Suara Kasih: Menghibur di Daerah Bencana

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

Judul Asli:

 

   Membawa Penghiburan di Daerah Bencana

 

Bencana seketika membawa dampak berkepanjangan
Membawa penghiburan di daerah bencana
Hakikat Kebuddhaan bagai mentari dan rembulan yang bersinar terang
Membangkitkan keluhuran Buddha yang hakiki

Melihat kembali sejarah di tanggal 11 September, sepuluh tahun lalu terjadi serangan teroris di menara kembar World Trade Center, New York, Amerika Serikat. Serangan berlangsung saat jam kerja. Tiba-tiba saja, pesawat terbang menabrak gedung WTC, dan berselang beberapa menit kemudian, kembali terjadi serangan susulan. Walau bencana ini terjadi hanya dalam sekejap, namun telah mengakibatkan banyak bencana di dunia. Mengingat kejadian ini tak bisa dihindari, telah memicu perang antar negara yang menyebabkan banyak korban jiwa dan banyaknya warga yang harus mengungsi.

Ini merupakan kejadian yang sungguh disesalkan. Selain itu, akibat runtuhnya menara kembar tersebut, banyak puing dan debu beterbangan, mengakibatkan polusi udara jangka panjang. Kondisi saat itu menyebabkan lebih dari 50.000 orang mengalami gangguan pernapasan. Rasanya saya seperti melewati waktu dengan sia-sia saja. Dulu saya bangga karena merasa diri ini tangguh, namun kini saya banyak menangis. Kanker, gangguan pernapasan, dan sebagainya adalah penyakit yang banyak diderita pascaserangan tersebut. Kejadian ini juga memengaruhi kesehatan warga yang tinggal di sekitar Ground Zero. Sungguh, serangan 11 September lalu telah menciptakan bencana lingkungan yang besar. Ini sungguh mengkhawatirkan.

 

Kita juga dapat melihat Jepang, 11 September merupakan peringatan setengah tahun setelah gempa besar melanda Jepang. Setelah terjadi gempa, banyak warga yang khawatir akan krisis nuklir. Sebagian besar daerah Minamisoma menjadi daerah terlarang. Warga bisa dievakuasi kapan saja selama larangan itu masih ada.Warga tidak dapat kembali ke daerah tersebut. Awal bulan Maret lalu, insan Tzu Chi dari Taiwan maupun dari Jepang, bersama-sama berusaha menjangkau daerah-daerah bencana.Mereka membagikan makananan hangat, selimut, dan bantuan dana tunai. Mereka telah melakukannya beberapa kali. Selama dua hari ini juga ada tim yang menyalurkan bantuan di dua daerah berbeda. Saya mendengar berita ini dari surat kabar.

 

"Anda mengetahuinya dari surat kabar? Kalian telah jauh-jauh datang dari Taiwan dengan jumlah relawan yang banyak. Kalian sungguh bekerja keras bagi kami. Bantuan ini datang dari seluruh dunia.," kata salah seorang warga Jepang. Contohnya Haiti, meskipun merupakan negara tertinggal dan jumlah yang mereka donasikan tak banyak, namun saat semuanya terhimpun, juga sangat membantu kami. Mereka semua tahu bahwa Tzu Chi berasal dari Taiwan dan bantuan yang mereka terima datang dari cinta kasih insan Tzu Chi di seluruh dunia. Karenaitu, kepercayaan mereka pada Tzu Chi mulai terbangun. Dengan adanya perhatian dari para relawan,kepercayaan ini semakin kuat sehingga banyak warga setempat yang bergabung menjadi relawan. Antusiasme mereka untuk membantu telah terbangkitkan. Sesungguhnya, kita semua memiliki cinta kasih semacam ini, bagaikan seorang Buddha yang bergelar “Cahaya Matahari dan Bulan”. Sesungguhnya, gelar ini menggambarkan sifat luhur Buddha.

Pada hakikatnya, semua orang memiliki sifat luhur yang sama dengan Buddha. Keluhuran ini adalah buah dari pelatihan diri. Dalam batin setiap orang sesungguhnya terkandung benih Kebuddhaan. Kita semua pada dasarnya memiliki hakikat cemerlang bagai matahari dan bulan. Di tengah dunia yang penuh kegelapan dan kekeruhan seperti sekarang ini, seberkas cahaya kecil pun dapat menerangi arah kehidupan manusia. Kita semua bisa menjadi mercusuar yang menerangi mereka yang dalam kegelapan. Inilah jalan yang harus kita tempuh saat ini. Pada bencana di Jepang kali ini, insan Tzu Chi telah berkontribusi selama lebih dari setengah tahun. Apakah tugas kita telah berakhir? Tidak. Masih akan berlangsung, karena ada lebih dari 200.000 keluarga yang terkena dampaknya.

Hingga kini, kita baru menjangkau seperempatnya saja. Jalan yang terbentang di depan masih panjang dan masih banyak yang harus kita lakukan. Jadi, kita harus memiliki ketahanan dan kesabaran untuk menapaki jalan ini, karena daerah yang terkena bencana sangat luas. Kita membagikan bantuan secara langsung kepada setiap keluarga. Warga setempat kini mulai mengenal Tzu Chi karena telah beberapa kali menyalurkan bantuan. Jadi, warga yang belum menerima bantuan pun tetap menaruh kepercayaan pada Tzu Chi.

Bagi yang telah menerima bantuan, mereka sangat berterima kasih. Meski hanya sekali menerima bantuan kita, selamanya mereka berterima kasih. Dengan memiliki rasa syukur ini, mereka kini turut mengenakan seragam relawan. Meski telah ada puluhan relawan yang bergabung, kita masih harus tetap bersumbangsih demi menginspirasi lebih banyak orang membangkitkan cinta kasih dan rasa syukur. Dengan memiliki rasa syukur dan cinta kasih, otomatis mereka akan peduli pada sesama. Jadi, tidaklah mudah untuk mencapai Kebuddhaan, kita harus mengembangkan tekad Bodhisatwa untuk bisa berjalan di Jalan Bodhisatwa juga bukanlah hal yang mudah. Tentu dibutuhkan waktu yang panjang, kesabaran, serta semangat untuk bersumbangsih dengan penuh cinta kasih.

Kita harus menggenggam waktu saat ini dan mempertahankan niat baik yang timbul. Dengan adanya cinta kasih ini, kita bersumbangsih tanpa pamrih maupun kemelekatan. Inilah salah satu kualitas Buddha. Janganlah kita terus memperhitungkan bahwa kita telah banyak bersumbangsih. Jangan seperti itu. Tiada waktu untuk terus mengingat-ingat masa lalu. Kita harus menggenggam saat ini untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Di mana pun terjadi bencana, dibutuhkan kepedulian dari seluruh dunia. Contohnya Jepang. Orang-orang dari 39 negara turut memberikan cinta kasih mereka sehingga Tzu Chi dapat menyalurkan bantuan. Bantuan ini datang dari seluruh penjuru dunia. Kita melihat dokter TIMA di Selangor dan Kuala Lumpur yang begitu rendah hati turun ke jalan untuk menggalang dana bagi Jepang. Mereka membungkukkan badan sampai 90 derajat. Mereka sungguh mengagumkan. Kita juga melihat, anggota TIMA tersebar di seluruh dunia. Di Singapura, anggota TIMA dan insan Tzu Chi mengadakan pertemuan bersama para pasien dalam rangka Festival Kue Bulan. Acara ini sangat meriah dan sungguh membuat orang tersentuh.

Sementara itu, di sebuah sekolah di Taiwan, insan Tzu Chi mengadakan penyuluhan kesehatan  dengan tujuan mendorong para murid untuk bervegetarian. Insan Tzu Chi juga mendidik anggota masyarakat. Semoga hati setiap orang dapat menjadi seperti rembulan yang terus bersinar  dengan lembut dan terang. Semua ini dapat kita capai. Kita semua harus membangkitkan cahaya batin kita sehingga kita dapat menjadi mercusuar di tengah lautan kegelapan batin agar orang yang melihat cahaya tersebut juga turut memancarkan cahaya batin mereka.

Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia. 


Artikel Terkait

Sedikit Darah Anda, Memberikan Kehidupan untuk Sesama

Sedikit Darah Anda, Memberikan Kehidupan untuk Sesama

07 Mei 2024

Komunitas Hu Ai Pusat Sehati Xie Li Cipinang, kembali mengadakan donor darah di Sekolah Silaparamita Jl. Cipinang Jaya Raya No.1 Jakarta Timur. Sebanyak 68 kantong darah terkumpul untuk membantu sesama.

Perhatian Tzu Chi Sinar Mas pada Para Penyandang Tunanetra

Perhatian Tzu Chi Sinar Mas pada Para Penyandang Tunanetra

12 Mei 2020

Tzu Chi Sinar Mas mengulurkan tangan bagi teman-teman tunanetra yang saat ini kesulitan mencari nafkah dampak dari wabah corona. Pada 8 Mei 2020, Tzu Chi Sinar Mas memberikan paket sembako cinta kasih kepada 127 keluarga tunanetra.

Waisak 2025: Refleksi Kedamaian dari Tzu Chi Center PIK

Waisak 2025: Refleksi Kedamaian dari Tzu Chi Center PIK

11 Mei 2025

Dengan prosesi yang khidmat dan penuh makna, perayaan Waisak 2025 di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara menjadi ladang penyucian batin dan pembaruan tekad, di mana setiap langkah relawan dan peserta menjadi bagian dari praktik cinta kasih universal.

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -