Donor darah berlangsung dengan tertib dan penuh kepedulian. Di setiap tetes darah yang mengalir, tersimpan harapan dan cinta kasih bagi sesama yang membutuhkan.
Donor Darah penghujung tahun 2025 di komunitas relawan Tzu Chi di He Qi Barat 1 tepatnya di Hu Ai Citra 2 pada Sabtu 13 Desember 2025, jadi momen bersejarah bagi Devin Kosasih (52) dan Agatha (24). Di antara 60 donor sukses yang berkumpul di SD Santo Kristoforus II, Kalideres, mereka adalah simbol keberanian, mereka adalah pahlawan yang baru pertama kali mendonorkan darahnya.
Acara yang merupakan hasil kerja sama PMI Tangerang dengan Komunitas Hu Ai Citra ini tidak hanya berhasil mengamankan stok darah, tetapi juga membuktikan bahwa panggilan kemanusiaan dapat datang dari inspirasi dan niat tulus yang paling mendasar.
Devin Kosasih, didampingi putranya, Vincent. Berawal dari ikhtiar mencari solusi atas keluhan gatal kronis, langkah pertamanya mendonor darah justru menjadi wujud kebajikan bagi sesama.
Devin Kosasih, warga Taman Royal 1, hadir didampingi putranya, Vincent. Kisahnya bermula dari sebuah pencarian solusi atas sakit gatal kronis yang dideritanya. “Saya sudah berobat, tapi belum ada perubahan. Lalu, seorang teman menyarankan, kenapa tidak mencoba donor darah,” ujarnya.
Saran tersebut mengantarkannya mencari informasi donor darah melalui media sosial hingga menemukan kegiatan donor darah yang diselenggarakan oleh Hu Ai Citra 2. Namun, yang membuat niatnya bulat bukan sekadar harapan akan kesembuhan fisik, ia melihat kesempatan ini sebagai jalan untuk mewujudkan nilai yang ia yakini.
“Motivasi saya yang utama adalah terkait kepercayaan untuk selalu berbuat kebajikan terhadap sesama manusia. Donor darah adalah bentuk nyata dari kebajikan itu,” tegasnya.
Dengan keyakinan yang kuat, rasa gugup sebagai donor pemula pun teratasi, menjadikannya salah satu dari 60 orang yang sukses berkontribusi.
Relawan Tzu Chi dengan teliti mendata para donor di meja pendaftaran.
Mengatasi Ketakutan Demi Kemanusiaan
Cerita berani juga datang dari Agatha (24), seorang Relawan Kembang (RK) Tzu Chi yang bertugas di acara tersebut. Sebagai karyawati admin yang tinggal di Gombol Paya, ini adalah kali pertama Agatha tidak hanya membantu di belakang meja, tapi juga jadi donor. Motivasinya sangat murni. “Saya ingin membantu orang lain dengan darah saya.”
Ia mengakui bahwa menghadapi proses pengambilan darah tidaklah mudah. “Awalnya saya agak takut melihat darah. Ada sedikit tegang,” ungkap Agatha.
Namun, fokus pada tujuan mulia bahwa darahnya akan menyelamatkan hingga tiga nyawa membuatnya mampu menenangkan diri. Ketegangan itu berganti dengan rasa bangga dan kepuasan karena telah mampu mengatasi ketakutan demi memberi manfaat bagi orang lain.
Agatha, untuk pertama kalinya mendonorkan darahnya. Dengan motivasi sederhana namun tulus, ia melangkah berani.
Kisah Devin dan Agatha menunjukkan bahwa donor darah bukan hanya aksi rutin, tetapi sebuah titik awal komitmen kemanusiaan. Mereka membuktikan bahwa batasan usia atau ketakutan awal dapat dikalahkan oleh niat baik untuk berbuat kebajikan.
Kisah-kisah inspiratif dari para onor pemula ini sejalan dengan ajaran welas asih yang senantiasa disampaikan oleh Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi. Dalam kataperenungan beliau, terdapat makna mendalam tentang pentingnya setiap perbuatan baik, sekecil apa pun itu, "Setiap orang mempunyai potensi cinta kasih tanpa batas. Jangan mengira bahwa kekuatan kecil tidak akan bermanfaat. Setetes air dapat menembus batu. Sedikit cinta kasih yang kita berikan, akan membawa manfaat tak terbatas bagi dunia.”
Melalui setetes darah yang disumbangkan oleh para donor, mereka telah membuktikan bahwa potensi cinta kasih tersebut nyata, membawa manfaat tak terbatas dan menjadi harapan baru bagi sesama yang membutuhkan.
Editor: Khusnul Khotimah