Waisak 2555: Tzu Chi Bandung

Jurnalis : Galvan (Tzu Chi Bandung), Fotografer : Galvan & Edy Kurniawan (Tzu Chi Bandung)
 
 

fotoKetua Tzu Chi Bandung Herman Widjaja membawa pelita pada perayaan Waisak, Hari Tzu Chi, dan Hari Ibu Internasional pada Minggu, 8 Mei 2011.

Minggu, 8 Mei 2011, bertempat di Gedung Panguyuban Marga Lie, Jl. Mekar Cemerlang No.1, Komp. Mekar Wangi, Soekarno Hatta, Bandung, para relawan Tzu Chi Bandung merayakan hari Waisak 2555/2011 yang juga bertepatan dengan Hari Tzu Chi  dan Hari Ibu Internasional.

Tema dari hari Waisak itu sendiri adalah “Dalam ajaran mempraktikkan semangat Jing Si, Tzu Chi giat bersumbangsih, Mazhab Tzu Chi merupakan sebuah jalan Bodhisatwa di dunia. Mengembangkan kegiatan pelestarian lingkungan alam semesta berlimpah berkah, menyucikan hati manusia, alam semesta harmonis dan bersahabat.”

Sementara makna dari waisak itu sendiri adalah membersihkan hati kita dari kekotoran batin, seperti sifat kesombongan, keangkuhan, kerakusan, kemarahan dan ketidaktahuan (ragu-ragu) agar semua makhluk hidup mencapai ke-Buddha-an dan mencapai pencerahan batin. Di samping itu, makna dari pemandian rupang Buddha adalah berharap hati cinta kasih dapat bangkit, dalam hati setiap orang terkandung rasa syukur, rasa hormat, dan cinta kasih. Lubuk hati semua orang dapat disucikan, masyarakat aman dan sejahtera, dengan demikian dunia ini baru bisa terbebas dari bencana, inilah makna sebenarnya daripada acara pemandian rupang Buddha.

Herman Widjaja selaku Ketua Tzu Chi Bandung mengungkapkan selain merayakan Waisak, Hari Tzu Chi dan Hari Ibu internasional, hari ini pun bertujuan untuk merekrut dan sekaligus memberi hormat kepada sang Buddha. Selain itu, para relawan dan donatur berkesempatan untuk menjernihkan atau menyucikan diri dari kesalahan-kesalahan yang mungkin tidak disengaja. "Saya rasa acara ini cukup khidmat ya, mereka (relawan-red) itu dengan khidmat mengikuti upacara kita dan memang Tzu Chi sendiri punya ciri khas dalam melakukan upacaranya. Sederhana namun penuh khidmat, jadi ini yang kita mau adaptasikan bahwa walaupun dengan sederhana, tetapi jika kita menggunakan hati yang tulus maka kita akan mendapat kesenangan (batin),” ujar Herman.

foto  foto

Keterangan :

  • Diawali oleh 24 relawan Tzu Chi Bandung sebagai penghantar pelita, air wangi dan bunga, peserta memasuki tempat pemandian rupang Buddha. (kiri)
  • Acara Waisak ini diselenggarakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Bandung, yang berlangsung di Gedung Panguyuban Marga Lie. Jl. Mekar Cemerlang No.1, Komp. Mekar Wangi, Soekarno Hatta, Bandung. (kanan)

Acara tersebut berlangsung dari pukul 09.00 - 11.00 WIB, yang diikuti oleh 378 peserta yang terdiri dari relawan Tzu Chi, donatur dan masyarakat umum. Suasana khidmat begitu terasa pada perayaan Waisak di hari itu, diawali oleh 24 relawan Tzu Chi Bandung yang terdiri dari 12 Shixiong dan 12 Shijie sebagai penghantar pelita, air wangi dan bunga memasuki tempat pemandian rupang Buddha serta bersiap dalam posisi masing-masing dengan diiringi lagu Jing Ji Qing Cheng (Menjernihkan Pikiran dan Menenangkan Hati).

Setelah diawali dan diakhiri oleh penghantar pelita tersebut, barulah para peserta melakukan prosesi pemandian rupang Buddha yang dibimbing langsung oleh relawan Tzu Chi. Ini dimaksudkan agar prosesi tersebut berjalan dengan sempurna dan diberkahi oleh Buddha. Prosesi pemandian rupang Buddha itu sendiri adalah dengan membungkukan badan hingga 90 derajat dan kedua telapak tangan menyentuh Air Wangi, setelah itu tegakan badan dan kembali membungkukan badan sampai 90 derajat untuk mengambil sekuntum bunga, lalu tegakkan badan dengan telapak tangan beranjali, setelah itu balikkan badan dan mundur dari posisi untuk meninggalkan tempat pemandian rupang Buddha.

Khusyuk dan Khidmat
Dengan penuh keyakinan dan khusyuk para peserta melakukan upacara pemandian rupang Buddha, seperti yang diungkapkan dan dirasakan oleh Ali Cahyadi (58) yang mengikuti acara tersebut. "Acara ini sangat luar biasa sekali, karena melalui acara ini kita bisa menyalurkan cinta kasih dan welas asih kita kepada sesama dan kepada alam semesta ini. Untuk melestarikan dunia yang kita cinta ini dan juga bisa menolong siapapun mereka yang membutuhkan pertolongan. Saya merasakan setelah mengikuti prosesi pemandian rupang Buddha, kita harus bisa mengintrospeksi diri agar kesalahan-kesalahan yang kita telah perbuat itu tidak akan terulang kembali dan kita akan berbuat yang sebaik-baiknya untuk semua,” katanya.

foto  foto

Keterangan :

  • Perayaan Waisak Tzu Chi Bandung ini berlangsung dengan tertib dan khidmat. Hal ini karena sebelumnya para relawan telah melakukan gladi resik sehingga dapat membimbing para peserta dari masyarakat umum. (kiri)
  • Setelah mengikuti perayaan Waisak, para peserta juga dapat melihat pameran poster yang berisikan berbagai kegiatan Tzu Chi di Indonesia, dan Bandung khususnya.(kanan)

Selain Ali, peserta lain pun merasakan ketenangan dan kecerahan hati setelah ikut dalam prosesi pemandian rupang Buddha, yaitu Budi Hartono (51). "Khidmat sekali. Saya juga merasakan aura yang penuh dengan cinta kasih dan merasakan keharmonisan bersama. Saya merasakan saya lebih damai dan timbul rasa cinta kasih yang lebih dalam kepada sesama manusia dan juga tidak memandang ras, suku dan agama. Dan saya mengharapkan cinta kasih ini bisa lebih menyebar ya, ke semua manusia. Selain itu saya berharap, menginginkan lebih banyak manusia, lebih banyak rekan-rekan tanpa membeda-bedakan golongan agama itu lebih peduli kepada sesama yang membutuhkan bantuan kemudian juga lebih menyayangi satu sama lain," harapnya.

Hati yang penuh ketulusan mampu mengharukan langit dan bumi, dapat mengumpulkan keberuntungan yang penuh berkah. Dengan berdoa semoga semakin hari dunia semakin bebas dari bencana, batin manusia makin disucikan, dan semua dikaruniai badan sehat, aman dan sejahtera. Semoga cahaya kebijaksanaan dan welas asih Dharma Budha bisa menyinari alam semesta selamanya, membuat lahan batin setiap orang terang dan jernih. Di samping itu, harapan kita setelah menyelenggarakan prosesi pemandian rupang Buddha adalah agar masyarakat bisa merasakan keindahan agama, Buddha Dharma bisa berkembang, dan kita semua berjalan di jalan Bodhisatwa untuk menuju atau mencapai pencerahan agung.

  
 

Artikel Terkait

Bergotong Royong Meringankan Derita Korban Bencana Kebakaran

Bergotong Royong Meringankan Derita Korban Bencana Kebakaran

02 April 2018
Mendapat informasi tentang kebakaran ini relawan Tzu Chi Tebing Tinggi segera menuju ke tempat kejadian hari itu juga. Satu tim melakukan survey lokasi dan satu tim menuju rumah sakit guna memberi pendampingan kepada korban. 
Membangun Kesadaran Melindungi Bumi

Membangun Kesadaran Melindungi Bumi

16 September 2020
Sebanyak 38 peserta yang berpartisipasi dalam kelas Tzu Shao pada Minggu 30 Agustus 2020. Dalam kelas online kali ini para peserta diajak untuk terus melestarikan lingkungan dan menerapkan prinsip 5R dalam kehidupan mereka sehari-hari.Sebanyak 38 peserta yang berpartisipasi dalam kelas Tzu Shao pada Minggu 30 Agustus 2020. Dalam kelas online kali ini para peserta diajak untuk terus melestarikan lingkungan dan menerapkan prinsip 5R dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Berbagi Kasih Di Hari Ibu

Berbagi Kasih Di Hari Ibu

19 Juni 2013 Bersikap hormat, menjaga, dan merawat orang tua juga merupakan cara untuk berbakti dan mencintainya. Dengan mencuci kaki ibu menunjukan bahwa kita menghormatinya. Sosok ibu begitu mulia dan luar biasa hingga wajar saja ada istilah surga berada di telapak kaki ibu.
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -