya air bersih di posko pengungsian. Setelah pemberian kotak makan siang, kami langsung menuju posko pengungsian berikutnya yang masih terletak di kota Muntilan. Merapi yang sedang menghembuskan wedhus gembelnya pun terlihat saat kami akan beranjak dari Posko Desa Salam. Posko Desa Remame Disambut dengan harapan yang besar terhadap kami, Sofyan sebagai koordinator Posko Pengungsian Desa Remame berharap agar bantuan dari berbagai pihak pun menjamah mereka. Banyak pengungsi yang kehilangan keluarganya. Tangis dan air mata pun membasahi wajah para pengungsi dan relawan Tzu Chi. Dengan 90 paket makan siang, posko kecil ini dapat sedikit lega bahwa kiranya mereka dapat menikmati makan siang dengan tenang. Dan seperti posko sebelumnya, Posko Desa Remame pun akan lebih meningkat jumlah pengungsinya di malam hari.
Keterangan :
Tak banyak yang dapat dilakukan selain mengerti kesulitan mereka dan memeluk mereka dengan tulus. Doa pun turut diucapkan sebelum kami menjamah posko berikutnya. ”Semoga selamat ya, Bu. Yang sabar,” ujar Nadya Iva, relawan Tzu Chi menghibur. Dengan hangat, Nadya juga memeluk Mbah Ami, sehingga membuat nenek ini merasa terharu dan berat hati melepas kepergian para relawan. Posko Kadirejo Mulyono melakukan pendataan agar para pengungsi yang terpisah dari keluarganya dapat bertemu kembali. Di Posko Kadirejo, 360 kotak makan siang diberikan agar para pengungsi dapat dengan tenang melewati hari-hari mereka di pengungsian. Para wanita dan anak-anak dikelompokkan agar dapat terjaga keselamatannya dengan baik. Para wanita bergantian memasak di dapur umum yang dibuat secara swadaya. Para anak-anak dengan umur yang bervariasi dikelompokkan dan diajarkan mengaji bersama. Banyak cerita yang didengar dari para pengungsi kepada para relawan. Leisna Sussaltina, relawan Tzu Chi mendengarkan dengan seksama cerita dari seorang pengungsi dari Cangkringan di mana saat ia berusaha menyelamatkan nyawanya, ia berlari tanpa mempedulikan kakinya yang menginjak lahar panas. Setelah bertemu suaminya, barulah ia menyadari bahwa seluruh telapak kakinya telah melepuh. Ibu yang sedang hamil 3 bulan ini pun bersyukur dengan penuh rahmat kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa ia dapat selamat dengan janin bayi yang kuat. ”Mungkin nanti saya namakan dia Merapika atau Merapiko,” candanya sebelum kami meninggalkan posko Kadirejo tersebut.
Keterangan :
Harapan dan Cinta Kasih Banyak pengungsi yang terpisah dari keluarganya. Kesadaran akan adanya alam yang bergejolak sudah seharusnya dibina sejak dahulu. Ketika alam menangis, manusia tak kuasa menahannya. Harapan dari para pengungsi tak muluk-muluk, mereka hanya ingin pulang dan hidup dengan aman seperti biasanya. Cinta kasihlah yang akan meredakan semua kegelisahan dan kekhawatiran. Hanya dengan menyayangi bumi maka manusia akan memiliki harapan di masa depan. | |||
Artikel Terkait

Berlutut di Kaki Orang Tua Bagaikan Anak Kambing Menyusu Pada Induknya
19 Maret 2015Setelah pelan-pelan membasuh kaki dan melap kering kaki orangtua, anak-anak kemudian berdiri dan memeluk orangtua mereka seraya mengucapkan “Saya sayang papa dan mama.” Senyum bahagia dan tangis haru mengalir dari para papa dan mama.

Suara Kasih : Keindahan Individual Saat Bencana
25 Maret 2011 Kali ini, meski Jepang diguncang bencana yang dahsyat, namun kita dapat melihat keindahan individual dalam diri setiap warganya. Selain itu, karena pembangkit listrik tenaga nuklir yang bermasalah, Perdana Menteri Jepang mulai mengimbau seluruh warganya agar memakai listrik secara bergiliran.