Sentuhan Pertama untuk Malalak Barat

Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya
 

fotoNenek Apik (70) ini mengalami trauma gempa. Sejak gempa terjadi, Nenek Apik tidak mau lagi tidur di dalam rumah, ia terpaksa tidur di tenda darurat depan rumahnya. Dan saat diperiksa Nenek Apik mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).

 

 

Gempa bumi dengan kekuatan 7,6 skala Richter di sekitar 57 km arah barat daya Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat pada kedalaman 71 km pada tanggal 30 September 2009 pukul 17.16 WIB lalu telah meluluhlantakkan Ranah Minang. Berbagai sarana umum mengalami kerusakan parah, ratusan bahkan ribuan rumah, gedung, dan nyawa pun ikut melayang dalam bencana alam tersebut.

 

 

 

Tanggal 1 Oktober 2009, tim relawan dan medis Tzu Chi langsung bergerak memberikan bantuan dengan berpusat di kota Padang, tepatnya di Rumah Sakit Tentara Padang. Pada hari keempat, tim medis beserta relawan Tzu Chi berangkat menuju Padang Pariaman, tepatnya di posko Kostrad Yonkes Divif I di Sicincin, Desa Bulu Kaso, Kecamatan Sungai Sariak, Kabupaten Pariaman. Di posko Kostrad ini berdiri 10 tenda yang terdiri dari tenda pemeriksaan pasien, tenda rawat inap, tenda operasi besar yang memiliki pendingin udara, tenda untuk prajurit Yonif Kesehatan Ciluwer Bogor yang terdiri dari 3 kompi, dan satu tenda untuk tim medis Tzu Chi.

Perjalanan Menuju Malalak Barat
Tanggal 5 Oktober 2009 pagi hari pukul 08.00, saya bersama tim medis Tzu Chi yang terdiri dari 3 dokter, 2 apoteker, dan 1 suster, serta 4 relawan Tzu Chi dan 2 tentara dari Yonkes Kostrad mengadakan baksos kesehatan ke daerah Malalak Timur, Kabupaten Agam. Tim medis dan relawan sehari sebelumnya telah menyurvei lokasi tersebut. Kami menggunakan 3 mobil. Di dalam mobil yang saya tumpangi, saya bersama dr Kimmy, dr Harry, Yoppy Shixiong, dan 2 orang kru DAAI TV. Tujuan kami waktu itu adalah bertemu dengan bidan Elminatri yang ada di Desa Palarangan, Malalak Timur. Namun setiba di rumahnya, bidan Elmi tidak ada, yang ada hanya beberapa tim relawan dari Bukittinggi dan relawan setempat yang sedang membantu membersihkan jalan dari tanah longsor. “Mau ke mana, Bu?” tanya relawan kepada dr Kimmy. “Kami ingin bertemu bidan Elmi, ada?” tanya dr Kimmy. ”Bidan Elminya sementara tidak tinggal di sini. Dia tinggal di tempat familinya sementara ini karena rumahnya rusak, tapi nanti siang ibu bidan pasti kemari,” jelas relawan itu. “Äda yang bisa saya bantu?” tanya relawan itu pada rombongan kami. “Kami ingin mengadakan baksos kesehatan di daerah sini,” ujar dr Kimmy. Menurut relawan itu, baksos kesehatan di Palarangan sudah bisa diatasi dengan adanya bidan Elminatri. Relawan tersebut menganjurkan ke daerah Malalak Barat, “Karena di daerah tersebut terisolir belum ada bantuan makanan yang masuk ke daerah itu, apalagi tim medis.”

foto  foto

Ket: - Menuju kecamatan Malalak Barat, mobil tim medis Tzu Chi masuk ke dalam kubangan lumpur di jalan yang             tertimbun tanah longsor. Lelah dan letih tak terasa karena keinginan untuk sampai ke Hulu Banda sudah             kuat untuk membantu korban gempa yang selama ini belum tersentuh bantuan. (kiri).
        - Relawan dan tim medis Tzu Chi melewati hutan berbukit menuju korong (dusun) Hulu Banda. Mereka             ditemani oleh anggota Kostrad yang memang telah berpengalaman menghadapi medan sulit seperti itu.              (kanan)

Setelah berembuk, tim medis Tzu Chi menyetujui untuk mengadakan baksos di Malalak Barat. Rombongan pun segera bergerak menuju Malalak Barat. Sepanjang perjalanan saya melihat reruntuhan rumah penduduk yang hancur rata dengan tanah dan kami juga disuguhi oleh pemandangan beberapa perbukitan yang longsor akibat gempa. Longsoran tersebut beberapa menimbun rumah penduduk. Malam sebelum saya berangkat, hujan lebat dan cukup lama mengguyur Pariaman, ini yang menyebabkan perjalanan pagi itu terhambat, karena beberapa kali mobil yang saya tumpangi terjerembab di kubangan tanah merah. Beruntung kami dibantu oleh tentara Yonif 131 Payakumbuh Padang. Mobil kami terpaksa ditarik truk tentara. Dengan semangat dan kerja sama, serta keinginan untuk membantu sesama, mobil yang saya tumpangi berhasil keluar dari kubangan lumpur, begitu pun mobil kedua dan ketiga. Ini berkat bantuan para TNI AD Yonif 131 Payakumbuh.

Berselang satu jam, mobil kami tidak dapat melanjutkan perjalanan. Menurut tentara yang sedang bertugas yang kami temui, jalan di depan tertimbun longsoran tanah berlumpur sedalam satu meter. Terpaksa kami berjalan kaki menuju kantor kelurahan Malalak Barat. Relawan berjalan melewati perbukitan hutan kayu manis yang banyak dijumpai di daerah Malalak Barat.

Menurut warga sekitar, kantor lurah Malalak Selatan jaraknya sekitar 6 km dari tempat berhenti kendaraan. Tim dokter menyanggupinya. Kami mulai berjalan menaiki perbukitan. Perbukitan yang lembab dan basah menyebabkan beberapa kali relawan Tzu Chi terpeleset namun tidak menyebabkan cedera yang serius. Setelah melewati perbukitan, saya turun kembali ke jalan aspal. Saya amati para relawan mulai kelelahan. Perjalanan tidak hanya mendatar tapi naik turun perbukitan. Untunglah para tentara berbaik hati mencarikan ojek motor untuk tim dokter dan relawan, dan warga pun ternyata menyambut baik kami karena mereka tahu tim yang datang adalah tim dokter untuk menolong warga desa Malalak Barat. Akhirnya warga setempat banyak yang berbaik hati untuk mengantar tim medis dan relawan Tzu Chi ke kantor lurah Malalak Barat satu per satu.

Di kantor lurah Malalak Barat ini, tim dokter bertemu dengan Lurah Malalak Barat Darminto. Ia mengatakan baru ini kali tim medis dan aparat TNI datang ke desa Malalak Barat pascagempa. “Baru hari ini TNI dan tim kesehatan yang berhasil masuk ke desa kami,” ungkap Darminto. Setelah beberapa menit berkoordinasi, tim dibagi menjadi 2 tim. Tim pertama yang terdiri 1 dokter, 1 suster, 1 apoteker, dan 4 relawan Tzu Chi bertugas di Bantiang Tengah, sedangkan tim kedua terdiri dari 2 dokter, 1 relawan, dan 1 tentara menuju desa Hulu Banda.

foto  foto

Ket: - Salah satu jalan menuju korong Hulu Banda melewati perbukitan yang longsor. Tampak para warga sedang            bergotong-royong membuka jalan agar bantuan dapat segera masuk. Di lokasi ini terdapat 3 orang korban            jiwa dan belum ditemukan. (kiri).
        - Warga Malalak Barat mengantri di depan rumah bidan Lili Sumanti yang dijadikan untuk baksos kesehatan            tim medis Tzu Chi.    (kanan) 

Tim Medis Tzu Chi Pertama Tiba di Hulu Banda
Tepat pukul 14.10, tim medis Tzu Chi telah siap menerima para pasien dari warga Hulu Banda. Warga datang berbondong-bondong menuju rumah kediaman bidan Lili Sumanti. Tim medis Tzu Chi dibantu pula oleh warga setempat untuk melayani di bagian pendaftaran. Satu per satu pasien masuk ke ruang periksa dokter. “Sakit apa, Bu?” tanya dokter. “Ini, Bu, batuk, pilek, leher belakang saya sakit,” ungkap Andung (Nenek) Apik (70). “Nenek kalo malam bisa tidur?” tanya dr Kimmy. “Susah, Bu, malam dingin. Awak lalok di muko rumah (Saya tidur di depan rumah),” jelasnya. “Oh gitu ya. Masih takut kalo gempa lagi ya, Nek?” tanya dr Kimmy. “Iyo rasonyo kiamaik (Iya, rasanya seperti kiamat),” ungkap Nenek Apik.

“Saya periksa dulu ya, Nek,” ujar dr Kimmy sambil meletakkan stetoskop di dada Nenek Apik. “Nenek harus banyak istirahat, kalo tidur di luar pakai selimut ya, trus lehernya ini ditutup dengan kain supaya hangat. Ini saya kasih obat batuk sama pileknya ya, Nek,” ujar dr Kimmy.

Lain lagi dengan Alkusairi (64), laki-laki 3 anak ini mengalami sakit kepala, batuk, dan gatal-gatal di sekitar tangannya. Kebanyakan warga Hulu Banda sejak kejadian gempa itu tinggal di tenda darurat di depan rumah masing-masing. Desa Hulu Banda ini berada di atas bukit yang suhu udaranya cukup dingin pada malam hari. Warga yang lain, Masri (56), mengalami batuk yang serius dan nafasnya sesak. Jika menjelang malam dan cuaca mulai dingin, Masri selalu sesak nafas dan batuk-batuk. Untuk itu ia berobat ke rumah bidan Lili untuk diperiksa oleh tim medis Tzu Chi.

Hari mulai senja, waktu menunjukkan pukul 17.30, namun pasien yang datang masih berkerumun di depan rumah bidan Lili. Dr Kimmy dan dr Herry berdiskusi. ”Bagaimana ini, Dok? Pasiennya masih banyak sekitar 20 orang lagi, ruang periksa kita mulai gelap. Kita balik ke posko atau kita menginap di sini?” tanya dr Kimmy kepada dr Herry. “Kayaknya kita nginep aja ya. Bagaimana menurut Shixiong Yoppy,” tanya dr Harry kepada saya dan Yoppy Shixiong. Menurut tentara yang mengawal kami, sebaiknya kami menginap saja demi keselamatan kami, karena kondisi jalan dan cuaca saat itu hujan dan lagi lampu mati, sementara waktu tempuh perjalanan sekitar 3 sampai 4 jam lagi.

Akhirnya tim medis yang bertugas di desa Hulu Banda ini memutuskan untuk menginap dan besok paginya segera dilanjutkan kembali pengobatannya. Sisa pasien yang masih menunggu antrian dipersilahkan pulang dulu, keesokan harinya dilanjutkan kembali. Warga sangat senang mendengar berita ini, ternyata mereka was-was jika pengobatan ini hanya sampai hari itu saja. Bidan Lili juga gembira saat dokter memutuskan untuk menginap di desanya, karena menurut bidan Lili baru hari ini sejak awal bencana ada tim medis yang masuk ke desa Hulu Banda. “Alhamdulillah saya senang dokter mau nginap di sini, biar tidur di rumah saya saja, tapi ya begini keadaannya,” ungkap bidan Lili.

foto  foto

Ket: - Dr Herry selain mengobati pasien warga Hulu Banda, juga menghibur, memberi semangat kepada setiap            pasien agar keluar dari trauma gempa. (kiri).
        -Karena keterbatan tempat, tim medis Tzu Chi memeriksa Masri (56) di luar rumah bidan Lili. Masri            mengalami sesak nafas dan batuk sejak pascagempa.    (kanan) 

“Seingat saya selama 10 tahun saya tinggal di Hulu Banda, baru ini (ada) dokter yang datang ke Hulu Banda dan bermalam di sini,” ungkap Lili dengan raut wajah berbinar. “Yang datang ke sini cuma bidan dan mantri saja, kalau dokter belum pernah,” lanjutnya. Karena gembiranya, warga Hulu Banda banyak yang menawarkan tim medis Tzu Chi untuk menginap di rumahnya, ada juga yang menawarkan tidur di SD Negeri 06 Hulu Banda yang dijadikan posko gempa desa Hulu Banda. Kami putuskan untuk menginap di sekolah itu bergabung bersama warga yang mengungsi. Malamnya kami mengadakan rapat dari hasil baksos hari ini, Yoppy Shixiong melaporkan pasien yang berhasil diperiksa hari itu mencapai 172 pasien.

Dr Harry mengatakan, “Rata-rata dari masyarakat, mereka mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) seperti batuk, pilek, kepala pusing, dan trauma pascagempa. Mereka sulit tidur,” jelas dr Herry. Dr Kimmy juga melaporkan keluhan pasien-pasien yang di periksanya. “Saya sama seperti yang dikatakan oleh dr Herry, mereka rata-rata mengalami ISPA, lalu trauma. Ada di antara mereka yang mengalami trauma yang cukup dalam, seperti nenek Itah (80) baru saya tanya sakit apa dia langsung menangis. Waktu saya tanya, ternyata adik kandungnya jadi korban tertimbun tanah langsor dan baru ditemukan keesokan hari. Jadi mereka perlu didampingi agar merasa nyaman.”

Pada malam itu, saat saya dan tim medis makan bersama di sebuah warung makan, terjadi gempa lagi namun kecil dan tidak lama. Namun gempa ini membuat warga Hulu Banda menjadi cemas lagi, mereka keluar dari tenda-tenda darurat ke jalan raya dan sebagian warga bergegas nonton TV di halaman depan rumah warga. Desa Hulu Banda mempunyai 3 genset sebagai sumber listrik, namun yang terpakai hanya 2, yang satunya lagi tidak ada bahan bakar solarnya. Saat melihat TV di salah satu stasiun swasta, ternyata benar telah terjadi lagi gempa dengan kekuatan 5,2 SR yang terjadi di Jambi.

 

 
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Harapan dari Pendidikan

Suara Kasih: Harapan dari Pendidikan

14 Juni 2012 Melihat angkatan demi angkatan wisudawan yang menerima pendidikan kita, saya merasa lebih tenang. Pendidikan adalah harapan bagi manusia, juga merupakan harapan bagi masyarakat. Anak-anak harus dibimbing dengan baik agar setelah lulus sekolah, mereka bisa berkontribusi bagi masyarakat dan menjadi insan yang berkualitas.
Sinergi Tzu Chi Bersama TNI AL Dalam Peringatan Hari Armada Ke-78

Sinergi Tzu Chi Bersama TNI AL Dalam Peringatan Hari Armada Ke-78

01 Desember 2023

Dalam rangka peringatan Hari Armada Ke-78, Tzu Chi Indonesia memberikan dukungan berupa 1.000 paket karung beras kepada Komando Armada Republik Indonesia (Koarmada RI) untuk kegiatan bakti sosial bagi keluarga prasejahtera di Kelurahan Kemayoran.

Paket Cinta Kasih untuk Warga Palu, Sulawesi Tengah

Paket Cinta Kasih untuk Warga Palu, Sulawesi Tengah

30 November 2021

Untuk membantu mengurangi beban ekonomi di masa pandemi, Tzu Chi menyalurkan 1.600 paket cinta kasih kepada warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, dan warga di sekitar perumahan.

Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -