Waisak 2025: Refleksi Kedamaian dari Tzu Chi Center PIK

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Henny Yohannes, Vincent Salim Putra (He Qi Pluit), Shinta BGN (He Qi Pusat) , Fotografer : Arimami SA, Kasun, Raymond (He Qi Muara Karang)

Salah yang menjadi ciri khas Peringatan Waisak di Tzu Chi Center PIK adalah suasananya yang penuh kekhusyukan. Terutama saat prosesi pemandian Rupang Buddha, para peserta tampak tertib dan mengikuti arahan dengan penuh penghormatan.

Ernie Lindawati yang akrab disapa Meirong sedikit tak menyangka jika jumlah peserta peringatan Waisak yang digelar di Tzu Chi Center PIK, pada Minggu 11 Mei 2025 mencapai 2.930 orang, jauh lebih banyak dari yang diperkirakan. Padahal Peringatan Waisak secara nasional bakal digelar esok hari, yang mana biasanya semua Wihara pasti punya banyak kegiatan. Ini menandakan antusias masyarakat mengikuti Peringatan Waisak Tzu Chi sangat tinggi.

“Jadi saya merasa sangat bahagia, bersyukur bahwa banyak kalangan masyarakat mengenal Tzu Chi dan merayakan Waisak bersama Tzu Chi,” kata Meirong, salah satu koordinator Waisak Tzu Chi Indonesia.

Meirong pun mengacungkan dua jempol bagi para relawan yang bertugas sebagai koordinator di lapangan (korlap) yang cekatan menghadapi situasi ini. Tadinya tim hanya menyiapkan lantai 4 bagi para peserta formasi dan lantai 3 untuk masyarakat umum dan donatur. Dengan tambahan jumlah peserta, Ruangan Fu Hui Ting di lantai 2 Aula Jing Si pun dibuka.



Meirong (kanan) bersama timnya bersyukur dengan antusias masyarakat mengikuti Peringatan Waisak yang digelar Tzu Chi Indonesia.

Satu hal yang menjadi kekhasan Peringatan Waisak di Tzu Chi Center PIK adalah kekhidmatannya. Pada prosesi pemandian Rupang Buddha khususnya, barisan peserta diatur begitu rapi.

“Jadi di sini kita harus belajar untuk sabar, sabar sampai giliran kita tiba untuk pemandian Rupang Buddha. Di Tzu Chi benar-benar semua diarahkan dengan rapi, dan semuanya juga khidmat. Dan tentu dengan sekian banyak peserta yang 1.000 lebih suasananya pasti berbeda,” ujar Elly Chandra, relawan yang mengkoordinir barisan formasi.

Sedikit berbeda di Tzu Chi, prosesi pemandian Rupang Buddha dilakukan dengan menyentuh air. Saat menyentuh air, kita sebetulnya membersihkan noda batin kita, juga menenangkan batin kita. Lalu ketika menerima bunga, sebetulnya kita menerima dan menyerap Dharma yang harum.
Formasi Waisak tahun ini adalah aksara bertuliskan 'Zhengnian' (Perhatian Benar) dan 'Lixing' (Mempraktikkan), yang bermakna sebagai dorongan agar kita senantiasa giat mengembangkan perhatian benar untuk belajar dan sadar, serta tekun dan bersemangat dalam mempraktikkan jalan Bodhisatwa.

Sekaligus Merayakan Tiga Hari Besar



Formasi 'Zheng Nian, Li Xing' yang ditampilkan menjadi elemen baru yang membedakan perayaan Waisak kali ini.

Pada Peringatan Waisak ini, Tzu Chi sekaligus merayakan dua hari besar lainnya yakni Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Ketiganya disatukan dalam satu momen penuh kedamaian, cinta kasih, dan semangat Bodhisatwa.

Hendry Cahyadi, penerjemah ceramah Master Cheng Yen menjelaskan asal mula penyatuan tiga peringatan besar ini. Sebelumnya, Hari Waisak yang diperingati pada tanggal 8 bulan 4 Imlek, serta Hari Tzu Chi yang jatuh pada tanggal 24 bulan 3 Imlek, dirayakan terpisah. Hari Ibu Internasional yang biasanya berlangsung pada Minggu kedua bulan Mei juga sering berdekatan dengan peringatan-peringatan tersebut.

Untuk efisiensi, terutama bagi relawan yang datang dari luar negeri, Master Cheng Yen memutuskan untuk menyatukan ketiga peringatan ini dalam satu acara besar. Di Taiwan, Hari Waisak kini diperingati bersama dengan Hari Ibu Internasional untuk menghindari perubahan tanggal yang sering terjadi akibat kalender Imlek yang tidak tetap. Keputusan ini mengubah cara Tzu Chi Sedunia merayakan ketiga momen tersebut. Setiap tahunnya, pada minggu kedua bulan Mei, Hari Waisak, Hari Ibu, dan Hari Tzu Chi Sedunia dirayakan bersama.

Perayaan Waisak di Tzu Chi Indonesia mengikuti tradisi ini dengan penuh khidmat. Upacara pemandian Rupang Buddha dilakukan sebagai simbol penyucian hati dan tubuh. Sebelumnya, satu bulan sebelum perayaan, relawan Tzu Chi Indonesia melantunkan Sutra Bunga Teratai untuk memperdalam makna doa mereka. Selain itu, meditasi berjalan dan ritual namaskara diadakan untuk menyambut Hari Tzu Chi Sedunia.

"Tahun ini, tema dari Master Cheng Yen adalah 'Giat Mengembangkan Pengertian Benar untuk Pelajaran Sadar, Tekun, dan Bersemangat dalam Mempraktikkan Jalan Bodhisatwa.' Ini adalah pesan yang mendalam, mengingatkan kita bahwa perhatian yang benar dalam setiap langkah akan membawa kita pada kesadaran sejati." Katanya.

Hari Tzu Chi Sedunia yang diperingati dalam rangkaian ini juga mengingatkan kita akan tujuan luhur dari Tzu Chi, yaitu menciptakan keharmonisan dunia melalui cinta kasih dan pelayanan. Perayaan ini tidak hanya tentang mengenang sejarah, tetapi juga mengajak setiap individu untuk lebih bertekad dalam mempraktikkan jalan Bodhisatwa. Dalam setiap langkah, baik dalam berdoa, bermeditasi, maupun bertindak, kita dipanggil untuk mengembangkan perhatian yang benar, menjaga hati yang murni, dan mewujudkan keharmonisan dunia.



Dengan mengenakan busana putih, Tan Giok Tju bergabung dalam formasi. Ia telah sering menghadiri perayaan Waisak Tzu Chi, namun momen-momen tersebut tetap menyentuh hatinya.



Ikut serta dalam prosesi pemandian Rupang Buddha, Dewi Yan Silalahi merasa tergerak secara emosional.

Tan Giok Tju (56) yang merupakan praktisi meditasi turut mengikuti barisan formasi dengan mengenakan baju berwarna putih. Ia sudah sering datang ke perayaan Waisak Tzu Chi, namun ia selalu terharu.

“Setiap ke Tzu Chi, selalu hati saya tersentuh. Dalam artian saya bersyukur, berterima kasih bertemu dengan energi baik dalam kehidupan ini,” kata Tan Giok Tju.

Dewi Yan Silalahi yang turut mengikuti prosesi permandian Rupang Buddha juga merasa tersentuh. “Vibe-nya berbeda, biasa saya mengikuti kegiatan Waisak di Borobudur, sekalipun saya bukan penganut agama Buddha bagi saya toleransi beragama menyenangkan, prosesi seperti ini menyerap ke hati,” katanya.


Doa Kedamaian: Harapan untuk Dunia yang Lebih Baik



Bhante Aryamaitri Mahasthavira memanjatkan doa penuh welas asih dalam perayaan Waisak Tzu Chi, menyentuh hati ribuan umat dan menggemakan semangat Dharma serta cinta kasih universal.

Di akhir perayaan Waisak yang penuh berkah ini, doa mendalam mengalir dari hati seorang pemimpin spiritual, Aryamaitri Mahasthavira, Pendiri dan Kepala Wihara Ekayana Arama. Di Aula Jing Si yang dihiasi kedamaian, doa ini menjadi penghubung antara dunia dan makhluk hidup, mengalirkan kasih yang tak terbatas. Aryamaitri memulai doa dengan penuh ketulusan, “Buddha Sakyamuni yang Maha Agung, budi luhurmu meliputi semesta alam,” seru beliau, menyampaikan hormat yang dalam kepada Sang Buddha, pembimbing abadi umat manusia. Dalam setiap kata, ajaran Buddha seolah melintasi ruang dan waktu, membimbing setiap jiwa yang hadir.

Di antara 2.930 orang yang hadir, mereka duduk dalam kesunyian, seperti bunga teratai yang mekar, mendengarkan dengan penuh perhatian. Aryamaitri melanjutkan, “Ajaranmu senantiasa hadir membimbing kami, di setiap langkah, di setiap nafas, dalam kehidupan ini.” Betapa dalam ajaran yang terkandung dalam setiap detik yang berlalu, mengarahkan kita pada kedamaian dan kasih sayang, mengingatkan kita untuk selalu berjalan di jalan yang benar.

"Meskipun kami sering kali lengah, kebenaran ajaranmu tetap menyala, tak pernah engkau meninggalkan satu makhluk pun,” lanjut Aryamaitri, dengan pengakuan penuh kesadaran bahwa meskipun manusia sering kali terjatuh dalam kelalaian, ajaran Buddha tetap menjadi cahaya yang menerangi jalan hidup kita.

Doa ini berlanjut dengan permohonan tulus, "Semoga kami sanggup meneladani ketulusan dan cinta kasihmu, menjadi tangan yang menyentuh hati yang berduka, menjadi suara yang menenangkan mereka yang gelisah.” Ini adalah permohonan agar kita dapat menjadi perpanjangan tangan Buddha, membawa ketenangan kepada mereka yang menderita.

Aryamaitri juga mengingatkan bahwa Dharma adalah ajaran Buddha yang terus bergema di dunia ini: “Semoga kami tabah dan teguh dalam Dharma, mampu merasakan duka sesama, dan berani untuk hadir di tengah penderitaan mereka.” Doa ini menjadi pengingat bagi setiap hati yang hadir untuk tidak hanya berfokus pada diri sendiri, tetapi untuk membuka hati terhadap penderitaan sesama, dengan semangat persatuan dan pengertian.

Akhir dari doa ini adalah sebuah harapan besar. "Semoga Dharma Sejati bersemayam selamanya di dunia ini, dan semoga semua makhluk hidup berbahagia." Sebuah harapan yang lahir dari kedalaman hati yang tulus, untuk dunia yang lebih damai dan penuh kasih, di bawah naungan ajaran Buddha yang abadi.

Editor: Arimami Suryo A.
 

Artikel Terkait

Waisak 2025: Merayakan Waisak dengan Semangat Berbagi Tanpa Pamrih (Rame Ing Gawe, Sepi Ing Pamrih)

Waisak 2025: Merayakan Waisak dengan Semangat Berbagi Tanpa Pamrih (Rame Ing Gawe, Sepi Ing Pamrih)

11 Mei 2025

Tzu Chi Indonesia merayakan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Dengan lebih dari 2.900 peserta, acara ini mengingatkan pentingnya perhatian benar. 

Khidmatnya Doa Bersama Waisak Pertama di Selatpanjang

Khidmatnya Doa Bersama Waisak Pertama di Selatpanjang

09 Mei 2025

Perayaan Waisak tahun ini menjadi momen istimewa bagi masyarakat Kota Selatpanjang. Untuk pertama kalinya, Tzu Chi mengadakan perayaan Waisak yang berlangsung dengan khidmat di Lapangan Sekolah Patria Dharma.

Waisak 2025: Refleksi Kedamaian dari Tzu Chi Center PIK

Waisak 2025: Refleksi Kedamaian dari Tzu Chi Center PIK

11 Mei 2025

Dengan prosesi yang khidmat dan penuh makna, Waisak 2025 di Tzu Chi Center menjadi ladang penyucian batin dan pembaruan tekad, di mana setiap langkah relawan dan peserta menjadi bagian dari praktik cinta kasih universal.

Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -