Suara Kasih : Menjalani Samadhi

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Menjalani Hidup dengan Samadhi
 

Batin anak-anak sangat jernih bagaikan cermih
Menghimpun cinta kasih dan bertata krama
Senantiasa berada dalam
Samadhi dalam menjalani hidup
Turut berbahagia atas kebahagiaan orang lain

“Hati Anda dan hati saya berpadu menjadi satu. Jepang, bersemangatlah!” kata seorang anak. Sementara yang lain ikut berkata, “Semoga Tzu Chi dapat membantu saya untuk menyampaikan donasi saya bagi warga Jepang guna membeli barang yang mereka butuhkan.” Dari ungkapan polos ini, kita dapat melihat hati anak-anak yang sangat jernih bagaikan cermin. Pendidikan penuh cinta kasih dapat mengarahkan mereka berjalan ke arah yang benar, membedakan yang benar dan salah, bermoral, serta berperilaku sopan dan bertata krama. Inilah pendidikan yang harus kita berikan kepada anak-anak.

Dalam masyarakat industri masa kini, nilai moral masyarakat semakin memudar. Satu-satunya harapan kita adalah pendidikan sekolah yang mengajarkan prinsip-prinsip sebagai manusia. Janganlah membiarkan prinsip kita memudar. Kita harus mempertahankan prinsip kebenaran dan ajaran moralitas, serta mewariskan tata krama. Namun, kini yang terlihat di sekolah, orang tua dan guru mendidik siswa tanpa kesepakatan arah. Bayangkanlah, bagaimana para siswa dapat terbimbing dengan baik? Hal ini sungguh mengkhawatirkan. Namun, kita juga merasa terhibur melihat bahwa pascabencana di Jepang kali ini, banyak orang yang kebajikannya terbangkitkan sehingga berkumpul untuk berdoa dengan tulus.

Contohnya anak-anak Sekolah Dasar San Min di Taipei, Taiwan. Pada Hari Anak Sedunia, kepala sekolah mengimbau para siswa untuk membangkitkan cinta kasih dengan mendonasikan hadiah yang mereka terima kepada Tzu Chi guna membantu warga Jepang. Ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk membimbing para siswa. Begitu pula dengan sekolah dasar di Banqiao. Begitu pula di Tainan, baik guru, kepala sekolah, maupun siswa dari sebuah sekolah dasar tak hanya berdana, namun juga berdoa dengan tulus bagi warga Jepang. Inilah cara untuk membimbing anak-anak berjalan ke arah yang benar, membantu orang lain dengan sukacita, dan berdoa dengan tulus bagi seluruh dunia.

Demikian juga dengan siswa dari sekolah Tzu Chi. Setiap hari kita membimbing para siswa untuk berdoa bagi dunia serta mengajarkan mereka untuk menabung di celengan agar saat bencana terjadi, mereka dapat mendonasikannya. Inilah pendidikan penuh cinta kasih. Di sebelah Griya Jing Si terdapat sebuah sekolah dasar dengan jumlah siswa hanya 90 orang. Mereka juga mendukung pola hidup vegetarian. Mereka menyediakan makanan vegetarian sekali dalam seminggu.

Pascabencana di Jepang kali ini, mereka juga mengadakan doa bersama bagi seluruh dunia. “Tidak ada lagi orang yang meninggal. Tidak ada lagi orang yang ketakutan dan menderita,” demikian harap mereka. Inilah cara mereka membimbing siswa untuk membedakan yang benar dan yang salah serta memahami makna hidup dan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Apakah kebahagiaan yang sesungguhnya? Bahkan saat memiliki waktu luang, kita juga harus berjalan di arah yang benar. Para warga di Taiwan menghabiskan libur panjang dengan berdesak-desakan dan bermacet-macetan di jalan. Inilah cara makhluk awam menghabiskan waktu. Mereka yang berada di wilayah utara akan bertamasya ke wilayah selatan. Sedangkan orang di wilayah selatan berkunjung ke Taipei untuk menyaksikan pameran flora. Ini memicu kemacetan di jalan. Banyak orang yang mengeluh tentang hal ini. Mereka tidak berpikir bahwa merekalah yang mencari masalah sendiri. Mereka menghukum diri sendiri karena harus antre di barisan yang panjang.

Saya sungguh merasa bahwa kehidupan manusia semakin keliru. Mereka bahkan tak menemukan tempat yang nyaman selama festival musik berlangsung sehingga harus marah, menciptakan sampah, polusi, dan emisi karbon. Pikirkanlah, mengapa membawa masalah bagi diri sendiri? Buddha berkata bahwa dunia ini penuh dengan penderitaan. Mengapa kita tidak memanfaatkan liburan panjang untuk menciptakan berkah bagi dunia? Kita harus mempelajari semangat Bodhisatwa dalam mengemban misi di dunia. Kita harus kembali pada semangat Bodhisatwa yang penuh cinta kasih dan kesadaran. Saat memiliki waktu luang, kita harus tetap mengembangkan cinta kasih.

Di dalam Sutra tertulis bahwa Bodhisatwa mengemban misi dengan samadhi. Samadhi berarti konsentrasi, keteguhan, dan pikiran tidak tergoyahkan. Pikiran kita harus senantiasa tenang dan teguh. Dengan pikiran yang tenang dan teguh, barulah dapat membangkitkan kebijaksanaan. Jadi, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan pandangan benar adalah bagian dari samadhi. Inilah pelatihan batin. Dengan demikian, kita dapat menyucikan pikiran dan membimbing orang lain.

Dalam kehidupan di dunia ini, kita harus senantiasa menyucikan pikiran. Kita harus bersumbangsih sebagai Bodhisatwa di tengah dunia yang kacau dan di antara banyak orang dengan berbagai tabiat. Kita harus menyucikan pikiran dan bertekad untuk membimbing orang lain. Saat melihat orang membuka hati dan memperoleh kebahagiaan, maka kebahagiaan yang mereka rasakan ini juga merupakan kebahagiaan kita. Para Bodhisatwa sekalian, apakah saat bersumbangsih di tengah masyarakat batin bebas dari noda dan kerisauan? Jika kita dapat bersumbangsih di tengah masyarakat dengan hati yang bebas dari noda dan kerisauan, berarti kita telah selalu menyucikan pikiran. Saat hati berada dalam kondisi jernih dan murni, masalah apa pun yang timbul di hadapan kita akan dapat teratasi sehingga ia tak akan membelenggu batin kita. Kondisi ini dapat tercapai berkat pikiran yang tersucikan. Karena itu, kita harus senantiasa menjaga pikiran agar tidak ternoda.

Di tengah masyarakat, kita harus fokus dalam meringankan penderitaan orang lain melalui sumbangsih yang sungguh-sungguh. Inilah ladang pelatihan Bodhisatwa dunia yang terbentuk di tengah masyarakat. Saat membantu orang lain, kita dapat mempelajari dan memahami prinsip kebenaran. Karena itu, saya sering berkata bahwa kita belajar saat melakukan dan memperoleh kesadaran dari proses belajar ini. Dalam kehidupan ini, kita harus memiliki hati yang tenang, damai, senantiasa menciptakan berkah dan menumbuhkan kebijaksanaan. Intinya, pikiran adalah pelopor segala sesuatu. Para Bodhisatwa sekalian, bagaimana cara kita menjalani hidup dalam samadhi pada kehidupan ini? Turut berbahagia atas kebahagiaan orang lain adalah kebahagiaan yang terbesar. Inilah kondisi batin yang paling jernih. Intinya, segala sesuatu pada kehidupan ini bergantung pada diri kita sendiri. Baiklah. Singkat kata, inilah yang harus kita pelajari. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Pemberkahan Awal Tahun: Mengukir Kebajikan Di Masa Pandemi

Pemberkahan Awal Tahun: Mengukir Kebajikan Di Masa Pandemi

08 Februari 2021
Suasana berbeda tampak pada Pemberkahan Awal Tahun di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun yang digelar secara daring, Minggu 31 Januari 2021. Meski demikian Pemberkahan Awal Tahun tetap berjalan khidmat. 
Bantuan AirAsia QZ8501: Doa Bersama Keluarga Penumpang

Bantuan AirAsia QZ8501: Doa Bersama Keluarga Penumpang

03 Januari 2015

Relawan Tzu Chi melakukan doa bersama dengan keluarga penumpang AirAsia QZ 8501 di dalam Ruangan Mahameru, RS Bhayangkara, Polda Jatim. Doa yang bersifat lintas agama ini diiringi lagu Cinta dan Damai yang berisi harapan agar dunia bebas dari bencana. 

Motivasi Membangun Moral

Motivasi Membangun Moral

12 Agustus 2016

Anak-anak dari Afrika datang ke Indonesia dan berkunjung ke Yayasan Tzu Chi Indonesia.  Mereka menjalankan serangkaian kegiatan untuk lebih mengenal Tzu Chi, salah satunya tentang budaya humanis Tzu Chi.

Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -