Kisah Suami yang Penyayang

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoRelawan menjenguk The Loen Nio (67), pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi. Setelah sempat terkena Parkinson dan juga mengalami koma selama sebulan lebih, kini kondisi The Loen Nio sudah mulai pulih dan bisa sedikit beraktivitas.

Tok..., tok...” Selamat pagi....,” kata dua relawan Tzu Chi, Maria dan Susilo memecah keheningan di salah satu sudut perkampungan padat penduduk di wilayah Kramat Jati, Jakarta Timur. Tiga relawan Tzu Chi lainnya datang menyusul, mereka pun melakukan hal yang sama. Pintu kayu bercat putih itu pun kembali diketuk, tetapi tetap belum ada jawaban dari sang pemilik rumah. Penasaran, relawan pun mencoba mengintip dari balik jendela kayu yang setengahnya terbuka.

 

Dari luar terlihat dua sosok tubuh, pria dan wanita berusia lanjut. Yang wanita tertidur di atas kasur, sementara pria yang juga sebaya dengannya tidur di bawah ranjang menunggu. Keduanya tertidur pulas. Ketukan pintu dan sapaan lembut dari para relawan tidak dapat membangunkan mereka.

”Selamat pagi,” kata Mimi, relawan Tzu Chi lainnya dengan nada yang sama. Cuma kali ini panggilan itu dilakukan dari balik jendela. Karena jarak yang lebih dekat, suara itu ternyata cukup ampuh membangunkan Suhendra (68) dari tidurnya. ”Ya..., siapa?” tanyanya sembari bangun dan membukakan pintu.  ”Oh..., silahkan masuk,” sapanya ramah tatkala melihat Maria, Mimi, Susilo, Aswanih, dan Marwanih yang berseragam biru-putih di depannya. Kamis, 23 September 2010, kelima relawan Tzu Chi itu melakukan kunjungan kasih ke rumah The Loen Nio (67), pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi yang tinggal di Jl. Dato Tenggara I, RT 09/11 No. 25, Kramat Jati, Jakarta Timur. The Loen Nio yang dulu sempat mengalami koma selama sebulan masih dapat mengenali beberapa relawan di depannya. ”Ini siapa?” tanya relawan. ”Ibu Maria,” jawab The Loen Nio pelan sembari membalas jabatan hangat tangan di depannya.

Terlalu Banyak Pikiran
Empat tahun lalu, tepatnya tahun 2006, The Loen Nio terkena penyakit parkinson (tubuh dan tangannya selalu gemetar). Suhendra sendiri tak mengetahui persis mengapa istri yang dinikahinya 42 tahun silam itu bisa terkena penyakit seperti itu. ”Mungkin saat itu ia sedang banyak pikiran. Dia (istri) kurang setuju anak bungsunya akan menikah dengan wanita pilihannya sendiri,” ujar Hendra. Dari keempat anak buah perkawinannya, Hendra dan The Loen Nio memiliki 4 orang anak: Agus, Nina, Lina, dan Arif.  Di antara keempat anaknya, Arif sang putra bungsulah yang menjadi kesayangan The Loen Nio. Rasanya pilihan itu pun tepat lantaran memang Arif merupakan anak yang paling berbakti di antara ketiga saudaranya. Jadilah The Loen Nio memiliki harapan besar pada putra bungsunya ini sebagai penjamin di masa tuanya.

Masalah mulai timbul tatkala Arif akan menikah. Terlebih calon pilihan istri Arif kurang berkenan di hati ibunya. Meski sang bunda kurang setuju, pernikahan pun tetap dilangsungkan. Karena terus-menerus memikirkan dan menjadi beban pikiran, akhirnya penyakit pun datang, The Loen Nio terkena parkinson, yang menyebabkannya lumpuh dan tak bisa beraktivitas seperti semula. Suhendra pun membawa sang istri berobat ke RS Carollus, dan ditangani oleh dokter saraf dan fisioterapi. ”Sama dokternya dibilang terkena Parkinson,” terang Hendra.

foto  foto

Ket : - Di rumah yang sederhana dan asri di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur inilah Suhendra (68) dan The             Loen Nio (67) tinggal. (kiri)
        - Selama lebih dari 4 tahun, Suhendra (68) tanpa kenal lelah selalu sabar mendampingi dan melayani            istrinya yang sakit. (kanan)

Karena jauh, Suhendra pun memindahkan sang istri berobat ke RS Harapan Bunda yang lebih dekat dengan rumah. ”Waktu itu masih biaya sendiri, dari anak-anak patungan,” ujar Hendra. Belakangan, sekitar tahun 2008 Suhendra mulai mengenal Maria, tetangganya yang juga relawan. ”Anak saya bilang kalau Tzu Chi mungkin bisa bantu biaya berobat.” Kemudian setelah diajukan ke Tzu Chi dan disetujui untuk dibantu, The Loen Nio pun dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Tidak hanya Maria, dua relawan lainnya, Susilo dan Marwanih juga turut mendampingi. Saat kondisi The Loen Nio mulai membaik dan bisa berjalan sedikit-sedikit, musibah lain datang. The Loen Nio terjatuh dan kepala bagian belakangnya menimpa meja kaca, dan tertusuk besi ujung meja yang tak beralas (plastik). ”Kejadiannya tahun lalu (2009), tepatnya bulan 11,” kata Hendra mengingat. Besi meja menancap di belakang kepala dan membuat The Loen Nio kehilangan banyak darah. Suhendra pun segera membawa istrinya ke rumah sakit, dan kepala The Loen Nio pun mendapat 36 jahitan. Meski lukanya telah tertangani, namun The Loen Nio langsung koma dan tak sadarkan diri.

Selama sebulan The Loen Nio tak sadarkan diri. Keluarga pun kemudian membawanya ke RS Budi Asih Jakarta Timur. ”Waktu masuk tensinya dalam kondisi 0,” ujar Hendra, ”semua biayanya ditanggung Buddha Tzu Chi.” ”Pakai SKTM juga, dan setiap seminggu sekali saya perpanjang ke dinas kesehatan,” kata Maria, relawan yang tinggal tak jauh dari rumah keluarga The Loen Nio. Selama itu pula relawan Tzu Chi selalu mendampingi. Lebih dari setahun relawan mengunjungi dan memantau kondisi The Loen Nio, baik sewaktu di rumah sakit maupun di rumah. Saat ini kondisi The Loen Nio sudah mulai membaik, hanya untuk berjalan masih sangat sulit dan harus dibantu. Sesekali di pagi hari Suhendra membawa istrinya berkeliling dengan menggunakan kursi roda.

Dulu Sempat Menolak
Tidak mudah bagi relawan Tzu Chi untuk membantu keluarga The Loen Nio. Pasalnya saat itu The Loen Nio kerap menolak dan mengusir setiap kali relawan datang. Jika sang suami mengundang relawan Tzu Chi, sang istri justru kebalikannya. ”Tapi saya mah tetap aja datang terus, biarin aja dah biasa,” terang Maria tersenyum. ”Jangankan ibu-ibu (relawan), anak-anaknya aja kalau datang diusir suruh pulang,” potong Hendra, ”tapi sekarang dah nggak begitu lagi.” ”Setiap kali datang ditolak, ’jangan ke sini, ngapain kamu kemari, saya sudah sehat kok.’ Kalau sudah begitu suaminya pun dimarahi,” kata Maria mengenang seraya tersenyum kejadian 4 tahun silam. Suhendra pun kerap menerima perlakuan tak menggenakkan. ”Saya pernah disiram air kalau pas dibangunin nggak bangun-bangun.”

foto  foto

Ket : - Kunjungan relawan mengingatkan kembali kenangan Suhendra saat-saat istrinya terkena penyakit               Parkinson dan juga mengalami koma hingga akhirnya bisa membaik. ”Puji Tuhan, kita dibantu Buddha               Tzu Chi," katanya. (kiri).
         - Relawan Tzu Chi di bagian kasus rutin mengunjungi pasien-pasien penanganan khusus yang ditangani            Tzu Chi. Tidak hanya pengobatan, pendampingan juga sangat penting dilakukan untuk menunjang            kesembuhan pasien. (kanan)

Suhendra merasa bersyukur semua beban berat itu tak seluruhnya ditanggung ia dan anak-anaknya, ”Puji Tuhan, kita dibantu Buddha Tzu Chi. Itu sangat meringankan Sekali. Buddha Tzu Chi itu banyak membantu, apalagi sama kita-kita orang-orang yang kurang mampu.” Suhendra berharap istrinya bisa kembali pulih dan bisa beraktivitas seperti semula. ”Mungkin kalau dengan tusuk jarum (akupunktur) bisa lebih cepat lagi,” kata Suhendra. ”Kakinya juga perlu dilatih, ditekuk, dan ajak jalan biar cepat pulih,” usul Mimi, relawan lainnya.

Kesan-kesan Relawan
Selama mendampingi pengobatan The Loen Nio, banyak kesan-kesan yang didapat relawan, salah satunya ditolak dan diusir oleh The Loen Nio. Tetapi dari semua itu, menurut mereka (relawan), sikap sang suamilah yang membuat mereka terharu dan tersentuh. ”Bagi saya yang berkesan adalah suaminya, begitu sabar, mau mendampingi istsrinya dengan sabar dan tekun. Senang sekali melihat perubahan-perubahan saat ini, dah sehat,” kata Susilo. Sementara bagi Maria, ”Pak Hendra sangat setia mendampingi istrinya, sampai sembuh total. Di rumah sakit juga nggak henti-hentinya mendampingi.” ”Saya salut banget sama Engkoh. Mendampingi istri dengan tulus,” ujar Marwanih. Segala macam kebutuhan The Loen Nio memang dilayani oleh sang suami. Mulai dari makan, mandi, hingga mencuci baju semua dilakoni Suhendra dengan tulus. ”Kalau bukan saya siapa lagi, anak-anak kan juga sudah punya keluarga masing-masing,” ungkapnya.

Sejak sang istri terkena penyakit, Suhendra memang tak lagi bisa bekerja. Untunglah untuk kebutuhan hidup sehari-hari mereka mendapatkan bantuan dari anak-anaknya. ”Apalagi anak yang bungsu, dia paling perhatian sama kita. Dia yang paling sayang sama Mamanya,” terang Hendra. Karena itulah Hendra tak putus-putusnya memberi pengertian kepada sang istri agar tak lagi mempersoalkan masalah pernikahan putra bungsunya tersebut. ”Akhirnya rusak di badannya sendiri,” kata Hendra, ”untungnya sekarang pas ada cucu dah lebih nerima.”

  
 
 

Artikel Terkait

Belajar Merawat Bumi Sejak Dini

Belajar Merawat Bumi Sejak Dini

25 Maret 2015
Untuk menanamkan sikap peduli pada lingkungan, maka harus kita mulai sejak dini. Dari sinilah kita dapat belajar bagaimana cara merawat, menjaganya agar bumi dapat memberikan pengaruh yang baik bagi kehidupan manusia. Untuk menanmkan sikap peduli terhadap lingkungan, Yayasan Buddha Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengajak orang untuk menjaga bumi kepada anak-anak Kelas Budi Pekerti yang dilaksankan pada hari Minggu, 15 Maret 2015.
Belajar Bahasa Inggris Bersama Relawan Tzu Chi

Belajar Bahasa Inggris Bersama Relawan Tzu Chi

08 Agustus 2018
Pada tahun ajaran baru 2018, kelas Bahasa Inggris yang telah rutin dilaksanakan oleh relawan Tzu Chi Sinar Mas, Xie Li Kalimantan Timur 2 kembali dibuka. Pertemuan pertama dilakukan pada 25 Juli 2018.
Wu Liang Yi Jing dalam Pelatihan Relawan Abu Putih

Wu Liang Yi Jing dalam Pelatihan Relawan Abu Putih

24 Juli 2018
Sebanyak 169 relawan Tzu Chi dari He Qi Utara 2 mengikuti Pelatihan Relawan Abu Putih ke-3, Minggu pagi 15 Juli 2018 di Ruang Xi She Ting, Aula JingSi PIK. Acara yang berlangsung selama kurang lebih tujuh jam ini dibagi menjadi beberapa sesi.
Dengan keyakinan yang benar, perjalanan hidup seseorang tidak akan menyimpang.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -