Membangun Kembali Runtuhan Rumah

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
 

foto
Bukan hanya ibu-ibu rumah tangga yang memanggul bahan material, anak kecil pun tidak mau ketinggalan demi impian membangun kembali rumah yang runtuh.

Sore itu, saat sengatan matahari mulai bersahabat dengan kulit, salah satu relawan Tzu Chi menghampiri sekumpulan warga penerima bantuan pembangunan rumah korban bencana gempa Dusun Montong, Desa Jenggala, Kec. Tanjung, Kab. Lombok Utara yang sedang beristirahat dari aktifitasnya. Dengan diiringi angin sepoi-sepoi, tanpa menunggu lama, Andi Shixiong memanfaatkan moment ini untuk melakukan sosialisasi kepada warga tersebut dengan memperkenalkan Yayasan Buddha Tzu Chi. Mulai dari awal berdirinya Tzu Chi hingga misi-misi yang dijalankan Tzu Chi. Meskipun tampak sederhana dalam penyampaian, hanya sekedar berbincang di atas berugak (pondok) milik salah satu warga, namun Andi Shixiong mampu menarik perhatian para warga. Dengan seksama warga mendengarkan penjelasan relawan sambil sesekali mereka memberikan respon atas penjelasan yang mereka terima.

Seperti halnya yang menjadi prinsip dasar Yayasan Buddha Tzu Chi bahwa menolong manusia dari penderitaan, salah satu warga sepaham dengan prinsip ini. “Iya, bagi saya tolong menolong paling mendasar,” ucap salah satu warga. Sosialisasi ini semakin terasa hangat dengan adanya interaksi dua arah seperti yang terjadi. Dalam sosialisasi ini, Andi menekankan untuk menjaga lingkungan tempat mereka tinggal. Inilah yang menjadi misi pelestarian Tzu Chi. Ia juga mengajak warga agar mengumpulkan sampah yang paling gampang ia temukan seperti botol minum. Ini bertujuan agar warga senantiasa tidak membuang sampah sembarangan.

Selepas memperkenalkan misi-misi Tzu Chi, Andi Shixiong juga menceritakan pengalamannya selama bergabung dalam barisan kerelawanan Tzu Chi. “Bekerja dengan hati.” Sebuah kata-kata yang muncul dalam pembicaraan Andi Shixiong yang ia jadikan sebagai prinsip yang ditanam dalam hati dalam melakukan tugas dan pekerjaan apapun. “Dengan demikian melakukan apapun pekerjaan itu bisa dilakukan dengan senang tanpa ada beban,” kata relawan biru putih ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Dengan antusias Andi Shixiong (paling kanan) melakukan sosialisasi kegiatan Tzu Chi kepada sekumpulan warga yang sedang istirahat dari aktivitas kerjanya (kiri).
  • Bersama para mahasiswa-mahasiswi Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Mataram, Athung Shixiong (topi putih) membagikan informasi tentang Yayasan Buddha Tzu Chi (kanan).

Di lain kesempatan, Chandra Chaidir Shixiong, juga tak mau kalah untuk menyosialisasikan kegiatan Yayasan Buddha Tzu Chi. Ia memperkenalkan Tzu Chi kepada tim mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Mataram. Athung Shixiong, sapaan akrabnya menceritakan sejarah awal berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi yang didirikan oleh seorang Bhiksuni Cheng Yen yang kini menyebar lebih dari lima puluhan negara di dunia. Selain itu, ia juga menjelaskan misi-misi Yayasan Buddha Tzu Chi: misi amal, misi kesehatan, misi pendidikan, misi budaya humanis dan semangat celengan bamboo.

Sebanyak 6 mahasiswa-mahasiswi pun nampak antusias mendengarkan sharing dari relawan Tzu Chi. Mereka mengaku belum pernah mengenal Tzu Chi. Kali ini, mereka berjodoh dengan Tzu Chi melalui kegiatan KKN di Desa Jenggala. “Baru tahu Yayasan Buddha Tzu Chi. Tadinya saya pikir Tzu Chi cuma bantu mereka yang agama Buddha saja, ternyata Tzu Chi tidak memandang agama, ras, suku, budaya dalam membantu,” ujar Riska Amalia, salah satu anggota KKN Unram ini. Baginya sharing yang disampaikan oleh Athung Shixiong memberikan gambaran yang bisa menginspirasi dan menyentuh hati mereka. Riska mengaku tersentuh mendengar cerita tentang pasien kasus yang menderita penyakit kanker dan dibantu pengobatan hingga tuntas oleh Tzu Chi. “Ceritanya menarik dan menyentuh. Saya belum pernah bertemu organisasi seperti ini di Mataram,” aku mahasiswi fakultas pertanian ini. Selain itu ia menambahkan bahwa kisah para relawan membuatnya menyentuh hati karena kelapangdadaan dan ketulusan para relawan dalam membantu menolong sesama.

Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing
Dalam sosialisasinya, relawan juga menekankan pentingnya gotong royong dalam masyarakat demi mempererat tali persaudaraan antar warga dan kebersamaan mereka. Seperti keluarga Sumiarti (60), sebanyak 6 orang yang masih memiliki hubungan saudara saling bahu membahu mengangkut bahan material berupa pasir ke rumahnya. Medan jalan menuju rumah Sumiarti yang menanjak tidak menyurutkan semangat kekeluargaan mereka. Sesekali mereka beristirahat sejenak untuk meredakan keringat yang mengalir di tubuhnya. Bukan hanya keluarga Sumiarti saja yang melakukan sambatan (gotong royong membangun rumah), ibu-ibu dari keluarga lain juga tampak menyunggi ember berwarna hitam berisikan pasir dan juga batu kerikil di atas kepala mereka. Dalam tradisi setempat, menyunggi (beban) apapun di kepala biasa disebut dengan istilah menyon. Menyon dilakukan oleh para wanita dari usia remaja hingga dewasa, bahkan kadang anak-anak juga melakukan hal yang sama. Langkah mereka tampak tegap bahkan kadang diselingi tawa, agaknya mereka tidak merasakan beban yang mereka bawa tersebut.

foto  foto

Keterangan :

  • Sitah tidak henti-hentinya memanggul material batu untuk pembangunan rumahnya (kiri).
  • Andi Shixiong (kanan) dengan penuh sukacita membantu salah satu warga untuk memasukkan batu kerikil yang akan dipanggulnya (kanan).

Sitah (30) bahkan berkali-kali naik turun dengan menyunggi material berupa batu kali di kepalanya. Walaupun saudaranya juga membawa motor untuk mengangkut, dia tetap membantu dengan menyunggi material tersebut. Menurutnya itu merupakan latihan fisik yang sama dengan olahraga angkat beban.

Melihat warga yang bergotong royong Andi Shixiong yang awalnya hanya melihat para warga menaikkan beban ke kepala mereka, mulai tergerak untuk ikut serta membantu wanita-wanita ‘perkasa’ ini mengisi ember bahkan sak mereka dengan batu kerikil. Faktor kebiasaan memang sangat berpengaruh, tidak sampai berapa lama mengeruk kerikil, Andi sudah mengembalikan sekop pada para salah satu ibu sambil berkata, “Ini posisinya kebalik ya bu..,” begitu guraunya saat dia memilih untuk memegangi sak, sedangkan si ibu mengeruk kerikil dan memasukkannya ke sak. Kata-kata ini serentak membuat para ibu-ibu yang berkumpul tertawa.­­

Pekerjaan berat apabila dilakukan dengan sukacita, maka akan terasa ringan dan dapat dilakukan dengan mudah serta cepat. Apalagi jika dilakukan dengan semangat maka apa yang diinginkan akan dengan mudah tercapai, begitu pula dengan para warga Dusun Montong yang dengan penuh sukacita serta semangat membangun rumah mereka kembali.

  
 

Artikel Terkait

Belajar Menjadi Lebih Baik

Belajar Menjadi Lebih Baik

27 Oktober 2009
“Sejak muda, saya memiliki hobi mengonsumsi obat-obatan terlarang dan mabuk-mabukan. Hobi ini sempat berhenti setelah saya menikah. Namun ketika saya mulai berbisnis catering, dan tenggelam dalam kejenuhan rutinitas, hobi saya pun mulai kembali,” tutur Mawie Wijaya.
Melintas Batas

Melintas Batas

06 Juli 2008
Perhatian untuk Rifki, Zaskia, dan Alisha

Perhatian untuk Rifki, Zaskia, dan Alisha

10 Agustus 2020

Relawan Tzu Chi mengunjungi salah satu penerima bantuan di wilayah Sawangan, Depok, Jawa Barat. Kali ini relawan mengunjungi Rifki, Zaskia, dan Alisha penderita ADHD yang sudah 5 tahun dibantu oleh Tzu Chi. 

Kita harus bisa bersikap rendah hati, namun jangan sampai meremehkan diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -