Satu Langkah Melestarikan Bumi

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Anand Yahya
 
 

fotoDalam rangka memperingati 20 tahun Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, relawan He Qi Timur mengadakan pameran untuk mengajak semua orang menyelamatkan bumi.

Sebuah pepatah kuno Tiongkok mengatakan, “Perjalanan seribu li, dimulai dari langkah pertama.” Langkah pertama misi pelestarian lingkungan Tzu Chi dimulai tahun 1990 sejak Master Cheng Yen mengimbau, “Gunakan kedua tangan Anda yang sedang bertepuk untuk melestarikan lingkungan.” Langkah pertama ini sambung-menyambung dilanjutkan oleh para relawan Tzu Chi hingga kini menjadi suatu perjalanan sepanjang 20 tahun.

 

Ayo Jejakkan Langkah Pertama
Sudah sejak satu bulan terakhir sejumlah relawan Tzu Chi rutin berkumpul di Toko Buku Jing Si Kelapa Gading setiap Jumat malam. Malam demi malam mereka lalui dengan menonton video dan berdiskusi. Hingga di malam terakhir, mereka harus mengikuti ujian. Meski para relawan mengerjakannya dengan serius, namun sesungguhnya tidak ada penilaian. Sebab ujian yang sesungguhnya baru berlangsung ketika para relawan ini berhadapan dengan para pengunjung Pameran Memperingati 20 Tahun Pelestarian Lingkungan Tzu Chi.

Tanggal 24-26 September 2010, selama 3 hari para relawan Tzu Chi He Qi Timur mengadakan pameran di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dalam pameran itu mereka memperkenalkan tentang kisah Tzu Chi dan pelestarian lingkungan melalui poster-poster serta stan kecil tempat pemutaran video. Di bagian tengah pameran, para relawan menyediakan kursi dan meja kecil untuk mengobrol santai dengan para pengunjung, mengajak mereka untuk melibatkan diri dalam gerakan pelestarian lingkungan.

One First Step adalah tema pameran ini. Menurut Lynda, Ketua He Qi (relawan komunitas) Timur, sudah 3 tahun ini mereka mengadakan pameran. Yang pertama bertema Celengan Bambu, kemudian tema Kata Perenungan, dan tahun ketiga ini bertema Pelestarian Lingkungan. Wie Siong, relawan yang menjadi koordinator pameran ini menuturkan, “Konsep one first step ini, kita mau mengajak warga yang tinggal di sekitar Kelapa Gading, atau pengunjung mal untuk sama-sama melangkah. Apa langkah pertama kita untuk melestarikan lingkungan?” Ia juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan langkah pertama tidak harus selalu sesuatu yang besar dan monumental, namun justru merupakan hal-hal kecil seperti menghemat listrik, air, atau mengurangi pemakaian kendaraan dan menggantinya dengan jalan kaki atau naik sepeda bila jarak masih memungkinkan.

Maka dari itu, di tengah ruang pamer, berdiri sebuah “pohon ikrar”. Para pengunjung yang berkenan untuk ikut serta dalam gerakan menyelamatkan bumi dapat menuliskan ikrar mereka untuk lingkungan, di sehelai daun Bodhi, lalu menggantungkannya ke pohon. Di hari terakhir pameran, pohon ikrar yang semula hanya memiliki batang-batang kering, telah berubah menjadi sebuah pohon yang rimbun dengan helai-helai daun yang digantungkan pengunjung. Setiap helai daun mewakili satu niat menyayangi bumi.

Para relawan bahkan berusaha agar pameran ini sendiri juga berkonsep ramah lingkungan. “Kita seminimal mungkin memproduksi barang baru, baik untuk poster maupun gambar. Kita manfaatkan apa yang ada, dan kalau bisa juga dari barang daur ulang,” kata Wie Siong menjelaskan.

foto  foto

Ket : - Para pengunjung yang ingin ikut berkontribusi dapat menuliskan ikrar mereka untuk mulai menghemat             pemakaian sumber daya, atau bahkan bervegetarian di sehelai daun Bodhi. (kiri)
        - Wie Siong yang menjadi koordinator kegiatan, dengan penuh semangat menjelaskan arti poster yang            terpasang pada para pengunjung. Ia yang belum berpengalaman menjadi koordinator ini mengaku            mendapat banyak pelajaran baru. (kanan)

Bervegetarian untuk Lingkungan
Sonia Ramesh Mukhi (51) semula hanya bermaksud jalan-jalan dengan suami di mal yang kerap disinggahinya ini. Tumpukan dus bekas yang menjadi gerbang masuk pameran menarik perhatiannya hingga ia pun mampir. Giok Chin Lie, menyambutnya dan mulai menjelaskan tentang konsep pelestarian lingkungan yang telah dilakukan Tzu Chi, “Di Taiwan kita sudah dapat mengubah dari botol plastik menjadi bijih plastik, dari bijih jadi benang nilon, lalu benang dirajut menjadi barang berguna seperti kaos, syal, dan lain-lain. Contohnya seperti selimut ini sudah kita pakai untuk membantu korban bencana seperti di Haiti.” Relawan Tzu Chi ini menjelaskan sambil menunjukkan barang-barang tersebut.
It’s very nice, saya suka sekali, bagus sekali. Misi ini sangat mulia dan sangat menarik. Hidup menjadi tidak sia-sia karena kita membantu orang lain,” kata Sonia. Perempuan keturunan India ini ternyata juga sering menerapkan pola hidup vegetarian. “Guru besar kami (ajaran agama Hindu –red) juga mengajarkan tentang vegetarian. Ada 2 alasan, pertama dengan menjadi vegetarian, we will not kill (kita tidak akan melakukan pembunuhan hewan), dan selain itu untuk kesehatan,” paparnya.

Suatu kebetulan, dalam pameran ini relawan Tzu Chi mensosialisasikan tentang pola hidup vegetarian sebagai salah satu langkah melestarikan bumi. Mereka memberikan sebuah paspor vegetarian kepada para pengunjung yang bertekad melatih hidup vegetarian. Buku hijau kecil seukuran paspor asli tersebut mencantumkan angka dari 1 hingga 990. Setiap satu kali makan vegetarian, pemegang paspor boleh mencoret sebuah angka. Bila seseorang memutuskan untuk vegetarian secara penuh, maka paspor tersebut akan penuh setelah satu tahun. Untuk semakin meyakinkan manfaat vegetarian, Sabtu 25 September 2010, relawan mengundang Susianto Tseng, koordinator International Vegetarian Union (IVU) untuk Asia Tenggara. Susianto mengadakan seminar singkat dan memaparkan sejumlah fakta tentang manfaat dan perlunya hidup bervegetarian.

foto  foto

Ket : - Bhante Bhadraruci menyempatkan diri untuk berkunjung ke pameran pelestarian lingkungan Tzu Chi              untuk melihat aktivitas yang telah dilakukan para relawan Tzu Chi. (kiri).
         - Satu bulan sebelum pameran berlangsung, para relawan mengadakan training untuk mempelajari lebih            dalam mengenai Tzu Chi dan pelestarian lingkungan, agar dapat menjelaskan dan menjawab dengan            mantap pertanyaan para pengunjung. (kanan)

Hidup Selaras dengan Alam
Di antara para pengunjung, tampak seorang biksu yang mengenakan jubah merah. Bhante Bhadraruci yang tinggal di Bandung ini ternyata secara khusus datang setelah menerima surat elektronik (e-mail) yang menginfokan pameran ini. “Saya kagum dengan aktivitas Biksuni Cheng Yen. Mereka (insan Tzu Chi) telah melakukan banyak hal dan melakukan banyak aktivitas yang luar biasa. Tidak semua orang bisa melakukan seperti itu, seperti terhadap lingkungan,” ungkapnya. Selaku rohaniwan Buddha, beliau juga menuturkan bahwa ajaran Buddha sesungguhnya selalu selaras dengan alam. Bhante Bhadraruci juga tampak tertarik dengan stan ekoenzim yang memberikan alternatif solusi terhadap sampah organik rumah tangga menjadi larutan pembersih. Stan ini juga membagikan sampel larutan ekoenzim untuk dicoba di rumah oleh para pengunjung.

Pameran selama 3 hari ini dikunjungi sekitar 1.000 orang. Sejumlah 100 paspor vegetarian diberikan, dan 250 ikrar “hijau” diungkapkan. Lompatan besar untuk melestarikan bumi dapat dilakukan dengan langkah-langkah kecil dari banyak orang. “Kita tidak bisa mengharapkan yang instan. Pelan-pelan dari rumah kita mulai,” ungkap Wie Siong.
  
 
 

Artikel Terkait

Membangun Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal

Membangun Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal

09 November 2018
Jumat, 9 November 2018, dua delegasi Habitat for Humanity melakukan kunjungan ke Kompleks Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Tommy Pacatang, Resource Development Director dari Habitat for Humanity di Indonesia bersama dengan Anna Konotchick berkunjung untuk melihat sekaligus mempelajari hasil kerja Tzu Chi dalam membantu memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat.
Hari Kelulusan TK Tzu Chi Indonesia

Hari Kelulusan TK Tzu Chi Indonesia

10 Juni 2014

Upacara kelulusan TK Sekolah Tzu Chi ini diwarnai oleh tawa ceria para siswa yang juga menampilkan berbagai pertunjukan mulai dari nyanyian hingga tarian daerah. Tema From Nothing to Something yang diangkat dilatarbelakangi oleh kisah dalam sebuah buku berjudul The Very Hungry Caterpilar.

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -