Pelatihan 4 in 1: Mengubah Kesadaran menjadi Kebijaksanaaan

Jurnalis : Indrawati, Hanifa, Yuliawati, Vincent (Relawan Zhen Shan Mei), Fotografer : Aris Wijaya, Binawan, Mery Hasan, Indrawati (Relawan Zhen Shan Mei)
Sebanyak 500 relawan dari belasan kota di seluruh Indonesia kota berkumpul di Gedung Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Jakarta Utara untuk mengikuti Kamp Pelatihan 4 in 1 yang pertama di tahun 2023.

Selama dua hari, yaitu 11-12 Maret 2023 Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan Kamp Pelatihan 4 in 1 yang pertama di tahun 2023. Pelatihan berlangsung di Gedung Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Sejak Sabtu, 11 Maret, sebanyak 500 relawan Tzu Chi hadir di Aula Jing Si. Mereka datang dari 7 He Qi dari Jabodetabek, dan dari luar kota yang mencakup Bandung, Surabaya, Singkawang, Jambi, Palu, Batam, Tanjung Balai Karimun, Pekanbaru, Medan, Palembang, dan Lampung.

“Tema Pelatihan kali ini adalah Mengubah Kesadaran menjadi Kebijaksanaan di Jalan Bodhisatwa, jadi diharapkan peserta online maupun offline mendapatkan manfaat, bagaimana mereka praktik di Jalan Bodhisatwa,” jelas Haryo Suparmun selaku Ketua Tim Pelatihan Relawan Tzu Chi Indonesia.

Haryo Suparmun selaku Ketua Tim Pelatihan Relawan Tzu Chi Indonesia memberikan pesan cinta kasih sebelum materi pelatihan dimulai.

Sejak awal Januari, Haryo dan Tim Pelatihan sudah mulai menyusun kerangka kerja dalam mencari materi pelatihan, tema, topik, dan pembicara. Haryo menjelaskan bahwa tujuan dari diadakannya pelatihan ini adalah agar relawan saling belajar, saling berlatih dan saling menjaga keakraban antar sesama relawan, juga agar relawan senior dapat membimbing relawan baru.

Keindahan Tata Krama
Materi pertama yang disuguhkan tim pelatihan adalah Keindahan Tata Krama yang dibawakan oleh Minarni. Tzu Chi sebagai keluarga besar yang tersebar di seluruh penjuru dunia juga memiliki budaya dan tata krama yang perlu diikuti oleh seluruh relawan. Minarni menyampaikan, Master Cheng Yen sering berkata bahwa keindahan dari suatu kelompok berasal dari keindahan masing-masing individu. Budaya Tzu Chi diterapkan melalui 4 (empat) sikap mulia (四威儀), cara makan, seragam dan atribut relawan, sikap dalam menyerahkan bantuan, serta tata krama Buddhis.

Pelatihan dibuka dengan materi pertama bertajuk Keindahan Tata Krama yang dibawakan oleh Minarni (kanan).

Materi kali ini dikemas dengan menarik, dimana terdapat simulasi singkat penerapan budaya humanis Tzu Chi yang baik dan benar. Seluruh peserta training diajak untuk berinteraksi secara langsung untuk melakukan latihan singkat gerakan melipat selimut dan cara memberikan penghormatan yang baik dan benar.

Empat sikap mulia diimplementasikan dalam keseharian relawan, antara lain berjalan laksana angin (行如风), berdiri ibarat pohon cemara (立如松), duduk bagaikan sebuah lonceng (坐如鐘), berbaring seperti busur panah (臥如弓). Postur badan yang benar memiliki manfaat kesehatan, salah satunya adalah mencegah scoliosis.

Insan Tzu Chi juga memiliki tata krama yang baik saat makan, dimulai dari cara memasuki ruang makan, mempersiapkan peralatan makan, cara mengambil makanan, hingga membereskan meja dan peralatan makan setelah selesai. Para relawan juga memiliki ketentuan pemakaian seragam untuk diaplikasikan secara spesifik dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan, seperti kegiatan bakti sosial, pelestarian lingkungan, survei kasus, dan lain sebagainya.

Talkshow dengan tema Manajemen Emosi: Mengubah Kesadaran menjadi Kebijaksanaan dibawakan Agus Hartono dengan dua narasumber yaitu Megawati dan Hendry Cahyadi.

Selain itu, Minarni menyampaikan bahwa masih terdapat relawan yang menyerahkan bantuan dengan posisi badan yang salah, yaitu membungkuk hingga 90o. “Bagaimana cara menyerahkan bantuan yang benar?  Dan mengapa posisi badan saat menyerahkan bantuan penting?” Minarni melanjutkan, bahwa cara menyampaikan bantuan yang benar adalah dengan badan membungkuk 45o. Dengan posisi badan membungkuk 45o, relawan masih dapat menatap penerima bantuan, melakukan kontak mata dengan mereka, serta menangkap ekspresi mereka.

Benny Fang (28), salah satu peserta yang dulunya adalah relawan Tzu Ching di komunitas Jakarta, menyebut bahwa materi tata krama ini sangat bermanfaat baginya. “Sangat bagus ya, dulu di Tzu Ching memang sudah pernah diajarkan, tapi hari ini saya di-remind kembali, bagaimana cara menyapa Shifu, bagaimana cara menyapa Shigu-Shibo, lalu bagaimana cara bersikap di lingkungan Tzu Chi,” ucapnya.

Sejak tahun 2004 Benny sebenarnya telah mengenal Tzu Chi dari menonton Da Ai TV Taiwan. Tahun 2007, ia sering ikut mamanya, seorang relawan Tzu Chi saat membawa pasien (penerima bantuan Tzu Chi) untuk berobat. Tahun 2011 Benny pun bergabung menjadi relawan muda mudi Tzu Ching.

Benny Fang (kiri) dan Mulyady (kanan) selama mengikuti pelatihan ini merasa banyak manfaat yang mereka rasakan.


Bertahun-tahun aktif berkegiatan di Tzu Chi hingga kini, Benny tidak berpikir terlalu banyak, tapi lakukan saja karena dari setiap kegiatan ia dapat belajar sesuatu. “Dan asalkan bisa meringankan sedikit beban Master (Cheng Yen) dengan cara anak muda. Selagi masih muda dan bisa banyak berkontribusi, juga membina Tzu Ching menjadi lebih besar dan berkualitas, sehingga ketika mereka terjun di masyarakat, mereka punya fondasi yang kuat,” sambung Benny yang kini juga fokus di misi pelestarian lingkungan dan amal.

Mengubah Kesadaran menjadi Kebijaksanaan
Materi pelatihan yang berlangsung di sesi sore dengan tema Manajemen Emosi: Mengubah Kesadaran Menjadi Kebijaksanaan yang dibawakan Agus Hartono dengan dua narasumber yaitu Megawati dan Hendry Cahyadi, juga tidak kalah menarik.

Dalam kehidupan bermasyarakat, kita mudah terpapar informasi yang dapat memengaruhi kondisi pikiran dan batin kita yang akan berujung terhadap kesehatan mental. Bila kesehatan mental terganggu, tentunya akan mempengaruhi cara kita dalam mengelola emosi. Emosi merupakan bagian sangat penting dalam kehidupan kita, baik yang bersifat positif maupun yang negatif, emosi akan selalu ada dalam diri kita. Dan tentu saja, kita tidak boleh mengabaikan emosi kita begitu saja.

Sebelum membahas mengenai cara mengelola emosi, Megawati mengajak para peserta untuk lebih memahami pengertian emosi yang sebenarnya. “Emosi adalah reaksi yang dilakukan oleh tubuh seseorang terhadap kejadian tertentu yang menimpa dirinya,” jelas Megawati. Setidaknya ada enam emosi dasar yang harus diketahui oleh kita, yaitu emosi bahagia, emosi sedih, emosi takut, emosi jijik, emosi marah, dan emosi terkejut.

Lebih lanjut, Megawati juga menjelaskan cara kerja emosi sehingga kita dapat mengetahui cara yang digunakan untuk mengelola emosi. Di dalam otak manusia terdapat pusat pengaturan emosi dan perilaku seseorang, yang dinamakan sistem limbik. Sistem limbik terdiri dari sejumlah bagian spesifik yang memiliki kemampuan dan fungsi berbeda, di antaranya hipotalamus, hipokampus, dan amigdala. Saat kita mengalami kejadian tertentu, maka sistem limbik akan mengirim sinyal menuju tiga bagian tersebut. Sinyal tersebut kemudian akan diolah dan membuat kita memberikan reaksi secara spontan.

Setelah serangkaian penjelasan yang disampaikan untuk mengenali emosi secara mendalam, Megawati membagikan tiga konsep yang dapat digunakan untuk mengelola dan mengendalikan emosi kita, yaitu Know Yourself, Choose Yourself, dan Give Yourself.

Sedangkan bila dilihat dari perspektif ajaran Buddha, Hendry menjelaskan cara kerja emosi melalui respon tubuh terhadap objek maupun kejadian tertentu yang bersumber dari ladang batin yang terakumulasi dari kehidupan masa lampau seseorang. “Keenam indera yang dimiliki oleh setiap orang akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap objek maupun kejadian tertentu. Contohnya, ketika kita melihat bentuk dan warna dari rupang Buddha, inilah yang dinamakan kesadaran penglihatan. Tapi yang mengolah bahwa objek tersebut merupakan rupang Buddha, bersumber dari kesadaran pikiran kita,” jelas Hendry.

“Kesadaran pikiran tersebut bekerja berdasarkan persepsi maupun pikiran subjektif yang tersimpan dalam kesadaran gudang pikiran kita. Persepsi yang telah terbentuk sebelumnya juga merupakan akumulasi memori yang terbawa dari kehidupan masa lampau kita. Inilah ladang batin kita sesungguhnya, yang kemudian diterjemahkan oleh kesadaran gudang pikiran dan membentuk cara berpikir kita. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menanam benih yang baik dalam ladang batin tersebut,” tutur Hendry.

Merespon isi materi tersebut, Mulyady (52) salah satu peserta asal Pekanbaru juga membagikan cara ia mengendalikan emosi selama ini. “Yang paling benar ya, tarik napas, senyum saja sejenak, itu akan lewat, saya tidak pernah ambil hati,” tuturnya. “Sudah belajar keikhlasan, lepas, seperti yang Master (Cheng Yen) ajarkan,” imbuh relawan yang aktif mendengarkan ceramah pagi Master Cheng Yen melalui Xun fa xiang. “Semua saya pelajari, dengan Dharma inilah saya bisa menetralkan emosi saya saat itu,” terangnya.

Mengenal Tzu Chi sejak tahun 2018, Mulyady saat ini memegang tanggung jawab sebagai Wakil Ketua Tim Tanggap Darurat He Qi Pekanbaru. Selain di tanggap darurat, ia juga aktif dalam berbagai kegiatan lainnya. “Yang penting maksud tujuan dari Tzu Chi untuk bantu orang yang kurang mampu, kita lakukan aja. Jadi jika ada selisih paham di antara relawan, kita ikhlaskan aja,” katanya. “Saya selalu bilang, justru orang yang beginilah, saya anggap sebagai guru yang sedang melatih kesabaran saya, dari situ pikiran kita akan jadi netral, semua akan terlepas, jadi kita nggak emosi lagi,” papar Mulyady.

Dalam menjalankan misi-misi Tzu Chi, Mulyady mengikuti kegiatan setiap ada kesempatan. “Saya menjalankan semua sesuai jodoh. Apa yang saya bisa lakukan, pasti saya lakukan. Selagi kita masih dikasih waktu untuk berbuat baik, maka tanamlah benih kebajikan. Kita tidak tahu ketidakkekalan itu kapan datang, genggam kesempatan saat ini aja, jadi kita jangan menunda-nunda setiap ada kegiatan, selagi masih bisa, kita jalankan,” imbuhnya.

Keyakinan, Ikrar, Praktik
Pelatihan di hari pertama berlangsung hingga malam hari dengan acara talkshow bertema Keyakinan, Ikrar, dan Praktik di Jalan Bodhisatwa yang dibawakan oleh Lo Hok Lay dengan tiga narasumber yaitu Wylen Djap, Hun Hun, dan Adeline. Ketiga narasumber ini adaleh relawan Tzu Chi yang aktif menjalani misi-misi Tzu Chi. Dalam talkshow ini dipaparkan bagaimana mereka bisa bergabung dalam barisan Tzu Chi, hingga berikrar dan mempraktikkan jalan Bodhisatwa di Tzu Chi.

Sebagai materi penutup di hari pertama adalah Talkshow Keyakinan, Ikrar, dan Praktik di Jalan Bodhisatwa yang dibawakan oleh Lo Hok Lay dengan tiga narasumber.


Adeline mengaku mengalami banyak berintropeksi dan banyak berubah, ia kini dapat lebih mengecilkan keakuannya dan mengubah caranya berkomunikasi kepada sesama. Hun Hun dalam talkshow ini juga mengaku banyak menemukan “harta” melalui kegaitan mendengar Dharma di pagi hari (Xun Fa Xiang).

“Di sana saya menemukan jawaban untuk mengatasi setiap gesekan antar sesama. Dahulu emosi dan suka marah yang meledak-ledak, sekarang tidak mau gila lagi, karena marah adalah kegilaan sesaat. Ego saya makin terkikis sejak ikut kegiatan Tzu Chi,” paparnya.

Lain lagi dengan Wylen Djap yang mengaku awalnya ada perasaan terpaksa sebagai relawan. ”Awal-awal masih terpaksa sebagai relawan, lama-lama makin mendalami. Master mengajari kita untuk selalu melatih diri, dan merupakan berkah jika diberikan tanggung jawab,” ucap Wylen.

Berbicara mengenai tekad, Wylen mengemangati para peserta, bahwa jika ada tekad pasti punya 1.001 cara, jika tidak ada tekad, pasti punya 1.001 alasan. Sebagai relawan yang juga bertugas mendampingi relawan baru, Wylen Djap meyakini bahwa setiap relawan membutuhkan dukungan dari sesama relawan juga. “Setiap relawan memerlukan dukungan karena itu adalah kekuatan bagi mereka. Kita percaya semua relawan punya potensi yang tak terhingga, mereka menunggu diperhatikan apakah jalinan jodohnya sudah matang dan kita harus percaya semua relawan mau menggarap ladang berkah di Tzu Chi.”

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Kamp 4 in 1 2019: Menumbuhkan Lingkaran Kebajikan

Kamp 4 in 1 2019: Menumbuhkan Lingkaran Kebajikan

29 Juli 2019
Menjadi relawan adalah pilihan. Ketika pilihan sudah ditetapkan maka pantang untuk ditinggalkan. Beragam kisah kesungguhan relawan dalam kemanusiaan terangkum dalam materi-materi Kamp 4 in 1 kali ini, Sabtu dan Minggu, 27-28 Juli 2019.
Kamp 4 in 1: Menjaga Diri dan Mengasihi Kehidupan

Kamp 4 in 1: Menjaga Diri dan Mengasihi Kehidupan

21 Agustus 2018
Selama Kamp 4 in 1 berlangsung, tatapan 515 peserta kamp selalu tertuju pada para pemateri. Sesekali mereka juga menunduk sambil menulis poin-poin penting yang disampaikan. Selain karena materi yang dibawakan adalah materi yang memang penting, materi tersebut juga mempunyai hubungan erat dengan kehidupan sehari-hari para relawan.
Kamp 4 in 1 2019: Mempraktikkan Sepaham, Sepakat, dan Sejalan

Kamp 4 in 1 2019: Mempraktikkan Sepaham, Sepakat, dan Sejalan

30 Juli 2019
Ada satu prinsip yang harus dipahami betul oleh relawan Tzu Chi supaya dapat bersumbangsih dan menjalankan kegiatan Tzu Chi dengan sukacita. Apa itu? Sepaham, sepakat, dan sejalan. Tiga kata ini juga yang menjadi tema sentral dari Kamp Pelatihan 4 in 1 2019 yang digelar Tzu Chi Indonesia selama dua hari 27-28 Juli 2018. 
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -