Rumah Baru, Asa Baru

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
 

foto
Senin, 14 Oktober 2013, Tzu Chi Kantor Perwakilan Tanggerang mengadakan kegiatan peletakan batu pertama program bedah rumah di Lengkong Ulama, Tanggerang. peletakan batu pertama diwakilkan oleh pihak Tzu Chi, Sinarmas Land, BSD City, Kodim, Kepolisian, dan perwakilan warga.

Siti Rohmaliah (13) terlihat tergopoh-gopoh mengangkat seember besar air bersama kakaknya, Aditya Rohman (15). Setelah meletakan air di samping adonan semen, ia menyeka keringat di wajahnya lalu menuangkan air di ember yang lebih besar kemudian kembali lagi mengambil air ke MCK tak jauh dari rumahnya. Begitulah kegiatannya pagi itu, membantu orangtuanya. Walaupun hari begitu terik, namun dia tetap menantang matahari. “Hari ini mah libur, jadi ibu minta dia buat bantu, nanti kan ada acara (peletakan batu pertama program bedah kampung),” ujar Bu Maesaroh, ibunda Siti dan Adit (panggilan anaknya).

Rumah Maesaroh merupakan satu dari 15 rumah yang ikut dalam program bedah rumah Tzu Chi. Dan Senin, 14 Oktober 2013 lalu, rumah Maesaroh menjadi tempat peletakan batu pertama dari Program Bedah Rumah Kampung Lengkong Ulama, Tanggerang ini. Peletakan batu diwakili oleh Ketua Tzu Chi Tanggerang, Lu Lien Chu dan beberapa relawan Tanggerang, perwakilan dari Sinarmas Land, BSD City, Kodim, kepolisian dan perwakilan warga. Selain ingin membantu warga untuk mewujudkan rumah layak huni, Tzu Chi juga ingin mengedukasi warga untuk merawat rumah mereka nanti dengan menggalakkan pelestarian lingkungan serta menjaga rumah mereka dengan baik. “Sangat diharapkan setelah mereka punya rumah, mereka mempunyai semangat untuk sama-sama menjaga kebersihan, dan menjaga kebersamaan menjadi satu keluarga,” ucap Lien Chu.

Mimpi Jadi Nyata
Salah satu rumah yang dibangun adalah rumah Maesaroh. Rumah yang dulunya merupakan peninggalan orangtua ini memang sudah tidak layak huni. Atapnya reot karena kayunya sudah lapuk termakan zaman.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan dengan penuh perhatian mengusap air mata mak Ramlah (kanan) yang merasa terharu dengan apa yang Tzu Chi berikan (kiri).
  • Dalam program ini warga diajak untuk tidak hanya diam saja namun juga membantu para pekerja bangunan dan menjaga kebersihan lingkungan rumah nantinya (kanan).

Sehari-hari Maesaroh bekerja sebagai seorang buruh cuci di kampungnya, penghasilannya tak banyak, paling-paling habis untuk biaya makan dirinya, suami, dan empat anaknya. Sedangkan suaminya tidak mempunyai pekerjaan tetap, kadang menjadi juru parkir, kadang menjadi tukang bangunan, kadang tidak bekerja. Penghasilannya juga tidak tetap. Kehidupan mereka sangat sederhana. Sebenarnya Maesaroh dan suaminya masih mempunyai 1 anak lain, namun dia memilih untuk memberikan anak terakhirnya kepada saudara karena ekonomi yang tidak mencukupi. “Anak ke-5 saya namanya Aiman, saya kasih ke saudara pas usianya masih 3 hari. Biar diurus sama mereka saja,” tukas Maesaroh.

Walaupun kekurangan dalam ekonomi, Maesaroh masih harus bersyukur karena mempunyai keluarga yang tidak rewel dan justru mendukungnya. Siti Rohmaliah, anak ketiganya, sangat rajin membantunya mencari nafkah. Pagi-pagi sekitar jam 5.30, sebelum sekolah dimulai, ia berdagang gorengan dan kue-kue kecil keliling kampung yang diambil dari tetangganya. Keuntungan yang didapat biasa ia ‘setorkan’ kepada sang ibu untuk ditabung. Begitu juga dengan Ade Maulana (10), anak keempatnya. Walaupun masih kecil, ia tak ragu untuk menjajakkan agar-agar yang juga diambil dari tetangganya dan dijualnya secara keliling. “Harga ambil dari tetangga biasa 400 rupiah, terus sama anak saya dijual 500 rupiah, untungnya 100 rupiah,” jelasnya. “Dia mah nggak malu sama teman-temannya, rajin,” tambahnya sambil terus tersenyum.

foto  foto

Keterangan :

  • Ibu Maesaroh tertawa bahagia saat berbincang dengan relawan mengenai rumah barunya nanti (kiri).
  • Tidak hanya meninjau rumah saja, relawan juga ikut membantu proses pembongkaran rumah salah satu warga (kanan).

Dengan kondisi tersebut, mimpi untuk memperbaiki rumah sangat sulit diwujudkan karena keadaan ekonomi yang masih sangat minim. Beruntung sekali mimpinya untuk membangun rumah dapat terwujud dengan bantuan dari Tzu Chi. “Terimakasih banyak lah saya…bersyukur sekali,” ujarnya berkali-kali. “Nanti kan kalau udah jadi, kita bisa tidur di kamar lagi, nggak perlu di sofa,” tambahnya.

Berharap Umur Panjang
Kisah lain datang dari ibu Ramlah (80), penjual nasi uduk ini hanya tinggal bersama satu putra nya dan satu keponakannya. Di usia senja, dia masih belum bisa tenang karena dirinya merasa berhutang pada anaknya untuk memberikan tempat tinggal yang baik. memang penghasilannya berjualan nasi uduk bisa mencapai Rp. 200.000,- per hari, namun itu juga belum cukup untuk memenuhi  kebutuhannya, apalagi untuk membangun rumah.

Kini saat melihat rumahnya dalam tahap pembangunan, Ia merasa tak dapat berhenti bersyukur. Hingga saat relawan datang mengunjungi rumahnya, air matanya menetes dan Ia tidak dapat mengucapkan apa-apa kecuali terima kasih. “Terima kasih banyak kepada Yayasan Buddha Tzu Chi. Doain biar (saya) umur panjang, biar bisa tinggal di rumah baru” ujarnya terbata-bata.

  
 

Artikel Terkait

Berbagi Berkah dan Perhatian menyambut Imlek di Tzu Chi Hospital

Berbagi Berkah dan Perhatian menyambut Imlek di Tzu Chi Hospital

06 Februari 2024

Menyambut Imlek, relawan pemerhati dan manajemen Tzu Chi Hospital memberikan bingkisan angpau, jeruk, dan lampion mini kepada pasien rawat inap.

Kunjungan Kasih di Bulan Penuh Berkah

Kunjungan Kasih di Bulan Penuh Berkah

04 April 2024

Bulan Ramadan dimanfaatkan relawan Xie Li Kalimantan Tengah (Kalteng) 1 berbagi berkah untuk tiga penerima bantuan melalui kunjungan kasih.

Berbagi Pengalaman Pelestarian Lingkungan dan Penanggulangan Bencana

Berbagi Pengalaman Pelestarian Lingkungan dan Penanggulangan Bencana

16 Juli 2024

Tzu Chi Indonesia menerima kedatangan 21 orang dari Pemerintah Kabupaten Chiayi dan tim pendidikan dari 5 kota di Taiwan. Mereka ingin berbagi pengalaman tentang pelestarian lingkungan dan penanggulangan bencana.

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -