Merawat Batin, Membalas Budi, Refleksi Tzu Chi di Hari Waisak

Jurnalis : Robby Mulia Halim (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan, Kamin, Liani, Lili Hermanto, Soit (Tzu Chi Medan)

Persembahan pelita, air wangi, dan bunga merupakan salah satu elemen penting dalam perayaan Waisak sebagai wujud balas budi kepada Buddha, orang tua, dan semua makhluk. Pelita menerangi sepuluh penjuru dunia, air membersihkan kegelapan batin, dan harumnya bunga menyebarkan semerbak keluhuran Buddha serta keharuman Dhamma.

“Di tengah banyaknya bencana alam yang mengirimkan sinyal peringatan, ajaran Buddha mampu menyucikan ladang batin semua makhluk. Dengan hati penuh rasa hormat dan sukacita, marilah kita menyambut Hari Waisak tahun 2025 atau 2569 Buddhist Era,” sambut Elsa Huang yang memandu acara peringatan Hari Waisak resmi dimulai.

Para hadirin bersikap anjali dan bersama-sama melantunkan Gatha Pendupaan (mengundang para Buddha dan Bodhisattva dari sepuluh penjuru untuk datang berkumpul dan bersama-sama memulai prosesi pemandian rupang Buddha) dan Gatha Pujian Bagi Buddha (memohon kepada para Buddha agar menyebarkan cahaya terang untuk menerangi seluruh alam semesta dan menjauhkan segala bencana di dunia), lalu diikuti persembahan pelita, air wangi, dan bunga.

Doa bersama Waisak tahun 2025 atau 2569 Buddhist Era kali ini bertemakan “Membalas Budi Luhur Buddha, Orang Tua, dan Semua Makhluk” berlangsung di Gedung STBA PIA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing Persahabatan Indonesia Asia) Jl. K.L. Yos Sudarso Lorong XII Glugur Kota, Medan, pada Minggu, 11 Mei 2025.

Perayaan Waisak turut mengundang delapan anggota Sangha dari Vihara Citta Kusala Kshanti untuk memimpin prosesi Waisak. Tali jodoh antara Tzu Chi Medan dan Vihara Citta Kusala Kshanti terjalin setelah relawan mempersembahkan buku 37 Faktor Pencerahan kepada vihara.

Perayaan tiga hari besar ini dihadiri 265 relawan, delapan anggota Sangha dari Vihara Citta Kusala Kshanti, dan 381 masyarakat umum. Selain perayaan Waisak, relawan Tzu Chi juga memperingati Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia. Ketiga perayaan ini memaknai dan berterima kasih akan budi luhur Buddha, orang tua, dan budi baik semua makhluk.

Waisak memperingati tiga peristiwa utama dalam kehidupan Buddha Gautama, yaitu kelahiran, pencapaian pencerahan, dan wafat (parinibbana) serta mengingatkan pentingnya belas kasih dan cinta dalam kehidupan. Hari Ibu Internasional (11 Mei) memperingati peran penting seorang ibu dalam keluarga, masyarakat, dan dunia. Ibu mencerminkan nilai kasih sayang dan cinta dalam kehidupan manusia yang juga sejalan dengan ajaran Buddha. Hari Tzu Chi Sedunia memperingati hari lahir Master Cheng Yen (14 Mei), pendiri Yayasan Tzu Chi Internasional, yang mengajarkan pentingnya cinta kasih melalui kegiatan amal sosial kemanusiaan dan membantu sesama.

Ketiga hari penting ini diperingati sekaligus dalam satu hari, sehingga pada minggu kedua di bulan Mei setiap tahunnya merupakan hari yang agung dan spesial bagi insan Tzu Chi di seluruh dunia. Perayaan tiga hari besar bersama-sama memiliki makna yang mendalam dan saling melengkapi, yakni memberi penghormatan kepada Buddha, ibu, dan semangat Tzu Chi dalam menjalankan kebajikan.

Koordinator perayaan Waisak, Herlina Arifin (kiri), terharu atas perayaan Waisak yang berlangsung agung dan khidmat. Ia menilai Waisak tidak hanya merayakan lahirnya Sang Buddha, namun juga lahirnya kesadaran diri agar senantiasa menjaga kejernihan lahan batin masing-masing, membangkitkan cinta kasih, dan selalu bersyukur dalam kehidupan.

“Setiap tahun Tzu Chi Indonesia dan seluruh dunia selalu merayakan tiga hari penting ini karena Master Cheng Yen mengajarkan untuk berbakti kepada orang tua dan bersamaan dengan itu diperingati 59 tahun Tzu Chi Indonesia. Selain itu, untuk menyelaraskan visi dan misi Master Cheng Yen yaitu Bagi Ajaran Buddha dan Bagi Semua Makhluk (Wei Fo Jiao, Wei Zhong Sheng), sehingga cita-cita Tzu Chi untuk menyucikan hati manusia, mewujudkan masyarakat aman dan damai, dan dunia terbebas dari bencana dapat terwujud,” ucap Herlina Arifin, koordinator perayaan Waisak tahun ini.

Acara dimulai tepat pukul 14.00 WIB. Memperingati Waisak dibuka dengan penampilan zhong gu (genta/lonceng dan genderang) oleh relawan Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi), dan anggota TIMA (relawan medis Tzu Chi) membawakan pementasan “Kehidupan Sang Buddha, Menggerakkan Roda Dhamma (Fo Tuo De Yi Sheng)” yang bermakna praktik kasih sayang dan kebijaksanaan yang saling berhubungan erat.

“Pementasan zhong gu merupakan sebuah inovasi semangat yang terkandung dalam lonceng dan genderang Jing Si sebagai simbol pewarisan mazhab Tzu Chi, yakni cinta kasih, welas asih, sukacita, keseimbangan batin, dan ajaran Jing Si yang berupa ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kejujuran,” ungkap Carina Suria, pelatih zhong gu.

Penampilan zhong gu (genta/lonceng dan genderang) yang indah oleh relawan Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi) dan anggota TIMA (relawan medis Tzu Chi) membawakan pementasan berjudul Kehidupan Sang Buddha, Menggerakkan Roda Dhamma (Fo Tuo De Yi Sheng) yang bermakna praktik kasih sayang dan kebijaksanaan yang saling berhubungan erat.

Elemen penting perayaan Waisak adalah persembahan pelita, air wangi, dan bunga sebagai wujud balas budi kepada Buddha, orang tua, dan semua makhluk, serta prosesi pemandian rupang Buddha. Pelita menerangi sepuluh penjuru dunia sebagai pancaran sinar kebijaksanaan yang menghalau kegelapan dan ketidaktahuan. Air melambangkan kesucian, kemurnian, dan ketenangan yang membersihkan kegelapan batin. Harumnya bunga menyebarkan semerbak keluhuran Buddha dan keharuman Dhamma.

Pemandian rupang Buddha merupakan ajang bagi para umat Buddha untuk bersyukur dan berterima kasih atas bermulanya ajaran Buddha dan pengingat bahwa pernah ada seorang Maha Tercerahkan di seluruh alam semesta datang ke dunia dan menyelimuti dunia dengan Dhamma, sehingga ajaran Buddha dapat diwariskan selama-lamanya dan dunia senantiasa dipenuhi nuansa penuh keharmonisan dan keberuntungan.

Dalam suasana khidmat yang penuh keagungan, para hadirin menjalani prosesi pemandian rupang Buddha dengan arahan relawan Tzu Chi seperti Li Fo Zu (sujud kaki Buddha), Zhi Cheng Fa Yuan (berikrar dengan hati tulus), Jie Fa Xiang (menerima harumnya Dhamma), dan Zhu Fu Ji Xiang (semoga selalu diberkahi keberuntungan). Perayaan Waisak berakhir sempurna dengan memanjatkan tiga ikrar, pelimpahan jasa dengan melantunkan Gatha Pemandian Rupang Buddha, dan prosesi penghormatan tertinggi kepada Buddha yang dipimpin oleh anggota Sangha.

Anggota Sangha dari Vihara Citta Kusala Kshanti, YM. Bhikkhu Bhadradhitasampatti (kanan), sangat mengapresiasi perayaan Waisak Tzu Chi yang sederhana, khidmat, dan fokus pada ajaran Buddha yang sejati. Beliau berharap hari suci Waisak membawa kedamaian, kebijaksanaan, dan kasih bagi semua makhluk.

Salah satu anggota Sangha dari Vihara Citta Kusala Kshanti, YM. Bhikkhu Bhadradhitasampatti, sangat mengapresiasi perayaan Waisak yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Medan yang sederhana dan penuh khidmat. “Lebih fokus pada ajaran Buddha yang sebenarnya. Tidak hanya umat Buddha, tapi dihadiri oleh umat dan golongan agama yang lain, juga tokoh masyarakat. Semoga cahaya suci Waisak membawa kedamaian, kebijaksanaan, dan kasih bagi semua makhluk,” tutur Bhikkhu YM. Bhadradhitasampatti dengan penuh kebijaksanaan.

Perayaan Waisak ini memberikan pengalaman baru bagi Sari Dewi (36), salah satu peserta yang hadir pertama kali mengikuti prosesi Waisak Tzu Chi. “Prosesi Waisak Tzu Chi berbeda dengan yang biasanya saya ikuti di vihara. Meskipun pesertanya sangat banyak, namun sangat teratur dan khusyuk sehingga kita dapat mengikuti dengan hati tulus dan jernih,” ungkap Sari Dewi.

Sebanyak 654 relawan dan masyarakat umum berkumpul mengikuti prosesi pada Doa Bersama Waisak tahun 2025 atau 2569 Buddhist Era di Gedung STBA PIA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing Persahabatan Indonesia Asia). Selain Waisak, juga diperingati Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia yang bertujuan untuk memaknai dan berterima kasih atas budi luhur Buddha, orang tua, dan budi baik semua makhluk.

Pada peringatan tiga hari besar ini, tidak hanya sekadar merayakan, tapi dapat menjadi sebuah refleksi dalam setiap individu, mendalami makna, dan menerapkan nilai religi dalam kehidupan sehari-hari. “Waisak tidak hanya merayakan lahirnya Sang Buddha, namun juga lahirnya kesadaran diri agar senantiasa menjaga kejernihan lahan batin masing-masing. Kita juga berharap setiap orang lebih mengamalkan Dhamma dalam memaknai Waisak, membangkitkan cinta kasih, saling menghormati, dan selalu bersyukur dalam kehidupan,” tutup Herlina Arifin.

Editor: Anand Yahya

Artikel Terkait

Waisak 2025: Menggali Makna Sadar dan Tekun dalam Jalan Bodhisatwa

Waisak 2025: Menggali Makna Sadar dan Tekun dalam Jalan Bodhisatwa

16 Mei 2025

Perayaan Waisak di Tzu Chi Batam pada Minggu, 11 Mei 2025 menampilkan lantunan Sutra yang indah dari para relawan serta dekorasi yang menggambarkan perjalanan hidup Buddha.

Insan Tzu Chi Pekanbaru Ikuti Peringatan Waisak Secara Daring Bersama 36 Negara

Insan Tzu Chi Pekanbaru Ikuti Peringatan Waisak Secara Daring Bersama 36 Negara

15 Mei 2025

Sebanyak 196 relawan Tzu Chi Pekanbaru mengikuti Perayaan Waisak secara daring yang terhubung langsung dengan Tzu Chi di Taiwan. Acara ini melibatkan peserta dari 36 negara.

Merawat Batin, Membalas Budi, Refleksi Tzu Chi di Hari Waisak

Merawat Batin, Membalas Budi, Refleksi Tzu Chi di Hari Waisak

20 Mei 2025

Tzu Chi Medan memperingati Hari Waisak 2025 dengan penuh khidmat, dirangkai bersama Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia dengan Mengusung tema “Membalas Budi Luhur Buddha, Orang Tua, dan Semua Makhluk”.

Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -