Mendedikasikan Cinta Kepada Satu-Satunya Ibu

Jurnalis : Michelle Selvia, Sesi Suryati (Tzu Chi Batam), Fotografer : Jenny Agusri, Andy Tan (Tzu Chi Batam)

Tim Kelas Budi Pekerti turut menambahkan unsur spiritual dalam perayaan Hari Ibu melalui prosesi pemandian Rupang Buddha, menciptakan suasana khidmat dan penuh makna.

Dengan mengusung tema “Du Yi Wu Er de Ma Ma” yang berarti “Satu-Satunya Ibu”, perayaan Hari Ibu Tzu Chi Batam pada tahun 2025 berlangsung hangat, haru, dan penuh makna. Tema ini mengingatkan bahwa dalam kehidupan ini, kita hanya memiliki seorang ibu yang tak tergantikan, sosok yang telah mendedikasikan cinta dan pengorbanannya tanpa pamrih kepada anak-anaknya.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, perayaan tahun ini digelar secara terpisah dari perayaan hari Waisak, hari Ibu Internasional dan hari Tzu Chi sedunia. Harapannya agar lebih banyak orang tua murid kelas Budi Pekerti dapat hadir dan merasakan momen kebersamaan yang mendalam bersama anak-anak mereka. Acara tahun ini juga ditambahkan dengan Prosesi Pemandian Rupang Buddha agar para orang tua dan anak-anak yang belum berkesempatan mengikuti perayaan hari Waisak sebelumnya dapat mengikuti dan memetik maknanya.

Sebanyak 37 orang tua dan 59 murid berpartisipasi dalam perayaan Hari Ibu, mempererat hubungan antara orang tua dan anak dalam suasana yang penuh kasih.

Enam murid dari Tzu Shao membentuk tim persembahan sebagai tanda dimulainya prosesi pemandian Rupang Buddha.

Prosesi persembahan rupang Buddha dipersembahkan oleh enam murid dari kelas Tzu Shao (kaum remaja) yang dipandu langsung oleh dua orang guru yakni Ani dan Sulastri. Para murid bersikap tenang dan penuh khikmat berjalan menuju ke rupang Buddha serta memberikan persembahan sesuai aba-aba. Nichole, salah satu peserta persembahan, menyampaikan bahwa walaupun sempat gugup, ia merasa bangga dapat menjadi peserta persembahan. “Makna dari persembahan rupang Buddha adalah membersihkan dosa-dosa dalam diri kita,” tuturnya.

Selly, ibu dari Elaine Fang (13) salah satu orang tua dari murid kelas Tzu Shao, merasa sangat bersyukur melihat anaknya berkesempatan untuk turut serta dalam prosesi persembahan tersebut. Ia berharap Elaine dapat semakin mendekatkan diri kepada ajaran Master Cheng Yen dan tumbuh menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat. Ia mengatakan bahwa semenjak ikut kelas Budi Pekerti, anaknya menjadi lebih penurut dan ia juga akan mendaftarkan adiknya Elaine ke kelas Budi Pekerti untuk tahun ajaran baru nanti.

Selly, yang mengenakan baju kuning kehijauan, tampak hangat bersama ketiga buah hatinya dalam sesi cuci kaki, sebuah momen simbolis untuk menghormati peran seorang ibu.

Video “Inspirasi Kebaikan” yang Menyentuh Hati
Salah satu bagian yang menyentuh dari acara ini adalah tayangan sebuah video “Inspirasi Kebaikan” yang menceritakan kisah seorang guru yang harus membawa ibunya yang mengalami demensia ke sekolah setiap hari saat ia bekerja. Awalnya ia menuai protes dari para guru lainnya serta beberapa orang tua murid dikarenakan proses belajar mengajar dalam kelas sedikit terganggu. Suatu hari, Ia hampir kehilangan Ibunya yang bepergian sendiri tanpa disadari di saat ia sedang serius mengajar, pencarian Ibunya kemudian dibantu oleh murid-muridnya. Dari kisahnya justru menumbuhkan niat kebaikan murid-murid untuk berpengertian terhadap kondisi guru tersebut yang sangat berbakti terhadap Ibunya.

Dewi Soejati (pertama dari kiri) dan Felicia (ketiga dari kiri) dengan sabar membimbing peserta dalam memahami tata cara pemandian Rupang, sebagai bagian dari pembelajaran nilai-nilai luhur.

Dewi Soejati, komite Tzu Chi, tak kuasa menahan air mata saat menonton video tersebut. Setiba di sesi suguh teh, ia bahkan sempat bertanya kepada anaknya, “Kalau mama hilang ingatan dan menghilang begini, mama dicari nggak ya? Mama takut nggak dicari,” dan anaknya menjawab dengan penuh kasih, “Pasti akan dicari dong, karena mama kan mamaku satu-satunya.” Jawaban tersebut membuat Dewi menangis dengan tersedu-sedu, Ia mengakui bahwa dari kecil ia mendidik anaknya dengan sangat tegas dan keras, namun setelah ikut Tzu Chi lama-kelamaan ia menyadari bahwa mendidik dengan kasih sayang jauh lebih ampuh daripada mendidik dengan kemarahan.

Sesi Penyuguhan Teh, Kue, dan Pemberian Bunga
Sesi penyuguhan teh, pemberian kue dan bunga, serta basuh kaki ibu oleh anak-anak menjadi bagian yang tidak boleh ketinggalan dalam acara perayaan hari Ibu. Sesi ini diikuti 37 orang tua dan 59 murid. Anak-anak berjalan ke hadapan ibu masing-masing, bersujud dan menyuapi ibunya teh dan kue. Hal sederhana namun membuat para Ibu tidak kuasa menahan air matanya. Bunga juga diberikan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan kasih sayang.

Dipandu oleh pembawa acara, anak-anak melanjutkan basuh kaki ibu mereka. Wajah yang polos namun penuh dengan ketulusan. Pelan-pelan mengangkat kaki ibu ke dalam wadah yang telah disediakan dan membilasnya. Para Ibu tidak henti mengabadikan momen ini dengan ponsel masing-masing dengan wajah yang sangat bangga. Salah satunya Yulie, ibu dari Audrey (8), murid Er Tong Ban.

“Kita susah-susah mendidik mereka dari kecil. Dari baby kita gendong di tangan sampai sekarang dia bisa cuci kaki. Waktu saya sakit dia bisa bantu saya. Waktu dua tahun lalu saya sakit, Audrey dan kakaknya belajar membantu membersihkan rumah dan menjaga saya,” ujarnya. Yulie juga merupakan Daai Mama di kelas Budi Pekerti. Ia mengutara dengan mendampingi anak-anak dalam kelas, ia bisa belajar banyak hal dan juga mendapatkan ilmu selama proses belajar-mengajar.

Yulie, salah satu Daai Mama sekaligus peserta perayaan, menerima bunga dan pelukan hangat dari anaknya, menggambarkan rasa terima kasih dan kasih sayang dalam momentum Hari Ibu.

Felicia atau lebih dikenal dengan panggilan Lilian, selaku koordinator acara, mengungkapkan rasa syukur dan terima kasihnya atas kerja sama seluruh tim Daai Mama yang begitu bersungguh hati dalam merancang dan menyukseskan acara ini. “Saya merasa terharu dan merasa sangat terbayarkan, karena para Daai Mama begitu sungguh hati dan kerja sama. Saya sangat berterima kasih pada mereka semua. Gan En”, ucap Felicia sambil meneteskan air matanya.

Ia mengatakan bahwa tujuan utama dari penyelenggaraan acara ini adalah agar semua ibu merasa tersentuh dan anak-anak memahami pengorbanan seorang ibu. Selain itu, prosesi persembahan rupang Buddha diharapkan bisa membuat para ibu dan anak-anak semakin memahami makna dari persembahan yakni membersihkan noda batin dalam diri sendiri dan penghormatan kepada Buddha.

Hari Ibu Tzu Chi 2025, selain sebagai perayaan juga sebuah refleksi mendalam atas cinta kasih yang tak tergantikan dari seorang ibu. Melalui pendidikan budi pekerti dan interaksi penuh cinta, anak-anak belajar menghargai perjuangan orang tua, dan para ibu pun mendapatkan kekuatan baru untuk terus mencintai dan mendampingi anak-anaknya dengan ketulusan hati karena dalam hidup ini, tak ada yang dapat menggantikan sosok seorang ibu.

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Waisak 2025: Refleksi Kedamaian dari Tzu Chi Center PIK

Waisak 2025: Refleksi Kedamaian dari Tzu Chi Center PIK

11 Mei 2025

Dengan prosesi yang khidmat dan penuh makna, perayaan Waisak 2025 di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara menjadi ladang penyucian batin dan pembaruan tekad, di mana setiap langkah relawan dan peserta menjadi bagian dari praktik cinta kasih universal.

Waisak 2025: Menenangkan Hati dalam Doa Bersama Waisak

Waisak 2025: Menenangkan Hati dalam Doa Bersama Waisak

28 Mei 2025
Memperingati Hari Waisak, Hari Ibu Sedunia, dan Hari Tzu Chi Internasional, komunitas He Qi Tangerang menggelar acara penuh makna di The Springs Club, Gading Serpong, dengan prosesi Waisak dan Basuh Kaki Ibu yang mengharukan.
Merawat Batin, Membalas Budi, Refleksi Tzu Chi di Hari Waisak

Merawat Batin, Membalas Budi, Refleksi Tzu Chi di Hari Waisak

20 Mei 2025

Tzu Chi Medan memperingati Hari Waisak 2025 dengan penuh khidmat, dirangkai bersama Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia dengan Mengusung tema “Membalas Budi Luhur Buddha, Orang Tua, dan Semua Makhluk”.

Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -